Rabu, 26 Januari 2011

Mengelola Hidup A'la Surabaya

Hidup di Surabaya. Sebuah perbedaan yang kadang membuat anjlok mental. Dari Yogyakarta, sebuah kota yang boleh dibilang masih cukup agraris dengan lingkungan yang asri dan penduduk yang ramah, pindah ke Surabaya, sebuah kota metropolitan dengan kultur manusianya yang kurang ramah. Berikut ini adalah ulasan pendek mengenai bagaimana hidup di Surabaya, apa tantangannya, dan serba-serbi Surabaya.

Kultur Hidup
Jawa Timur, sebuah daerah yang memang berada di bagian timur Jawa dengan Surabaya sebagai ibu kotanya. Mentalitas nekad masih mendominasi kota ini. Maka tak jarang jika ada sebutan BONEK (Bondho Nekat) untuk suporter tim sepakbola dari kota Surabaya. Mentalitas nekad ini sepertinya memang sudah mengakar di dalam diri orang-orang Surabaya. Ini tercermin dari cara berlalulintasnya dan cara orang-orang Surabaya dalam mengambil sebuah keputusan. Kadang keputusan yang diambil benar-benar hanya berlandaskan kenekatan saja dan tidak melihat kondisi riil di lapangan. Mental seperti ini sangat mengerikan, terutama dalam sebuah organisasi. Yang bisa mengimbangi kondisi seperti ini biasanya hanyalah dengan berpikir tenang dalam merencanakan segala hal.

Gaya Bicara
Seolah tidak ada yang berbeda logat bicara orang-orang Surabaya dengan ketika berbicara di JB. Umpatan demi umpatan dengan sangat mudah keluar. Kata-kata "Jancuk" dan lain sebagainya menjadi kata yang biasa karena memang gaya hidup masyarakat Surabaya yang keras. Bicara dengan nada tinggi juga menjadi kebiasaan. Bahasa Jawa Timur yang terdengar kasar pun sering didengar. Orang-orang dari Jogja, Jawa Tengah, Jawa Timur Mataraman (Madiun, Magetan, Ponorogo) biasanya cukup bingung dengan bahasa Surabaya karena memang beberapa kosakata diganti. Seperti misalnya "kowe" menjadi "koen (baca: kon)", "kuwi" menjadi "iku", "tibo" menjadi "lugur" dan lain sebagainya. Biasanya, setelah 3 bulan, kosakata tersebut dapat terkuasai dengan cukup baik.

Lalu Lintas
Ini mungkin yang menjadi keluhan utama orang-orang daerah barat jika pindah ke Surabaya. Kemacetan lumayan menjadi di daerah ini. Terutama di jalan-jalan utama semacam Jalan Ahmad Yani, Jalan Darmo, Jalan Diponegoro, dan Tunjungan. Tapi, jika berkuliah di ITS maupun UNAIR, akan sangat jarang melalui jalan-jalan tersebut. Kemacetan di daerah Unair dan ITS tidak separah di jalur utama tersebut. Kalau ingin ke daerah-daerah yang tergolong jalur utama, biasanya waktu tempuh akan berlipat. Jarak 12 km kalau di Jogja bisa ditempuh dalam waktu 15 menit. Kalau di Surabaya, paling cepat 30 menit. Standarnya 45 menit-1 jam. Jumlah sepeda motor di Surabaya juga sangat banyak. Sehingga, terkadang sangat rumit mengatur lalu lintas.
Juga perihal Polisi di Surabaya. Polisi di Surabaya lebih banyak mengincar plat-plat non Surabaya (non plat L). Jika plat luar Surabaya, biasanya akan sangat mudah tertilang. Tapi, jangna khawatir karena Polisi hanya ada di jalur-jalur protokol. Hanya waktu tertentu (pagi, sore) di jalur-jalur kecil. Yang penting teliti saja membawa rambu karena rambu-rambu di Surabaya banyak yang disembunyikan.

Cara Mengemudi
Ini juga yang sangat sulit diikuti oleh orang-orang dari daerah Barat. Cara mengemudi orang Surabaya rata-rata nekad. Diilhami dari mentalitas nekad juga. Rata-rata mereka gemar memanfaatkan celah sekecil apapun. Yang penting bisa masuk. Kalau orang-orang membawa mobil, biasanya gemar memepeti mobil lain, meskipun tidak ada masalah. Kalau sepeda motor, biasanya bawaannya seenaknya sendiri. Pelan ada di tengah, belok tanpa aba-aba langsung belon, kalau diklakson malah marah-marah. Yang membedakan dari daerah lain, biasanya sepeda motor kalau diklakson akan minggir. Kalau di Surabaya malah makin ke tengah dan jarang minggir. Kesabaran yang perlu dilatih untuk mengemudi di Surabaya. Prinsipnya, jaga jarak karena banyak mobil sering mengerem mendadak, dan tetap sabar dan jaga perasaan. Karena orang-orang Surabaya, biasanya lebih berani dengan kendaraan plat non-L. Suatu ketika pernah saya diajak balapan oleh seorang yang tak dikenal (baru keluar dari pasar) pada saat berhenti di lampu merah. Tapi tidak saya tanggapi karena kalau ditanggapi, dilayani sampai ke Malang pun tidak akan ada henti-hentinya.

Kondisi Jalan
Untuk kondisi jalan di Surabaya, saya tidak mau komentar banyak. Pada intinya, pemerintah kota Surabaya pandai membuat jalan baru, tapi tidak pandai merawat jalan lama. Banyak jalan yang rusak. Nyaris 70 % jalanan di Surabaya bergelombang parah dan 10 % nya berlubang. Jadi, siap-siap saja yang bawa sepeda motor tebengnya akan cepat rusak dan sokbreaker akan mudah jebol.

Makanan
Untuk cita rasa makanan di Surabaya tentu berbeda dengan yang di Jogja. Bila di Jogja terbiasa dengan rasa manis, maka di Surabaya harus terbiasa dengan rasa asin. Nyaris semua makanan di Surabaya memiliki rasa asin. Bahkan yang bertuliskan Asli Jogja atau Solo sekalipun juga rasanya asin. Suatu ketika pernah membeli Gudeg di warung bertuliskan 'Asli Jogja' sekalipun, gudegnya juga masih asin.
Pedagang kebanyakan berasal dari Lamongan, Jawa Timur. Untuk daerah sekitar kampus Unair (Kampus A dan kampus B) sentra makanan ada di Karang Menjangan dan Dharmawangsa. Disana menawarkan berbagai makanan khas Lamongan. Mulai dari penyetan Lamongan, Soto Lamongan, hingga Nasi Goreng Lamongan. Beberapa diantaranya juga ada yang khas Priangan Bandung, seperti Batagor atau siomay, dan ayam goreng Bandung. Yang cukup terkenal dan ngetrend adalah mie pangsit (mie ayam kalau di Jogja). Nasi Goreng selain Nasi Goreng Lamongan juga ada Nasi Goreng Surabayanan dengan rasa seperti Nasi Goreng di Chinnese Food. Untuk Chinnese Food sendiri kurang disarankan karena harganya masih cukup mahal.
Ciri khas Surabaya adalah pada perbedaan nama dengan di Jogja. Jika di Jogja lebih dikenal dengan nasi rames, maka di Surabaya lebih dikenal sebagai nasi campur dengan ciri khas telur atau tahu bumbu bali (lombok merah diblender halus). Juga ada pecel tumpang. Yakni nasi pecel biasa, kemudian disiram dengan bumbu tumpang. Bumbu tumpang sendiri adalah tempe yang sedikit diremuk, kemudian direbus dengan kuah santan gurih.
Mengenai harga, rata-rata harga makanan di Surabaya lebih mahal daripada di Jogja (untuk sentra makanan di Karangmenjangan, Dharmawangsa, dan Dharmahusada). Nasi, telor, tempe, es teh memiliki harga Rp 5.500. Untuk nasi ayam, es teh sekitar Rp 9.000-12.000,00. Siomay/Batagor 1 porsi Rp. 6.000. Tapi, jika mau sedikit 'mblusuk' ada warung makan murah di Karangmenjangan Gang V. Untuk nasi, sayur kangkung, perkedel, peyek udang, telur bali, dan es teh cukup membayar Rp 8.000,00. Rata-rata makanan murah terdapat di daerah ITS. Ini mungkin karena kebanyakan mahasiswa ITS adalah laki-laki.

Pergaulan
Untuk pergaulan saya pikir tidak terlalu berat bagi siswa JB yang sudah biasa dengan pergaulan. Sangat berbeda memang pergaulan di Jogja dan Surabaya. Perlu membiasakan kultur yang keras untuk bisa bergaul dan bertahan di Surabaya. Tapi, rata-rata orang Surabaya welcome terhadap orang-orang dari luar kota, meskipun kadang orang-orang dari Jogja dibilang medhok karena bahasanya yang sangat 'njawani'.

Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial di Surabaya bisa dibilang cukup tinggi. Suasana akan sangat berbeda bila pergi ke komplek mewah dan ke perkampungan rakyat. Di komplek mewah, semua serba tertata. Kalau ke perkampungan, akan sangat banyak rumah tak tertata. Bahkan jarang ada rumah di perkampungan yang memiliki halaman cukup. Jarak antarrumah pun sangat mepet, bahkan tidak ada. Orang-orang yang berdiam di perkampungan pun terkesan tidak ramah. Pandangannya mengerikan ketika melihat orang asing masuk kampung mereka menggunakan sepeda motor atau mobil. Pernah suatu ketika salah lewat jalan bersama teman dengan menggunakan sepeda motor. Orang-orang kampung yang kebetulan berada di sepanjang jalan terebut memandangi kami dengan curiga dan wajah-wajah yang tidak bersahabat.
Kesenjangan sosial juga akan nampak di daerah Citraland. Dari jauh sangat terlihat megahnya Citraland. Tapi, di balik tembok Citraland berdirii rumah-rumah kumuh dan padat. Pada intinya, arah pembangunan Surabaya sepertinya menyingkirkan orang-orang kecil ke kota-kota di sekitar Surabaya seperti Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto.

Angkutan Umum
Untuk angkutan umum tidak ada yang perlu ditakutkan. Angkutan umum di Surabaya sangat lengkap. Terutama untuk trayek-trayek di daerah-daerah ramai. Untuk daerah-daerah kampus sendiri banyak sekali pilihan angkot. Bahkan kampus UNAIR sudah memiliki Bus FLASH sendiri untuk angkutan antar kampus (Kampus A, B, dan C). Terminal Surabaya sendiri ada 4 yakni Terminal Bungurasih (untuk trayek Jogja, Banyuwangi, Denpasar, Purwokerto, Jakarta, Bandung, Semarang), Osowilangun (trayek Bojonegoro, Cepu, Lamongan, Gresik, Semarang), Joyoboyo (khusus angkutan dalam kota), dan Bratang (khusus angkutan dalam kota). Taksi pun juga banyak. Rekomendasi taksi yang cukup bisa dipercaya adalah Blue Bird dan Orange Taxi.

Sarana Kesehatan
Kampus biasanya memiliki sarana kesehatan sendiri. Unair memiliki unit kesehatan. Begitu juga dengan ITS. Kalau Rumah Sakit ada banyak pilihan. Jika ingin yang negri bisa pergi ke RSU Dr. Soetomo. Bila ingin yang swasta Kristen/Katolik ada pilihan RS Siloam, RS Vincent A Paulo (RKZ), dan RS William Booth. Sedangkan yang khusus spesialis juga ada yakni RS Husada UTama. Bahkan, kini Surabaya sudah memiliki RS Bedah sendiri.

Sarana Rekreasi
Ini yang dikeluhkan banyak orang. Surabaya kurang memiliki sarana rekreasi. Yang ada hanya taman-taman kota seperti Taman Bungkul. Maka tak aneh bila taman-taman kota di Surabaya biasanya dipenuhi anak-anak bermain atau anak muda pacaran. Bahkan di Taman Bungkul kalau malam minggu, satu kursi taman bisa untuk 3 pasang.
Objek wisata yang ada hanya Suramadu, City of Singapore Citraland (hanya untuk golongan atas, orang kaya), Tugu Pahlawan, kota Lama Jembatan Merah, dan museum kapal. Selebihnya, untuk wisata alam biasanya orang Surabaya akan pergi ke Trawas, Tretes, atau Kota Batu Malang. Kalau obyek wisata dalam kota, biasanya sering menggunakan mall sebagai obyek wisata (ini juga yang membuat orang Surabaya seolah-olah memiliki taraf hidup yang tinggi). Mall sangat banyak di Surabaya. Untuk nonton film saja bisa di semua Mall. Tapi yang disarankan ada di Grand City Mall (baru 2010 diresmikan, ada Premiere nya, XXI sekelas Blitz Megaplex), Surabaya Town Square (Sutos), Royal City Wonokromo, dan CITO (City Of Tommorow, satu komplek dengan apartemen dan kampus UPH Surabaya).

Tempat Belanja
Surabaya bak dikepung tempat berbelanja. Mulai dari Indomaret, Alfamart, Circle K, Carrefour, sampe Hypermarket ada di Surabaya. Tinggal memilih saja. Sayangnya, untuk belanja barang-barang seperti barang elektronik, Surabaya lokasinya tidak menyebar. Tapi terpusat. Jadi terkesan jauh. Komputer pusatnya ada di Hi-Tech Mall dengan harga yang sangat terjangkau (bisa selisih 200 ribu-1 juta dengan Jogja), untuk Hand Phone bisa dicari di Plaza Marina atau WTC. Sedangkan untuk belanja baju, bisa di Pasar Atum dekat Stasiun Surabaya Semut, atau di Mall ITC.

Suhu dan Keadaan Tempat Tinggal
Untuk suhu udara, Surabaya adalah kota dingin jika musim hujan. Bahkan pernah membandingkan, suhu di Surabaya dan Jogja saat musim hujan, justru lebih dingin di Surabaya. Tapi, jika musim kemarau, perlu persiapan kipas karena udaranya panas. Karakter panasnya lebih enak daripada Semarang. Jika di Surabaya, karakter panasnya menusuk dan tidak membuat berkeringat. Sehingga tidak mudah membuat masuk angin. Sedangkan, yang paling mengkhawatirkan adalah keberadaan nyamuk di Surabaya yang jumlahnya sangat banyak. Yang lebih ironis, nyamuk Surabaya kebanyakan gesit-gesit, kecil-kecil, dan jarang mengeluarkan suara yang keras. Sehingga, perlu membeli raket nyamuk yang ringan, dan memasang kasa nyamuk. Yang sedikit mengerikan adalah selokan atau sungai di Surabaya. Hanya ada satu tipe aliran sungai di Surabaya. Yakni air menggenang dan warnanya pun juga cuma dua. Yakni coklat atau kebiru-biruan.

Tempat Nongkrong
Ini juga yang sering ditakutkan anak muda Jogja jika pindah ke Surabaya. Di Surabaya tidak ada angkringan dengan harga yang terjangkau. Ceker, ndas pithik, sego kucing, wedang jahe membuat kangen dengan Jogja. Di Surabaya kebanyakan anak muda menghabiskan waktu dengan nongkrong di Warung Kopi (semacam angkringan, tapi tidak ada makanan khas angkringan. ada juga yang bentuknya mirip warung burjo). Ada banyak warung kopi di Surabaya. Tapi, dari beberapa warung kopi, paling enak disinggahi adalah Warung Kopi depan RSJ Menur. Di Surabaya juga tidak ada warung Burjo (Bubur Kacang Ijo) khas Sunda. sehingga tidak ada pilihan paket makan hemat. Burjo yang ada di Surabaya rata-rata khas Madura. Kampus sendiri jarang dipakai sebagai tempat mengobrol karena beberapa kampus tutup pukul 17.00.

Gereja dan Tempat Ziarah
Untuk Gereja, di Surabaya sebenarnya jaraknya tidak terlalu berjauhan. Umatnya juga banyak. Hanya saja umat-umatnya kurang eksis seperti di Jogja. Untuk di sekitar Unair dan ITS, ada 2 gereja yang saya kenal. Yakni Gereja Kristus Raja Tambaksari dan Gereja Santa Maria Tak Bercela Ngagel. Sedangkan di Jl Diponegoro ada Gereja Vincent A Paulo dan di samping SMA St. Louis ada Katedral Surabaya. Untuk tempat ziarah, kebanyakan umat Katolik Surabaya menggunakan Goa Maria yang ada di samping gereja. Goa Maria terdekat adalah Goa Maria Retno Adi Tumpang, Malang. Dan yang cukup jauh ada di Goa Maria Lourdes Puhsarang, Kediri.

Biaya Lain-Lain
Berikut ini akan dirinci biaya-biaya di Surabaya

Biaya kos :
rata-rata Rp 200.000-1.500.000 per bulan. Ada yang 1 kamar untuk ber-3. Ada juga yang ada fasiilitas AC, WiFi, Kamar Mandi dalam, listrik bebas (1,5 juta per bulan).

Biaya makan per hari:
antara Rp 20.000-25.000 per hari. Tergantung makanan yang dimakan dan banyaknya makan per hari.

Biaya kontrakan
Rp 15.000.000-30.000.000 per tahun. Rata-rata 3-5 kamar. Untuk yang 30 juta biasanya ada di komplek mewah dengan halaman yang luas.



1 komentar: