Kamis, 05 Januari 2012

Ada Apa Dengan Produk Indonesia?

Menilik Indonesia, tentu sangat beragam jenis produk yang dihasilkan oleh dalam negri. Sesungguhnya, betapa besarnya negri ini, dan sesungguhnya pula, negri ini mampu menjadi sebuah negri yang digdaya dengan sumber daya alam yang melimpah dan pemikiran-pemikiran manusianya yang sangat dahsyat. Sayang pemikiran yang dahsyat tersebut tidak diikuti dengan perkembangan mentalitas yang mendukung semuanya.
Masih teringat di benak kita, bahkan baru beberapa hari yang lalu, Walikota Jokowi yang super menggunakan mobil bermerk Kiat Esemka yang diproduksi oleh SMKN 2 Solo bersama partner Kiat Motor. Saya katakan Pak Jokowi yang super bukan karena saya memihak secara penuh kepada Pak Jokowi, melainkan karena prestasinya dalam membangun kota Solo, yang hanya dalam jangka beberapa tahun mampu memiliki sebuah ciri khas sebagai kota yang layak dikunjungi (Sepur Kluthuk Jaladara, Bis Tingkat, Rail Bus Solo, Batik Solo Trans, dan tak lupa Solo Batik Carnaval). Sebenarnya, jauh sebelum mobil Esemka tersebut dirakit dan dipopulerkan seperti saat ini, sudah banyak sekali produk buatan dalam negri, terutama yang berhubungan dengan dunia transportasi.
Pada masa-masa awal 2000 sempat dipopulerkan sepeda motor dengan merk Nasa yang notabene juga merupakan buatan dalam negri. Begitu juga dengan Daiheiyo yang desas-desusnya merupakan buatan dalam negri. Di dunia otomotif pun tak kalah majunya. Sempat juga dibuat berbagai jenis mobil yang merupakan buatan dalam negri dengan kapasitas mesin beragam, mulai dari 150 CC hingga 1500 CC, diantaranya adalah mobil GEA produksi PT INKA Madiun. Sekitar tahun 2004, sempat pula dipopulerkan kendaraan KANCIL yang konon katanya saat itu berfungsi untuk menggantikan bajaj yang polusinya sangat tinggi. Bahkan, pada kisaran tahun 2000 keatas, Indonesia telah mampu memproduksi chasis bis sendiri yang dinamakan Komodo. Chasis tersebut, sampai saat ini masih digunakan pada Trans Jakarta dengan spesifikasi chasis bus gandeng, dan juga sampai saat ini masih digunakan oleh PO Sumber Alam Jogja-Jakarta dan PO Pratama dengan spesifikasi chasis overhang panjang (mirip Volvo) jurusan Klaten-Jakarta.Bahkan, untuk kualitas mesin Komodo ini, bisa dikatakan lebih baik daripada mesin Hyundai yang, menurut salah satu PO di Mojokerto, hanya mampu bertahan 2 tahun saja. Tak hanya industri kendaraan. Bahkan dunia fashion pun Indonesia juga tak kalah majunya. Sepatu-sepatu yang ada di Hush Puppies seharga 1,9 juta itu, mungkin hanya seharga 800 ribu saja jika kita memesannya di Sentra Kerajinan Kulit di Magetan atau Dusun Manding, Bantul, DIY. Juga industri garment yang sedemikian pesatnya dengan hasil yang bagus. Indonesia, ternyata tidak hanya pandai memproduksi rokok saja.
Sebenarnya, dalam industri demikian ini Indonesia lebih maju. Namun, kenapa negara kita tak kunjung maju juga? Lebih tepatnya pertanyaan ini dijawab mengenai hubungan antara rasa bangga dan menghargai produk buatan asli dalam negri. Masalah industri kendaraan semacam ini saja lah. Betapa tidak, ketika Pemerintah Malaysia beramai-ramai menggunakan mobil Proton, yang merupakan asli buatan Malaysia sebagai mobil dinasnya, Indonesia justru beramai-ramai dengan bangga membeli mobil buatan non Indonesia, Toyota Camry, seharga bermilyar-milyar rupiah. Dengan beragamnya industri kendaraan di Indonesia ini, seharusnya juga memicu banyak kalangan memanfaatkan produksi dalam negri ini.  Sebenarnya yang ditakutkan oleh banyak orang, ketika menggunakan kendaraan produksi dalam negri adalah mengenai standarnya. Benar juga apa yang dikatakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, bahwa perlu dilakukan cek kelayakan. Baik itu kelayakan jalan, maupun uji emisi. Seandainya, pemerintah pun juga mendukung hal ini, pasti berbagai langkah strategis juga akan dilakukan oleh pemerintah sendiri terkain memuluskan jalan untuk kendaraan buatan dalam negri. Misalnya, mempermudah proses uji kelaikan jalan dan uji emisi tanpa harus mengurangi atau menurunkan standar yang ada selama ini. Syukur-syukur standar yang diterapkan merupakan standar menengah-tinggi sehingga masyarakat lebih percaya. Selain itu, juga mendukung keberadaan kendaraan produksi nasional, misalnya dengan biaya pajak yang jauh lebih murah, dan meningkatkan pajak produk buatan/pabrikan non Indonesia meskipun pabrik perakitannya di Indonesia. Dengan menggunakan kendaraan produksi nasional, selain lebih murah dengan kualitas yang baik, juga dapat menyumbang devisa negara. Perlu dikembangkan pemikiran, buat apa sih pakai produk luar negri? Bangga pakai BMW? Tuh, sparepartnya mahal, pajaknya juga mahal. Bangga pakai Alphard Velfire tapi kalau beset sedikit gara-gara diserempet becak mencak-mencaknya langsung melebihi Adolf Hitler mencak-mencak? Dan masih bangga pakai produk-produk luar negri lainnya tapi kalau kena air hujan sedikit marah-marahnya minta ampun.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai buatan asli bangsanya sendiri. Bangga dengan Indonesia, tidak hanya sekedar mengibarkan bendera merah putih dan menggunakan baju batik saja. Melainkan, menggunakan pula produk buatan dalam negri. Apa sih yang Indonesia tidak mampu? Produksi mobil saja sudah bisa. Pesawat terbang juga bisa produksi sendiri. Kereta api pun juga demikian, bahkan sudah melahirkan 1 teknologi baru; Kereta Rel Diesel Elektrik yang digunakan pada KA Prambanan Express Kutoarjo-Solo, KA Pandanwangi Solo-Semarang. Chasis bis? Chasis Komodo dengan kapasitas besar pun juga telah diproduksi, dan Trans Jakarta dengan bangga telah menggunakannya sebagai bis Trans Jakarta. Maka, jangan sampai sindiran-sindiran nyinyir itu muncul lagi, "Produksi pesawat terbang di negri sendiri kok malah hasilnya dijual ke negara lain? Justru negri sendiri tidak menggunakannya?" Takut? No way. Say yes to Indonesia! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar