Sabtu, 02 April 2011

Berbagai Kisah Memilukan Sepanjang Hidup

Ada banyak sekali cerita sedih dan memilukan dari orang-orang yang kecopetan, ditodong, tidak punya uang, atau kena tipu. Berikut ini ulasan cerita yang masih saya ingat dan saya alami.

Cerita 1
Ketika itu saya masih SMP (sekitar tahun 2006-2007). Saya hobi sekali bermain-main di halaman depan rumah saya. Ketika itu saya ada di rumah sendirian. Tiba-tiba datang seseorang lelaki usia 30 tahunan dengan sepeda butut. Beliau mengaku berasal dari Paroki Kalasan. Beliau tahu alamat saya karena bapak saya dulu adalah Ketua Dewan Stasi St Alfonsus Nandan (pejabat gereja non rohaniwan). Beliau kalau tidak salah sudah datang yang kedua kalinya. Yang pertama bukan saya yang menemui, tapi bapak saya langsung. Yang kedua, saya sendiri yang menemui dan rumah kondisi kosong. Beliau datang dan menyatakan niatnya untuk minta sangu untuk biaya perjalanan ke Jakarta. Beliau saat itu menyampaikan bahwa beliau pergi mengunjungi setiap dewan paroki untuk meminta sumbangan sekedarnya. Kemudian, saya memberikan sedikit uang untuk bapak tersebut. Saya saat itu menyatakan dalam hati, kalau bapak ini benar-benar menggunakan uangnya untuk pergi ke Jakarta, artinya bapak ini tidak akan muncul lagi untuk ketiga kalinya. 
Setelah tahun demi tahun berlalu, sampai saya meninggalkan Jogja, bapak tersebut tidak kembali lagi. Dan saya menyimpulkan bapak tersebut telah memperoleh pekerjaannya di Jakarta.

Cerita 2
Ketika itu saya juga masih SMP (sekitar 2006-2007 pula). Saya hari itu ngidam Bebek Goreng Blabak yang menjadi langganan dan bebek goreng yang enak dan mantab. Kedua orangtua saya kebetulan akan mengunjungi saudara di daerah Magelang. Maka, saya titip sekalian bebek goreng tersebut. Lebih kurang 5 jam kemudian kedua orang tua saya kembali. Dan saya mendapatkan cerita yang cukup membuat saya ngilu dan kasihan.
Ketika itu, kedua orang tua saya sedang membeli bebek goreng di warung langganan kami di Blabak Magelang. Kedua orang tua saya berada di beranda depan warung (saat itu masih warung yang lama, hanya sebuah warung butut tanpa tempat makan). Tiba-tiba ada sepasang suami istri dan seorang anak yang masih kecil berjalan melintas depan orang tua saya. Bajunya rapi, seperti habis dari tempat penting. Bawaannya tidak banyak. Ketiga orang tersebut bertanya pada kedua orang tua saya dengan logat khas Jawa Jogja.
"Pak, Nuwun sewu. Muntilan tasih tebih mboten nggih?" (Pak, permisi. Muntilan masih jauh tidak ya?)
"Nggih sawetawis Pak. Nggih 3 kilonan." (Ya lumayan Pak. 3 kilonan)
"Menawi Gunung Kidul Pak?" (Kalau Gunung Kidul Pak?)
"Waaa....lha nggih tebih sanget. Panjenengan ajeng teng pundi to?" (Wah, lha ya jauh sekali. Anda mau kemana to?)
"Kulo ajeng wangsul Pak. Niki wau kulo saking Kyai Langgeng (obyek wisata mainan di Magelang). Lare kulo niki nembe mawon juara 1 teng kelas. Dados kulo piknikaken. Lha kok apese kulo, wau dompet kulo kalih tas kulo dipun copet. Kulo mboten mbeto arto niki." (saya mau pulang Pak. Tadi saya habis dari Kyai Langgeng. Anak saya ini baru saja juara 1 di kelas. Lalu saya piknikan. Lha kok sialnya saya, tadi dompet saya dan tas saya dicopet. Saya tidak bawa uang sekarang.)
Akhirnya, karena merasa kasihan, bapak saya memberikan makan kepada ketiga orang tersebut. Apalagi ketiga orang tersebut sangat kuyu sekali, lelah, dan kasihan : niatnya ingin menyenangkan anaknya, tapi malah kena apes.
Kemudian, setelah itu, tida orang tadi diantarkan sampai ke terminal Giwangan dan diberikan biaya secukupnya untuk sampai ke Wonosari lagi. 

