Senin, 24 Januari 2011

Menilik Kembali Apa dan Siapa Mahasiswa (1)

Malam ini, pukul 19.00 saya menyempatkan diri untuk keluar dari kos sejenak. Keluar dengan sepeda motor dengan maksud ingin mengeprint poster dan menuju ke BG Junction untuk belanja beberapa keperluan harian. Sebelum berlanjut menuju tujuan, saya memutuskan untuk mengambil uang terlebih dahulu di ATM Mandiri Kampus B Unair karena memang saat itu uang di dompet tinggal Rp. 8000,00.
Ketika tiba di depan ATM, antrian panjang sudah terlihat. Mau tidak mau harus mengantri karena memang kebutuhan uang yang sangat mendesak. Ternyata antrian ini disebabkan ATM yang satu (merk DEBOLD) dalam kondisi offline. Dan yang aktif hanya satu ATM. Saya kemudian mengantri. Di depan saya ada bapak-bapak, dan di kanan saya ada seorang mbak-mbak yang saya prediksi merupakan mahasiswi semester akhir. Di belakang saya saat itu belum ada orang.
Tak beberapa lama ada seorang laki-laki berkaus merah dan masih menggunakan helm warna hitam-hijau mengantri di belakang saya. Ternyata lelaki ini memang akan mengambil uang juga. Nampaknya juga masih mahasiswa, dilihat dari umur dan wajahnya. Tak berapa lama pula, datang 2 orang teknisi ATM memperbaiki ATM. Sementara antrian ATM makin panjang. Tiba giliran bapak yang mengantri di depan saya. Bapak tersebut masuk dengan lancar. Dan saya masih berada di antrian, di belakang trap-trap an naik. Tiba-tiba laki-laki berkaus merah di belakang saya tadi memepet saya dan bilang "maju mas...maju mas..." Saat itu, saya menyadari bahwa posisi saya memang kurang maju (tapi bukan seperti ini caranya. Boleh dibilang ini cara ndeso seperti orang-orang antri tiket nonton sepakbola lokal). Tapi, kemudian tiba-tiba lelaki tadi bilang lagi melalui telinga kiri saya "Maju mas...maju mas..." Saat itu saya tidak merasa terlalu mundur. Saya segera sadar ternyata lelaki ini meminta saya untuk mendahului giliran yang seharusnya untuk orang yang di sebelah kanan saya. Ini artinya menyerobot. Kemudian, saya menggertak orang tersebut,"Antri Mas, yang di sebelah kanan dari tadi sudah duluan!" Kemudian orang tersebut hanya diam dan tidak berani mengkompori saya lagi.
Sebuah kilas kasus yang perlu direfleksikan. Jika memang benar prediksi saya bahwa orang tersebut adalah seorang mahasiswa, maka apa yang dilakukannya adalah salah besar. Bahwa salah satu peran mahasiswa adalah agent of change, dimana ia harus selalu menjadi agen perubahan di tengah masyarakat. Bila ada kesempatan untuk berbuat baik, maka berbuat baiklah. Jangan bila ada kesempatan berbuat baik, justru mengambil kesempatan untuk berbuat buruk. Jika bisa berlaku adil saat itu, bertindaklah adil saat itu juga. Fair. Bila meniru tingkah laku orang-orang terdahulu (orang tua) yang cenderung mementingkan dirinya sendiri, maka peran mahasiswa sebagai agent of change itu hanya semu dan sekedar koar-koar orang jualan panci saja. Sebaliknya, apabila bisa menjadi contoh, jadilah contoh terlebih dahulu. Karena dengan mahasiswa bisa memberikan contoh baik kepada masyarakat sekitar, maka peran fungsi mahasiswa ini akan terjalankan.
Hendaknyalah kemudian mahasiswa itu bercermin, bahwa ia sekarang adalah maha siswa. Siswa yang lebih dari segala siswa. Jangan sampai kata mahasiswa ini kemudian dipelesetkan menjadi maha sisa, yang artinya sisa dari segala sisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar