Kamis, 27 Oktober 2011

Lelah

Saya lelah dan ingin mengakhiri semuanya
Saya lelah dan tidak ingin semuanya terulang lagi
Saya lelah dan tolong semua dicukupkan disini saja
Saya lelah, tolong pahami saya
Saya lelah, beri aku minum yang segar
Sesegar suasana hati yang baru
Segala suatu yang baru yang belum pernah ada dalam hidupku
Aku ingin memulainya, sama ketika aku baru lahir
Baru, nol, dimulai dari awal

Ijinkan aku untuk meninggalkan dunia ini

MK F/6 SBY

Tidak Ada Namanya Miskin

"Kalau aku miskin harta, maka aku harus memperkaya diriku dengan hal lain selain harta" 
HMDN | Mahasiswa

Kaya atau miskin adalah sebuah identitas yang melekat pada tiap manusia. Kaya biasanya diidentikkan dengan banyaknya harta yang dimiliki oleh seseorang. Percaya tidak percaya, kata kaya selalu identik dengan uang dan kekuasaan. Menjadi kaya seperti yang dimaksud, tentu sangat sulit bagi setiap orang. Hanya orangorang tertentu saja yang dapat memiliki kekayaan tersebut. Biasanya adalah orang-orang yang memiliki pendidikan yang cukup, atau memang beruntung baik karena warisan keluarga, maupun karena usaha sendiri.
Saya sendiri yang sudah 19 tahun hidup di dunia ini bukanlah seseorang yang kaya. Kelaurga saya pun juga bukan keluarga yang kaya. Kadang untuk makan pun saja cukup sulit. Menjadi kaya bagi saya sendiri adalah suatu hal yang mustahil. Tapi saya tidak berhenti pada proses memaknai bahwa saya memang tidak bisa kaya dan kemudian berhenti untuk tidak melakukan apa-apa lagi. Ketika saya tidak kaya akan sebuah harta, maka saya harus memperkaya diri saya dengan berbagai hal lain. Salah satu yang paling saya anggap sebagai harta yang bisa mengalahkan uang adalah pengalaman. Saya menambah pengalaman dengan berbagai hal. Berbagai organisasi saya ikuti dan jalani dengan penuh semangat, menjalankan hobi saya yang begitu menyenangkan bagi saya sendiri dan tentunya bisa membantu orang lain, bahkan hingga bekerja pada sebuah perusahaan otobus pun pernah saya lakoni. Dengan pengalaman inilah yang membuat hidup saya lebih kaya dan lebih berharga.
Begitu juga dengan Anda sekalian. Janganlah Anda merasa miskin karena tidak memiliki harta yang melimpah. Buat apa kaya tapi mulut Anda dan kelakuan Anda tidak sekolah? Buat apa kaya tapi perlakuan kepada sesama nol besar? Buat apa kaya tapi Anda menentang Tuhan Anda sendiri? Anda miskin harta, tapi harus kaya di lain bidang. Dalam bidang lain yang tentunya memungkinkan Anda untuk hidup bebas tanpa kekangan dan dapat terus berkarya meskipun tidak ada yang namanya uang. Uang itu tidak berharga saudara-saudara. Uang dibakar pasti akan hilang juga. Ketika Anda kaya akan pengalaman, meskipun diri Anda dibakar dan dibunuh, pengalaman itu akan terus dan selalu melekat dalam pribadi Anda, dalam identitas Anda, dan dalam biografi perjalanan hidup Anda. Jadilah pribadi yang plus. Jangan minder hanya karena tidak kaya secara harta, namun menjadilah bangga ketika Anda menjadi kaya akan hal lainnya selain harta.
Yakinlah Anda, bahwa harta tidak akan pernah dibawa mati. Harta hanya ada di dunia. Tapi, Kekayaan intelektual Anda, kekayaan hati Anda, pengalaman Anda, dan bahkan kekayaan spiritual Anda lah yang akan menghantarkan Anda menuju kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat.

Sabtu, 22 Oktober 2011

Komunikasi

"Kata kuncinya ada pada komunikasi"

Komunikasi, adalah sebuah hal yang sangat kecil, sederhana, dipahami semua orang, dan pasti dilakukan oleh semua orang tiap hari, tiap detik, tiap waktu. Tetapi, satu kata ini sering menjadi suatu batu sandungan yang sangat besar dalam sebuah masalah.
Komunikasi adalah hal yang kecil, sederhana, tapi susah dalam penyelesaiannya. Seperti pisau tajam ibaratnya. Jika digunakan dengan benar, maka untuk memotong daging pun akan sangat mudah. Tapi, ketika disalahgunakan, untuk membunuhpun bisa cepat juga. Permasalahan komunikasi adalah permasalahan paling sering pada sebuah organisasi. Tak hanya organisasi, kehidupan biasa pun tak pernah jauh-jauh dari dunia komunikasi.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya segala masalah dapat dicegah hanya dengan komunikasi. Misalnya pada kerja kelompok. Agar kerja bisa berlangsung dengan baik, maka berkomunikasilah dengan anggota kelompok. Segala masalah dapat diselesaikan juga dengan komunikasi. Namun, bedanya dalam penyelesaian masalah butuh komunikasi yang sifatnya lebih intens, dekat, bahkan persuasif, dan yang jelas dengan nada bicara yang tidak tinggi. Masalah dapat muncul juga karena komunikasi. Misalnya ketika ada suatu hal yang harus dilakukan secara berkelompok, namun tidak dilakukan komunikasi sebelumnya. Maka semuanya akan hancur. Seseorang yang terkenal ganas dan sulit ditaklukkan pun akan dengan mudah takluk ketika kita sangat terampil dalam komunikasi. Karena tidak ada hal yang tidak bisa dibicarakan, maka bukan sebuah alasan bahwa komunikasi itu tidak penting.
Berhati-hatilah Anda dengan komunikasi. Suatu hal yang alami, mengalir, dan sangat mudah dijalankan. Tetapi, ketika salah menggunakannya, suatu hal yang fatal bisa terjadi. Selamat menggunakan 'pisau tajam' ini untuk suatu hal yang benar.

Semangkuk Soto Grabyas Penuh Cinta

Pagi tadi saya kembali menyempatkan diri untuk kembali ke SMA, SMA Kolese De Britto, Jl Laksda Adisutjipto 161 Jogja. Mumpung berada di Jogja, saya tidak pernah melewatkan waktu untuk selalu berkunjung ke SMA tercinta ini. Entah mengapa, segala sesuatu menjadi satu campur aduk disana. Mulai dari yang membahagiakan sampai yang menyedihkan. Tempat yang biasa saya tuju bersama teman-teman yang lainnya adalah kantin. Karena saat jam efektif belajar selain siswa dilarang masuk ke kompleks kelas, maka kami hanya ada di kantin. Langganan pasti saya adalah Soto Grabyas Pak Man, Es Teh Pak Bob atau sekedar camilan kecil-kecil, dan yang terakhir biasa saya beli adalah Nasi Goreng Swalayan Mbak Tutik.
Begitu tiba di kantin, saya langsung menuju ke los milik Pak Man yang menjual soto. Meskipun track record soto ini tidak terlalu baik, tapi saya tetap menyukainya sebagai sebuah soto yang nikmat untuk dimakan selain harganya murah. Ketika itu soto telah habis karena saya datang lewat jam 11 siang. Pak Man pun langsung membuatkan soto. Sembari menyiapkan soto, beliau sedikit mengobrol dengan saya. Tiba-tiba, satu kata yang sangat tulus keluar dari mulut Pak Man

"Matur nuwun nggih mas, kulo sampun dituweni..." (Terima kasih mas saya sudah dijenguk)

Pada intinya, kemudian beliau mengatakan bahwa beliau sangat senang masih banyak alumni-alumni SMA ini yang sering singgah di kantin hanya untuk sekedar mampir minum dan makan.
Kalimat dari Pak Man ini masih terngiang di telinga saya. Betapa besarnya arti sebuah kunjungan kepada orang yang berjasa kepada kita. Bila dipikir secara mudah, Pak Man ini bukan saudara kita. Begitu juga Pak Bob, Mbak Tutik, dan lainnya. Tetapi, setidaknya mereka pernah menjadi bagian hidup kita, dan kita juga pernah menjadi bagian hidup mereka. Sebuah penghargaan pun, secara tidak langsung akan selalu kita berikan kepada mereka yang pernah menjadi bagian kita. Penghargaan paling minim yang kita lakukan adalah dengan membayar sesuai harganya, dan membantu mengembalikan mangkuk ke tempatnya. Itu sudah sangat lebih bagi mereka.
Maka dari itu, kalian yang telah pergi jauh dari tempat asal kalian, sesekali kunjungilah setiap orang yang pernah menjadi bagian hidup kalian. Bahwa mereka juga pernah menjadi nyawa atau turut menjaga nyawa kalian. Tidak hanya orang tua saja, melainkan orang-orang di sekitar Anda, bahkan bapak-ibu kantin yang hanya bertugas menjaga kantin. Hargailah mereka, sapalah mereka, dan sadarilah bahwa mereka pernah menjadi bagian hidup kita. Tambah saudara bukan suatu hal yang menyusahkan, melainkan sesuatu yang membahagiakan.
Terima kasih sekali Pak Man yang telah menyadarkan saya, betapa sederhananya menghargai seseorang! Terima kasih Pak Man, selamat berjuang kembali! AMDG

Kamis, 20 Oktober 2011

Bargaining Position

"Menjadi manusia harus memiliki bargaining position"

Setiap manusia yang dilahirkan di bumi ini memiliki sesuatu yang khas, yang tidak dimiliki oleh orang lain. Meskipun beberapa hal didalamnya mirip dengan yang dimiliki oleh orang lain, meskipun tidak 100% mirip dan identik. Kekhasan inilah yang membuat seseorang memiliki sebuah bargaining position.
Bargaining position secara langsung memiliki arti posisi tawar. Posisi tawar yang dimaksud adalah posisi yang dapat memungkinkan seseorang untuk dapat berpengaruh dalam kelompoknya. Kekhasan itulah yang mampu membuat seseorang memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam kelompoknya. Kekhasan ini tidak harus berkaitan dengan sebuah kepemimpinan. Pengaruh selalu identik dengan kepemimpinan. Padahal, semua orang yang memiliki sikap kepemimpinan belum tentu dapat berpengaruh terhadap kelompoknya.
Pengalaman, sebagai salah satu hal yang memegang posisi bargaining position tertinggi. Seorang pemimpin yang superior, pandai memimpin, sudah mengikuti latihan kepemimpinan sampai tingkat paling atas, bahkan sudah digembleng dalam pelatihan militer, tapi tak punya bargaining position, maka akan sama saja. Pengalaman pribadi, dengan sikap kepemimpinan yang sengaja dibentuk, tentu, dalam beberapa hal, akan lebih menang pengalaman pribadi karena pengalaman pribadi tersebut diperoleh melalui sebuah proses yang panjang. Seorang pemimpin, meskipun dengan ngototnya menyampaikan suatu hal, ketika ada yang lebih berpengalaman, meskipun ia bukan seorang pemimpin, namun memiliki pengalaman akan hal tersebut, maka si pemilik pengalaman tersebutlah yang memiliki bargaining position yang tinggi. Dalam hal ini tidak juga selalu berkaitan dengan pengalaman. Jabatan seseorang pun, bahkan sikap seseorang pun terhadap sesamanya pun akan menentukan bargaining position dirinya terhadap orang lain.
Maka, Anda masing-masing sebagai pemimpin, seminimal-minimalnya pemimpin hidup Anda sendiri, milikilah bargaining position tersebut. Raihlah pengalaman sebanyak mungkin, bersikaplah sebaik mungkin terhadap sesama Anda. Bargaining position yang tinggi, tak perlu harus dimiliki dengan Anda harus menjadi seorang pemimpin atau manager perusahaan besar. Jabatan hanya berkaitan dengan otoritas, dan otoritas tersebut, hanya dapat dikalahkan dengan pengalaman lapangan. Maka, jadilah seseorang yang memiliki bargaining position. Masing-masing dari Anda berhak untuk menjadi bahan pertimbangan dan memiliki bargaining position yang tinggi. Jadilah yang khas, dan memiliki sesuatu yang membuat orang lain menjadikan diri Anda sebagai pertimbangan.

Kamis, 06 Oktober 2011

SELAMAT ULANG TAHUN 
KOTA JOGJAKARTA KE 255




Aku lahir di kota ini
Dibesarkan juga di kota ini
Minum dari air yang ada di bawah tanah kotaku ini
Mengenyam pendidikan sampai SMA disini
Merasakan suka dukanya di kota ini
Mengikuti perkembangan jaman
Dari Jaman Hyatt hotel masih ladang tandus
Sampai sekarang Hyatt Hotel berganti Cluster Hyarta
Dari jaman kebun tebu belakang rumah masih subur
Sampai sekarang tumbuh bangunan yang berjudul 'The Paradise'

Selamat Ulang Tahun Jogjakarta
Semoga tetap menjadi kota yang layak huni
Tetap menjunjung kebersamaan, keramahan, dan keluguan khas Jawa
Semoga julukan 'kota yang plural' akan tetap melekat selalu 

Jogjakarta Never Ending Asia
Jogjakarta memang istimewa

Minoritas Tidak Sama Dengan Nol Mutlak

"Menjadi minoritas bukan alasan untuk tidak bermasyarakat dan tidak berkarya."

Diskusi malam ini bersama dua orang pengurus UKMKK cukup mengena: memaknai arti sebuah kata 'minoritas'. Tak hanya minoritas dalam hal agama, tapi dalam segala hal. Baik itu Suku, Ras, kemampuan akademik, bahkan kepercayaan diri.
Menjadi kaum minoritas, tentu bukan yang diharapkan setiap orang. Bahkan semua orang pun pasti menginginkan tidak ada minoritas. Kalau bisa semuanya menjadi satu padu, cuma caranya saja yang salah dengan sedikit pemaksaan penyeragaman. Minoritas tidak perlu digabungkan dengan mayoritas, sehingga semuanya menjadi satu tidak ada perbedaan. Tidak ada perbedaan, itu rasanya akan sama saja seperti makan pagi semuanya isinya nasi. Tidak ada lauk pauk, piring dan sendok pun juga dari nasi. Hambar, kosong, blong, tidak mengena.
Kenapa sih minoritas kok identik dengan kata 'disingkirkan'? Sebenarnya bukan demikian. Perasaan pribadi saja yang membuat sekelompok manusia merasa 'disingkirkan' karena ia minoritas. Lebih tepatnya bukan karena mereka itu minoritas. Tapi memaksa diri menjadi minoritas dan menjadi semakin minoritas. Kecenderungannya adalah begini, tiap orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok yang dianggap masyarakat sebagai kelompok 'minoritas' biasanya akan semakin tersudut dan membentuk kelompok-kelompok yang sangat eksklusif, tertutup, dan orang lain tidak diperkenankan untuk tahu dan kelompok eksklusif ini tidak mau tahu dengan kondisi luar kelompok mereka. Keberadaan minoritas yang kemudian membentuk kelompok-kelompok eksklusif inilah yang membuat kelompok minoritas akan semakin menjadi minoritas. Menjadi semakin minoritas dan tertutup akan membuat kelompok tersebut disingkirkan bahkan lebih parahnya ditindas.
Menjadi minoritas bukanlah halangan untuk terus bermasyarakat dan terus berkarya. Justru inilah yang harus dilakukan. Justru jangan membuat kelompok-kelompok yang semakin eksklusif. Justru orang-orang yang tergolong dalam minoritas, dalam semua hal lho ya, sekali lagi dalam semua hal karena konteksnya sangat luas, harus berbaur, bahkan dengan yang mayoritas sekalipun. Bukankah akan segelas teh susu akan menjadi sangat nikmat bila di tengah-tengah molekul air yang banyak, terdapat molekul-molekul teh, susu, dan gula? Demikian juga dengan kehidupan. Jika sebuah kehidupan yang kecil-kecil itu menjadi satu yang besar, akan lebih enak dan indah. Bayangkan bila kita membeli teh susu, ternyata molekul-molekul air itu berkumpul sendiri, begitu juga dengan molekul susu, gula, dan teh. Rasanya akan sangat lucu, bahkan aneh. Kadang-kadang manis, kadang sepet, kadang tawar, dan lain sebagainya.
Menjadi minoritas juga bukan berarti tidak berkarya sama sekali. Tidak mau berkarya akan membuat diri semakin terkucil dan jauh dari peradaban. Ketika menjadi minoritas dalam segala hal, berkaryalah karena karya itulah yang akan menunjukkan eksistensi seseorang, meskipun dalam karya tersebut harus benar-benar berkarya dengan benar, tidak serampangan, dan menunjukkan hasil yang sesuai (sesuai belum tentu bagus dan bagus belum tentu sesuai). Tetaplah berkarya, tentu pada bidang yang sesuai, meskipun minoritas. Misalnya, meskipun tercatat sebagai ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) harus tetap berkarya di tengah masyarakat. Bisa juga dengan aktif dalam olahraga, membuat barang-barang kerajinan, dan lain sebagainya. Ketika hanya berdiam diri dan terkungkung dalam ketakutan, maka hal itu akan membuat diri semakin menjadi minoritas yang sedalam-dalamnya.
Minoritas bukan alasan untuk membentuk kelompok-kelompok kecil yang eksklusif yang membuat semakin menjadi minoritas. Minoritas bukan juga berarti sebuah alasan untuk tidak bermasyarakat dan tidak berkarya. Indahnya kehidupan, jika elemen-elemen kehidupan berbaur menjadi satu, membentuk sebuah bentukan dengan warna, jiwa, dan rasa yang indah.

Rabu, 05 Oktober 2011

Acuh Tak Acuh, Belum Tentu Sebuah Sikap Dewasa

Acuh tak acuh. Lebih kurang itulah sebuah gambaran seseorang mengenai sebuah sikap 'dewasa'. Dewasa sering dikaitkan dengan perkataan : "Selesaikan sendiri masalahmu, itu bukan urusanku, itu urusanmu!" atau kata-kata yang lain. Ungkapan seperti itu, dapat disamadengankan dengan sikap yang acuh tak acuh.
Dewasa. Sebuah kata yang menggelitik, bila digali akan banyak sekali interpretasinya. Dewasa itu pilihan katanya, meskipun tidak sepenuhnya demikian. Sering kali kata 'dewasa' disamaartikan dengan tindakan acuh tak acuh kepada teman. Acuh tak acuh tidak selamanya merupakan sebuah cerminan sikap dewasa. Saya menganggapnya, justru sebagai sikap yang egois. Misalkan kita seorang pemimpin sebuah kelompok. Lalu ada yang bertanya secara detail mengenai tugasnya. Lalu kita berkata bahwa dia sudah dewasa, kenapa persoalan demikian saja tidak bisa diselesaikan sendiri. Seorang pemimpin tersebut tidak salah, namun tidak juga benar. Sikap anggotanya tersebut juga tidak salah, dan juga tidak benar. Pemimpin tersebut, seharusnya mampu mengarahkan anggotanya tersebut dengan baik. Bukannya acuh tak acuh dengan anggotanya tersebut. Sementara anggotanya tersebut juga harus menginterpretasikan dengan baik tugas yang diberikan oleh pemimpinnya tersebut.
Jadi, dewasa itu seperti apa? Full dengan rasa acuh tak acuh itu bukan dewasa. Itu konyol. Acuh tak acuh akan menimbulkan sikap yang egois. Dan egois itu, sama sekali tidak dewasa. Dewasa itu, menurut saya, adalah mampu bekerja sesuai porsinya, dan pandai menempatkan diri, baik dalam tutur kata, sikap, maupun perilaku. Bila ada orang yang bertanya mengenai suatu hal kepada kita karena kita dianggap yang lebih tahu, maka jawablah itu dengan jawaban yang seharusnya. Bukan jawaban "Lho, kok aku? Kamu harusnya bisa sendiri dong." Begitu juga bila bukan porsi kita, hendaknya bertanya kepada yang mempunyai porsinya. Pada intinya adalah sikap saling memahami satu sama lain, saling menjaga satu sama lain. Itulah dewasa. Ketika jiwa kekanak-kanakan masih terjaga dalam hidup, semisal menjadi egois, sangat acuh tak acuh, menjadi serigala bagi temannya sendiri, hal itu tentu harus diminimalisir. Orang dewasa memiliki segala sesuatu yang lebih terasah dan lebih baik daripada seorang anak kecil. Sehingga, seorang yang sudah dewasa, harus lebih mampu, terutama dalam optimalisasi diri dan pengaturan ritme perasaan.
Begitu juga dengan kemampuan menempatkan diri. Tidak mungkin kita dengan teman-teman sendiri, atau sahabat kemudian berbicara dengan bahasa krama alus. Akan sangat lucu ketika kita ngobrol dengan sahabat di warung kopi dengan bahasa krama alus dengan gelagat mirip abdi dalem. Akan sangat bodoh juga ketika kita berbicara dengan kakek atau nenek dengan bahasa gaul, bahasa Jawa ngoko, atau bahkan bahasa walikan. Pada intinya, pandai menempatkan diri. Boleh ketika berbicara dengan teman-teman selalu menggunakan kata "Cuk, kowe ki...." dan lain sebagainya. Tapi jangan sampai gaya percakapan tersebut dipakai untuk berbicara dengan orang yang lebih tua, atau yang kita hormati.
Dewasa, dewasa adalah segalanya. Kata dewasa mudah diucapkan dengan bangganya, bahwa umur 17 sudah dewasa. Tapi, dewasa yang sesungguhnya sangat kompleks dan masih perlu banyak yang diintrospeksi. Dewasa tidak hanya sekedar acuh tak acuh pada urusan orang lain (ini urusanku, dan itu urusanmu) meski privasi juga diperlukan. Kemampuan otak, perasaan, dan aspek psikomotorik diperlukan untuk menuju kedewasaan. Pertanyaan selanjutnya, sudahkah Anda dewasa sekarang? Dewasa tidak berarti tua, dan tua belum tentu dewasa. Selamat berintrospeksi!