Cerita 3
Hari itu hujan deras di Kabupaten Jembrana Bali. Saya, ayah saya, dan ibu saya baru saja ziarah ke Goa Maria Jembrana. Kami diantar oleh saudara kami di Jembrana untuk menuju ke Gilimanuk dan naik kapal ke Jawa. Perjalanan masih lancar sampai kami harus memutuskan untuk naik bis dari terminal Ketapang atau naik kereta. Akhirnya kami memutuskan naik kereta karena akses untuk turun di Surabaya lebih enak. Ketika itu masih awal tahun ajaran 2010 untuk mahasiswa. Jadi, saya sudah berada di Surabaya. Kereta berangkat masih jam 22.00. Maka kami pergi dulu mencari makan, lalu pergi ke stasiun untuk membeli tiket.
Kebetulan kereta yang ada malam itu hanya tinggal kereta bisnis dan eksekutif. Kereta ekonomi baru berangkat besok paginya. Ada pun hanya sampai Probolinggo. Kami menunggu di peron stasiun. Saya memilih jalan ke arah depo Banyuwangi Baru. Dari jauh terlihat kedua orang tua saya mengobrol dengan orang yang duduk di belakangnya. Tak lama kemudian saya kembali ke tempat duduk peron dan bertanya apa yang baru saja terjadi.
Ternyata, dua orang yang duduk di belakang saya adalah seorang bapak dan anaknya laki-laki. Dua orang ini adalah koki. Awalnya, kedua orang ini diajak oleh kenalannya untuk bekerja di Denpasar, Bali di sebuah rumah makan mewah untuk menjadi koki. Ternyata, setibanya disana kedua orang ini hanya dipekerjakan di sebuah warung kecil di pinggir gang dan tidak mendapatkan gaji yang memadai. Bahkan yang beli di tempat itu sering ngutang dan sistem pembeliannya tawar-menawar. Lokasi warung itu ada di Jl. Imam Bonjol (Sentra kuliner cukup terkenal di Denpasar). Sementara itu, temannya sudah kabur duluan dan menghilang tanpa jejak. Merasa tak punya pilihan karena uang sudah habis, akhirnya ayah dan anak ini bekerja seadanya. Akhirnya terkumpullah uang lebih kurang 200 ribu. Kedua orang ini memilih untuk kabur dan pulang ke lokasi asalnya di Ciamis, Jawa Barat. Akhirnya, kedua orang ini menumpang kereta yang sama dengan kami dan melanjutkan dengan kereta Pasundan dari Surabaya ke Ciamis. Kami hanya bisa membantu sedikit untuk kepulangan kedua orang ini ke CIamis beserta sebuah doa supaya mereka selamat.

Cerita 4
Cerita ini saya alami ketika saya akan pulang ke Jogja saat liburan semester 1. Hari itu adalah hari Senin siang di terminal Bungurasih. Saya sedang menunggu angkutan langganan saya : Sumber Kencono. Saya menunggu armada W 7551 UY di dekat parkiran Sumber Kencono. Tiba-tiba datang seorang bapak usia 40 tahunan. Bapak ini duduk di depan saya. Saya membuka percakapan dengan basa-basi.
"Mau kemana pak?"
"Mau ke Boyolali Mas."
"Ooo...Nanti ikut yang W 7672 UY itu saja Pak. Itu arah Semarang langsung."
"Oiya Mas. Masnya mau kemana?"
"Ke Jogja Pak. Bapak dari mana?"
"Saya dari Lombok ini. Masnya dari mana asalnya?"
"Ooo...Saya dari Jogja Pak. Disini cuma kuliah. Aslinya dari Lombok?"
"Saya asli Boyolali Mas. Saya ke Lombok menyelesaikan urusan saja. Masnya kuliah dimana?"
"Di Unair pak."
"Ambil jurusan apa?"
"Kedokteran Gigi."
"Oalah. Biasanya kalau orang luar surabaya ke sini itu buat kuliah, ya pasti jurusan yang diambil tu yang paling bagus. Gak mungkin grade nya lebih rendah dari kota asalnya."
"Oooo...Dari Lombok ke Surabaya naik bis ya?"
"Nggak Mas. Saya ikut truk. Saya bayar 100 ribu, untung mau nganter sampai Surabaya. Termasuk biaya penyeberangannya itu."
"Lho, lha kok gitu?"
"Iya Mas. Saya ini ke Lombok sudah sejak 2 minggu lalu. Saya kesana niatnya mau membebaskan tanah saya di Lombok. Mau saya bangun kantor untuk mempekerjakan tetangga-tetangga saya."
"Ooo...lha terus?"
"Saya kan kesana rencana cuma 1 minggu. Uang saya sudah saya set segitu. ATM saya yang satunya saya tinggal di boyolali. Harapan saya 1 minggu itu kasus tanah ini bisa selesai. Lha kok apesnya, kasusnya belum selesai. HP saya dua-duanya juga dicopet orang. Keteledoran saya sih, waktu beli pisang goreng untuk makan, lha kok diambil orang. Uang saya terlanjur habis untuk ngurusi kasus ini. Akhirnya, saya memutuskan pulang saja ke Boyolali. Untung ada truk yang mau saya tumpangi."
Kemudian, selanjutnya bapak ini sharing banyak hal. Bahwa sebenarnya beliau adalah orang yang sangat mampu. Rumah sendiri saja sudah punya, di boyolali 1 kemudian di daerah lain di Jawa Tengah juga 1. Tapi, beliau curhat belum punya istri juga. Beliau juga menyampaikan kalau beliau pendidikannya rendah, tapi pernah ikut pelatihan enterpreneurship di Korea dan dibiayai kantornya tempat bekerja dulu. Justru beliau banyak menyumbangkan inspirasi dan motivasi yang membantu saya. Bahwa hidup apapun perlu disyukuri, sekecil apapun itu. Semuanya sudah ada jalannya. Kalau Tuhan tidak berkehendak, maka manusia tidak bisa memaksa.

Cerita 5

Banyak sekali orang diluar sana. bahkan yang sudah mampu pun masih dapat mengalami kesialan tersebut. Yang sudah disiapkan sungguh-sungguh pun masih dapat mengalami kesialan itu. Maka, semumpung kita belum terlanjur mengalami kesialan yang fatal itu, mari kita membantu mereka yang terkena kesialan-kesialan demikian ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar