Minggu, 27 Mei 2012

Mengkritisi Kebijakan Lama: Plat Luar Jawa Timur Dilarang!!

Sebenarnya kebijakan ini kebijakan yang sudah lama yang pernah saya dengar. Mungkin sudah sejak pertama kali saya kuliah di Surabaya (2010). Namun, kebijakan ini kembali santer dan tetap dijalankan pada relnya dan menggelinding begitu saja tanpa ada perlawanan. Seolah-olah setiap orang takut kepada Polisi hanya karena wibawanya dan ototnya saja, tanpa mempertimbangkan esensi yang sebenarnya dari peraturan yang ada ini.
Awalnya, kebijakan yang saya dengar dari orang-orang tua di sekitar saya adalah bahwa kendaraan dengan plat luar Surabaya harus dibalik nama dengan plat dalam Surabaya. 1 tahun berlalu, isu ini hilang. Kemudian, baru-baru ini, meski sudah 6 bulanan, isu ini kembali merebak bahwa kendaraan plat luar Jawa Timur yang sudah 3 bulan menetap di kota-kota di Jawa Timur harus balik nama menjadi plat Jawa Timur. Kebijakan ini, meskipun telah sesuai dengan undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalulintas, terlalu berat sebelah dan tidak adil. Pertama, tidak adil karena hanya diberlakukan di Jawa Timur saja sementara daerah lain tidak atau belum memberlakukan hal ini, kedua tidak adil karena jangka waktu 3 bulan adalah jangka waktu yang sangat pendek dan tidak rasional untuk sebuah kata 'menetap dan tinggal' dalam sebuah wilayah. Ketiga adalah alasan yang sangat tidak rasional yakni untuk mendongkrak pendapatan daerah melalui kendaraan bermotor. Ini menunjukkan sekali bahwa Provinsi Jawa Timur sebagai provinsi yang tamak, haus uang, dan tidak memiliki sumber pendapatan lain yang bisa didapatkan dari hal yang besar manfaatnya, misalkan perdagangan dan kesehatan.
Kebijakan yang sangat berat sebelah ini terus menerus dilaksanakan saja, terutama oleh pihak Kepolisian Surabaya. Perlawanan dari kaum-kaum yang seharusnya dirugikan juga tidak muncul. Yang ada justru banyak orang menurut dan iya iya saja terhadap kebijakan ini. Kebijakan ini saya rasa cukup adil bagi orang Jawa Timur yang memang KTPnya Jawa Timur, namun membeli mobil dari luar Jawa Timur dan belum dibalik nama. Maka kebijakan untuk membalik nama menjadi kendaraan plat Jawa Timur adalah benar, apalagi domisilinya atau menetapnya di kota-kota di Jawa Timur. Bagaimana dengan mahasiswa dan pekerja kontrak yang bekerja dalam tenggang waktu hanya bulanan hingga maksimal 5 tahun untuk mahasiswa? Haruskah berganti plat nomor ke plat Jawa Timur? Bagaimana jika tidak ada saudara di Jawa Timur misalnya? Haruskah membuat KTP Jawa Timur juga kah? Saya rasa Dispenda Jatim dalam hal ini tidak memikirkan efek domino dan kelanjutan program ini. Kebijakan sepihak, tidak berpikir panjang, dan terkesan tidak melalui riset dan pendalaman materi yang lebih dalam lagi.
Misalkan saya saja yang asli DIY. Saya kuliah di Surabaya mungkin hanya akan selama 5 tahun saja (amiiiinn). Dengan kebijakan yang terlalu dipaksakan ini, maka saya harus membalik nama motor saya yang plat AB ini ke plat Jawa Timur (katakanlah AE, N, W, atau L karena saya hanya punya saudara di Madiun, Lumajang, Malang, Sidoarjo, dan Surabaya) hanya untuk jangka waktu 5 tahun, kemudian setelah itu sepeda motor saya bawa pulang ke Jogja dan menetap disana untuk jangka waktu sangat lama lagi sehingga harus berganti ke plat AB lagi. Bukankah sangat tidak efisien dan akan membuang nomor-nomor yang seharusnya bisa menjadi nomor aktif bagi kendaraan bermotor namun malah diputihkan/dibuang secara sia-sia? Jelas seperti pekerja kontrak yang hanya bekerja 1-2 tahun juga akan dirugikan dengan hal ini. Lama kelamaan, Jawa Timur yang sudah mendapat predikat sebagai kota Pendidikan (Malang) dan Kota Bisnis (Surabaya) akan kehilangan kenyamanannya karena hal yang sangat dipaksakan ini.
Jika kebijakan ini untuk meningkatkan pendapatan daerah, oke lah bisa disetujui. Namun, perlu ditinjau kembali, 10-15% kendaraan plat luar Jawa Timur itu sebanyak apakah dan sejauh manakah mendongkrak PAD bila dibandingkan dengan meningkatkan sektor bisnis dan pariwisata misalnya? Perlu dikaji lagi bukan bapak-bapak yang terhormat? Pertanyaan saya selanjutnya, apakah dengan plat-plat luar Jawa Timur dibalik nama menjadi plat Jawa Timur, misalkan saya ambil kasus di Surabaya, plat non-L berganti dengan plat L, apakah jalanan yang saya lalui di Surabaya ini akan menjadi mulus? Jika demikian, saya akan dengan sukarela mengganti plat saya. Kenyataannya, saya sudah 2 tahun dan amat sangat banyak mahasiswa yang berhasil dibohongi oleh warga sekitar yang mengatakan "Dik, sebaiknya platnya diganti plat L saja daripada kena tilang di Surabaya." dan boleh dikatakan pendapatan pajak untuk jalan raya seharusnya sudah meningkat cukup banyak, namun tidak ada sama sekali jalan di Surabaya yang mulus dan nyaman untuk dilalui. Mungkin yang sedikit, sedikit lho, nyaman dilalui adalah jalan MERR dan ruas Jl A. Yani saja. Perbaikan pun tidak dilakukan. Pernah sih, di Jl Dharmawangsa daerah perempatan Jl Moestopo. Tapi hanya setengah jalan saja yang diaspal dan menambah ketidaknyamanan berkendara di Surabaya. Sekali lagi, saya mempertanyakan kebijakan ini. Uang ini digunakan untuk memperbaiki infrastruktur jalan, atau dimakan sebagai gaji buta bapak-bapak yang membuat kebijakan ngawur ini?
Jika kebijakan ini diterapkan untuk mengurangi jumlah kendaraan di Jawa Timur, khususnya Surabaya, maka jawabannya bagi saya adalah nol besar dan omong kosong. Dengan demikian, catatan jumlah kendaraan bermotor di Surabaya (dalam hal ini saya berbicara mengenai kota yang sangat mendesak kebutuhan pengurangan kendaraan bermotornya) akan semakin melonjak. Justru tidak semakin berkurang. Lain halnya jika plat luar Jawa Timur dilarang beredar di Jawa Timur dan tidak diperbolehkan balik nama. Diikuti dengan pembatasan pembelian kendaraan bermotor dan sebelumnya didahului dengan sistem transportasi yang baik, tertata, dan berangkat secara reguler sesuai dengan waktu yang ditentukan dengan kapasitas yang mencukupi.
Kebijakan ini, terkait pula dengan UU no 22 th 2009 ttg Lalulintas, perlu dikaji ulang dan perlu dilakukan revisi. Ada syarat-syarat tertentu. Apalagi sesaat setelah ini orang tidak akan bisa membuat KTP dobel hanya untuk kepentingan balik nama karena sudah akan ada E-KTP. Perlu diperlengkap pula ketentuan bagi mahasiswa, sekalipun balik nama dikatakan gratis namun tetap akan memberatkan dan tidak adil. Orang kemudian menjadi ogah pergi ke Jawa Timur karena isu ini dan tujuan yang diharapkan dari Dispenda pun niscaya tidak akan terwujud.
Jika polisi hanya berhak mengingatkan, dan dispenda hanya mengatakan "Ya maaf jika nanti dari teman-teman Kepolisian akan menghentikan Anda yang berplat Luar Jawa Timur sejenak dan menghimbau untuk berganti plat. Maaf juga jika nanti Anda harus terganggu karena berkali-kali dihentikan, Anda bosan dan segera berganti plat..." maka saya akan tetap kekeuh untuk tidak berganti plat nomor dan mempertahankan plat nomor saya yang AB ini hingga saya selesai kuliah atau sampai KTP saya berganti menjadi KTP Surabaya. Selama KTP saya masih KTP Jogja, maka kendaraan saya masih akan tetap plat AB terkecuali ada urusan yang lain dan atas inisiatif pribadi. Maaf pak, Anda berurusan dengan orang ndableg. Dan maaf juga jika plat Jawa Timur di Jogja juga amat sangat banyak sekali (kalau bicara persentase, bisa dikatakan diatas 20%). Maka, kalau saya gubernur DIY, saya pun juga berhak mengusir secara halus kendaraan-kendaraan tersebut atau memonopoli kendaraan tersebut hanya untuk demi peningkatan PAD propinsi saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar