Kamis, 07 April 2011

Banyak Tugas, Belajarkah?

Tuntutan pelajar atau mahasiswa saat ini sangatlah beragam. Tuntutan paling kentara adalah banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Setidaknya, siswa kelas XII memiliki beban 12 mata pelajaran yang didistribusikan pada 6 hari efektif. Bayangkan bila tiap harinya saja ada 1 tugas saja, maka dalam 1 minggu ada 6 tugas yang harus diselesaikan. Begitu juga dengan kuliah dengan beban 21 SKS tiap semester, dan hampir tiap mata kuliahnya memiliki tugas dengan bobot yang berbeda. Pertanyaannya, apakah segala tugas tersebut membuat siswa atau mahasiswa belajar atau menjadi lebih paham akan materinya?
Sepertinya, jika sistem tugas ini dibebankan pada tiap mata kuliah atau mata pelajaran, tidak akan pernah yang namanya seorang siswa belajar lebih sesuai dengan yang diharapkan dari pembuat tugas. Pembuat tugas pasti akan berpemikiran bila seorang siswa diberikan tugas yang banyak, maka ia bisa belajar dari tugasnya. Sayangnya, ini tidak terjadi. Tiap mata kuliah atau mata pelajaran diberikan tugas masing-masing satu, maka ini artinya akan sangat banyak tugas. Banyak tugas berarti siswa atau mahasiswa yang bersangkutan hanya akan berorientasi pada selesainya tugas tersebut. Perkiraan yang disampaikan oleh pemberi tugas akan meleset. Harapan jika mahasiswa atau siswa akan belajar lebih banyak melalui tugas tersebut meleset dan yang menjadi target pengampu juga akan meleset. 
Orientasi yang berkutat hanya terselesaikannya tugas ini sangat berbahaya. Budaya copas (copy paste) menjadi merebak selama ini. Berbagai macam sumber yang telah tersedia serta sarana dan prasarana yang lengkap membuat semacam budaya ini menjadi menjamur. Orientasi pada terselesaikannya tugas hanyalah berorientasi pada terselesaikannya tugas, dengan mengabaikan esensi dari tugas tersebut agar si pembuat tugas menjadi lebih paham materi yang disampaikan melalui tugas tersebut. Ini sangat berbahaya bagi perkembangan pendidikan. IPK atau nilai akhir menjadi baik, karena tugas terselesaikan semua. Tapi, ketika dilakukan tes, hasilnya blank semua karena pengerjaan tugas hanya berorientasi pada terselesaikannya tugas, bukan sejauh mana ia paham akan topik yang sedang dibahasnya.
Aspek positifnya? Tentu saja siswa atau mahasiswa dibiasakan mengatur waktu dan berbaur dengan kegiatan-kegiatan lain. Setidaknya, bila bisa mengatur waktu dengan baik, maka orientasi pada terselesaikannya tugas ini tidak kentara. Yang ada justru rasa untuk ingin memahami pekerjaan apa yang sedang ia kerjakan.
Apakah sistem multi-tugas seperti ini baik diterapkan di Indonesia? Jawabannya ada pada diri sendiri, dan lihatlah lingkungan sekitar. Lihat kesesuaiannya, bandingkan buktinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar