Senin, 29 November 2010

Penyetan Lamongan ELSA


Tak ada yang spesial ketika berjalan menyusuri Jalan Palagan Tentara Pelajar Yogyakarta dari Monjali ke utara sampai dusun Sedan. Seperti kota-kota lainnya, ruko yang terang benderang, sesekali ditemui anak muda tengah tethek (arti: duduk-duduk). Banyak sekali warung Pecel Lele menyajikan makanan khas mereka. Mulai dari selatan ke utara, di sebelah timur jalan ada Lamongan dan Pecel Lele Priangan Bandung "Ina Jaya". Kemudian ke utara sedikit, sebelah selatan sate Kambing Muda Sedan ada Pecel Lele ELSA. Tidak mencolok memang, agak tersembunyi. Tapi setidaknya sehari selalu menghabiskan setidaknya 3 ekor ayam dan 100 ekor lele. Belum tempe dan rempelo atinya.
Memang sebuah perjuangan yang berat merintis warung sederhana beromset keuntungan bersih hingga 200 ribu per hari. Mbak Elsa sendiri berasal dari Lamongan. Sedangkan suaminya asli Jogja. Mendirikan sebuah warung kecil. Dulu warungnya masih dengan ciri khas lamongan dahulu kala : pakai gerobak didorong dari rumah. Omzet tidak besar. Malahan cenderung sepi. Masih kalah dengan Ina Jaya yang menyajikan menu lebih lengkap : aneka penyetan, Pepes Ayam, aneka ikan bakar, aneka pepes ikan.
Kemudian, karena ada kenaikan harga secara drastis di Ina Jaya (Ketika itu saya ingat sekali, ayam goreng dari cuma 2.500 menjadi 4.500 sampai 6.000). Kemudian Ina Jaya mengalami penurunan pamor. Saya dan keluarga saya kemudian mencoba incip-incip warung penyetan lainnya. Satu-satunya yang cocok adalah ELSA itu tadi (dulu namanya masih belum ELSA. Kami menyebutnya Lamongan Sedan karena jual penyetan lamongan jualnya di Dusun Sedan). Saat itu omzet juga masih belum banyak. Pengunjung masih minimalis (saat itu AMP YKPN dan kampus disekitarnya masih mati, kekurangan mahasiswa). Kemudian perlahan-lahan menjadi ramai karena masakannya yang enak, harga yang terjangkau, dan tidak lupa sambal yang sangat khas tidak bisa diperoleh di warung lamongan manapun. Hingga saat ini telah berubah menjadi warung semi permanen yang tak kalah dengan warung-warung lainnya.
Untuk seporsi nasi telor tempe dan es Jeruk cukup membayar 8.000 saja. Sedangkan ayam goreng saat ini masih berkisar antara 4.500 hingga 5.500 dengan porsi makan yang sangat puas. Warung Mbak Elsa ini buka pukul 17.30. Tapi biasanya pukul 21.00 sudah habis-habisan. Bahkan pernah membebli pukul 20.00 saja sudah habis-habisan. Sebuah perjuangan yang dahsyat dari nol. Bahkan saat ini sudah memiliki beberapa cabang, terutama di Jogja sendiri sudah ada 3 warung yang dikelola saudaranya. Saya mencoba menggoda untuk buka di Surabaya. Jawabannya
"Halah, ngopo toh Mas mbukak nang Suroboyo. Nang kene wae wes cukup kok. Ben nek neng Suroboyo ki rejekine wong kono wae."(Halah, ngapain Mas buka di Surabaya. Disini saja sudah cukup kok. Biar kalau yang Surabaya itu rejekinya orang sana saja)
Sungguh sebuah jawaban yang diplomatis dan menggigit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar