Senin, 24 November 2014

Senioritas: Perlukah?

Sekian lama tidak menulis, saya akan menjabarkan apakah senioritas dan kepentingannya dalam dunia nyata.

Sebelumnya, dimulai dengan definisi senioritas. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online menyatakan bahwa senioritas memiliki arti 1) perihal senior, 2) keadaan lebih tinggi dalam pangkat, pengalaman, dan usia 3) prioritas status atau tingkatan yang diperoleh dari umur atau lamanya bekerja. Senior, masih menurut KBBI versi online, diartikan sebagai 1) lebih tinggi dalam pangkat dan jabatan kedinasan 2) lebih matang dalam pengalaman dan kemampuan 3) berada dalam tingkat sarjana bagi mahasiswa dan tingkat terakhir bagi pelajar SMU dan SLTP 4) lebih tua dalam usia bagi dua orang (ayah dan anak) yang sama namanya (famili).

Dalam tulisan ini, untuk lebih jelas dalam kesimpulan, akan saya sampaikan 3 buah kasus singkat.

Kasus 1: Kakak Damping dalam Perkuliahan
Suatu ketika di sebuah jurusan di sebuah universitas ternama, terdapat sebuah angkatan yang baru saja masuk. Untuk mempermudah di awal, termasuk sebagai booster dalam orientasi, dan mempermudah di akhir, terutama untuk perkuliahan nantinya, angkatan tersebut dibagi menjadi 10 kelompok kecil yang masing-masing kelompoknya berisi 5-6 mahasiswa baru. Masing-masing kelompok kecil tersebut dibimbing oleh 2-3 orang mahasiswa lama, yaitu mahasiswa yang berada 1 tingkat diatas mahasiswa baru tersebut. Dalam perjalanannya, kelompok kecil tersebut tidak sekedar menjadi lokasi modus bagi mahasiswa lama, tetapi menjadi sarana saling berbagi pengalaman kuliah di jurusan, hingga saling bertukar materi kuliah. 

Kasus 2: Komandan dan Prajuritnya
Suatu ketika, sebuah korps dalam sebuah angkatan bersenjata tengah bersiap untuk melakukan pencegatan terhadap kapal asing yang diduga menyelundupkan bahan-bahan terlarang dari luar negeri, dan secara kebetulan pula, komandan dalam korps tersebut adalah orang baru yang konon kabarnya kurang disukai oleh anggotanya karena gaya bicaranya yang keras, termasuk anggota korps yang baru dipimpinnya ini. Persiapan sudah matang, perencanaan telah dilakukan, dan korps segera berangkat menuju ke lokasi pencegatan. Saat proses pencegatan, karena memang sejak awal beberapa anggota korps tidak suka dengan komandannya, perintah komandan ada yang tidak ditaati. Pencegatan kacau balau karena ada anggota korps yang menaati perintah, ada pula yang tidak taat. Sehingga pencegatan batal dan pasukan ditarik mundur. 

Kasus 3: Perpeloncoan Mahasiswa Baru
"Ayo dek ngaku! Ngaku kalau ini semua salah kalian! Kalian bodoh dek!", teriak salah satu panitia kedisiplinan ospek di sebuah universitas. Tak berhenti disitu, karena mentang-mentang sudah menjadi panitia ospek, panitia tersebut berlagak sok-sokan ke adik kelas, terutama mahasiswa baru. Bahkan, kadang tak segan panitia tersebut mengusir mahasiswa baru yang sedang makan siang di kantin dan memakai tempatnya. Seiring berjalannya waktu, ternyata akhirnya panitia tersebut diselip oleh adik kelasnya tersebut. Adik kelas tersebut sudah lulus duluan, sementara si panitia masih belum lulus karena tidak lulus dalam beberapa mata kuliah.

Ketiga kasus di atas bukan merupakan kasus yang nyata terjadi, hanya merupakan analogi saja untuk semakin memuluskan pentingnya senioritas.

Pertanyaan selanjutnya setelah kita simak definisi dan cerita di atas: perlukah adanya senioritas? Perlukah senioritas itu? 

Melihat dari prinsip awal senioritas dilihat dari definisi, maka saya menegaskan bahwa senioritas itu adalah suatu hal yang perlu dan wajib dilakukan dimanapun itu berada. Sesuai dengan prinsip dasar dari senioritas adalah senioritas yang baik, dalam arti senior yang benar-benar membimbing juniornya (karena ada senior, pasti ada junior) ke dalam kebaikan-kebaikan dan kesesuaian-kesesuaian, terutama dalam lembaga yang dihuninya saat itu. Dalam kasus 2, coba bayangkan seandainya senioritas tidak diterapkan dalam lembaga militer, dalam artian petinggi tidak mutlak harus diakui dan dilaksanakan perintahnya oleh pimpinan, tentu ini akan sangat berbahaya dan masing-masing prajurit akan mengambil keputusan dan menyimpulkan kondisi sendiri-sendiri sehingga kondisi semakin kacau. Kasus 1 juga menunjukkan arti senioritas yang baik, membimbing mahasiswa baru agar dapat beradaptasi dan mempersiapkan diri dengan baik selama perkuliahan sesuai dengan jurusan yang dimaksud. 

Senioritas menjadi sebuah istilah yang identik dengan bullying, penyiksaan terhadap junior, dan sekat antar angkatan. Kata senioritas saat ini menjadi sangat melenceng dari arti kata resmi dalam KBBI. Hal ini didasarkan pada ketidakmampuan seorang senior untuk menangkap arti senioritas sendiri. Kebanyakan senior mentang-mentang memiliki jabatan, tingkatan, atau usia yang lebih tinggi kemudian menjadi sewenang-wenang terhadap junior dan seolah-olah 'berhak' melakukan segala sesuatu kepada juniornya. Hal ini biasanya karena kurangnya pemahaman terhadap hakikat senioritas: membimbing, mengajarkan, dan mengarahkan. Sehingga, tidak jarang dalam kata-kata senioritas, sering dikaitkan dengan perpeloncoan. Seperti dalam kasus 3 sangat nampak senioritas yang salah. Perasaan mentang-mentang sudah senior dan bisa bertindak semena-mena, sedikit banyak dipengaruhi oleh masa lalu. Masa lalu disini maksudnya adalah bagaimana sikap senior-senior mereka mendidik junior-juniornya. Misalnya perpeloncoan siswa SMA, biasanya juga terjadi karena siswa-siswa tingkat atas dulu saat ospek juga melakukan perpeloncoan bagi siswa baru. Akibatnya, hal ini menjadi sebuah tradisi yang sebenarnya tidak diperlukan. Bukan senioritas lagi dasarnya, tetapi arogansi dan perasaan semena-mena yang muncul.

Masing-masing dari kita senantiasa berkesempatan untuk menjadi seorang senior dalam setiap jenjang kehidupan kita. Lantas, bagaimana cara menjadi seorang senior yang dapat menjalankan sebuah senioritas yang baik? Caranya adalah dengan menjadi senior yang baik. Jika yang dikejar dari senioritas (menghormati dan menghargai yang lebih tinggi) hanyalah ingin dihargai, ingin disegani, dan ingin dihormati, sebaiknya disingkirkan dulu cara-cara yang seolah-olah membuat Anda dihargai. Cara-cara tersebut misalnya dengan marah-marah, membentak-bentak junior, sok-sokan superior, sombong, pamer, bicaranya tinggi, menyuruh sesukanya, memperbudak, sok tau, dan lain sebagainya. Dengan cara seperti itu, penghormatan yang seharusnya didapatkan malah jadi rasa jijik berlebihan dan malah menjadi rasa dendam yang bisa saja dilampiaskan kepada orang yang pangkat atau usianya lebih rendah daripadanya. Berlakulah sebagai senior yang biasa saja: bersikap biasa, berbicara biasa-biasa saja, tidak perlu sok-sokan, tidak perlu pecicilan, mengajari junior dengan bahasa yang enak, terbuka terhadap junior, meningkatkan komunikasi yang baik, dan bersikap sewajarnya saja. Dengan berlaku sebagai senior yang baik, maka akan terwujudlah pula senioritas yang baik pula. Hingga pada akhirnya, jadilah situasi dan iklim yang baik pula di lingkungan tempat kita bekerja atau belajar. Percuma sudah menjadi senior yang sok-sokan kepada junior, toh pada akhirnya junior juga akan jadi senior yang mungkin akan lebih baik, lebih tinggi, dan lebih baik daripada kita. 

Senioritas itu perlu. Namun menjadi senior yang baik, yang jauh dari arogansi, gila hormat, dan seenaknya sendiri lebih perlu dan lebih penting. Senioritas adalah 2 sisi kertas karbon. Gunakanlah sisi yang benar supaya tulisanmu di kertas baru bisa baik dan berharga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar