Rabu, 29 Juni 2011

Pemandulan itu Berasal dari Kita Sendiri

Terdengar berbagai kabar miring mengenai dimulainya pemandulan umat-umat Katolik di Indonesia. Entah itu melalui universitas maupun melalui lembaga lain yang mulai banyak menyingkirkan umat Katolik secara perlahan-lahan. Salah satu universitas negri di Jawa Timur sudah mulai nampak memecah belah persatuan mahasiswa Katolik sendiri, secara kasarnya bisa dibilang demikian. Juga beberapa undang-undang, salah satunya adalah Undang-Undang Sisdiknas yang semakin menggencet keberadaan sekolah-sekolah Katolik. Sebenarnya ancaman yang demikian ini tidak seberapa menakutkannya bila dibandingkan dengan kenyataan yang ada di dalam gereja sendiri. Bahwa perlu banyak diketahui bahwa pemandulan itu sendiri, yang sangat menakutkan, justru terjadi dari dalam gereja sendiri, melalui umat-umatnya dan bahkan melalui gerejanya sendiri.
Mungkin kalimat terakhir paragraf diatas sangat mengejutkan dan banyak yang tidak terima. Tapi itulah kenyataannya. Pemandulan saja sudah mulai terlihat di berbagai sekolah, mulai jenjang SMP sampai dengan SMA. Di sekolah-sekolah negri, terutama, sudah diadakan pelajaran Agama Katolik. Tapi yang terjadi, justru kebanyakan jam pelajaran adalah jam kosong yang tidak diisi dengan pelajaran agama. Jika ada yang mengisi pun, tidak pernah menyerempet menyenai ajaran-ajaran Agama Katolik sendiri, justru basisnya lebih berada pada religiositas yang mengutamakan interaksi antar umat beragama dan masalah yang dipandang dari berbagai sudut agama. Begitu juga dengan sekolah-sekolah swasta Katolik yang seharusnya banyak menanamkan ajaran Katolik, justru menggantinya dengan Religiositas. Apa relevansinya dengan pemandulan umat Katolik sendiri? Masa-masa SMP dan SMA merupakan masa yang sangat rentan. Bahasa umum mengatakan bahwa masa-masa tersebut adalah masa yang sangat labil. Pertengahan antara akan ditinggalkannya masa-masa anak-anak dan akan masuk pada masa dewasa. Kecenderungan yang terjadi, apa yang ditanamkan pada masa anak-anak akan mulai dilupakan dan ditinggalkan. Penanaman kembali pedagogis dalam masa-masa labil ini sangat penting. Apalagi mengingat penanaman akan ajaran gereja pada anak-anak sudah mulai merosot (yang mana ini merupakan akibat perubahan di berbagai sisi mental anak-anak yang dewasa lebih cepat). Maka, ajaran pedagogis agama Katolik pada masa-masa tersebut sangatlah diperlukan. Akibatnya, saat ini pemahaman remaja terhadap iman dan ajaran agama Katolik sendiri menjadi lemah. Cek saja secara random kepada anak SMP-SMA yang beragama Katolik. Ketika ditanya siapakah Yesus Kristus? tentu jawaban mereka tidak akan lebih dari satu doa Aku Percaya syahadat singkat, dan mereka tidak tahu menahu lebih dalam. Boro-boro ditanyai mengenai Tri Tunggal Mahakudus. Mengenai peristiwa dalam Rosario saja mereka belum tentu tahu. Sebenarnya ada banyak sekali yang perlu diajarkan. Dimulai dari yang terkecil saja, mengenal santo-santa pelindung mereka, siapa Yesus, Bunda Maria, Tri Tunggal Mahakudus, mengenai liturgi, bahkan mengenai Hukum Kanonik secara garis besar. Ini tidak diajarkan pada masa-masa tersebut. Ya wajar saja ketika pengetahuan dan pendalaman iman terhadap agamanya sendiri saja masih sangat rendah, mereka akan sangat mudah berpindah keyakinan. Bahkan fenomena yang banyak terjadi adalah berpindah keyakinan karena 'kecanthol' pasangannya yang berbeda keyakinan. Ini sebagai sebuah dampak dari tidak kuatnya pemahaman pedagogis Agama Katolik sendiri.
Yang kedua pelemahan itu timbul dari umat-umat Katolik sendiri. Umat Katolik mau pergi ke gereja kalau hanya ada acara makan-makannya atau bila hanya ada musik yang ngejreng dan meriah, tanpa mendiskreditkan suatu aliran tertentu dalam gereja, mengutip dari Kothbah Romo Zen dalam peresmian rumah Dokter C. Ini juga merupakan sebuah pemelencengan makna yang sangat berbahaya. Umat Katolik hadir ke gereja tidak lagi merindukan kehadiran Yesus Kristus yang sudah memberi mereka kehidupan. Mereka datang ke gereja karena lapar, karena ingin cuap-cuap dan bergosip ria dengan kawan-kawannya, mereka datang hanya ingin mendengarkan suara musik yang meriah dan berjoget. Jika demikian, esensi sebuah gereja akan berubah. Gereja tidak akan lebih dari sebuah pasar malam yang menghadirkan bintang tamu dangdut koplo OM Sera! 
Sebelum mengkritisi keluar, tentu mengerikan melihat ke dalam diri kita sendiri. Keresahan kita selama ini hanya melihat diluar saja sementara di dalam kita sudah mengerikan. Seperti ketika kita melihat borok yang berada di kulit, tapi ternyata nanah sudah tertimbun dengan banyaknya di balik borok tersebut. Luarnya memang mengerikan, tapi dalamnya lebih mengerikan lagi. Saya hanya meyakini satu hal saja terhadap kondisi seperti ini. Ketika pembangunan mental dan spiritual muda-mudi Katolik benar-benar berhasil, maka niscaya berbagai ancaman pemandulan agama kita ini dari luar akan sangat dengan mudah ditaklukkan. Maka, peran serta berbagai organisasi muda-mudi Katolik, PIA, Misdinar, Mudika, KMK, dan tentu tak lepas dari peran orang tua yang membimbing anak-anaknya. Bahwa idealisme organisasi tersebut dan idealisme orang tua untuk menegakkan kembali keimanan Katolik sangat diperlukan, untuk kelangsungan hidup menggereja di Indonesia sendiri. 

1 komentar: