Sabtu, 06 November 2010

F1 GOES TO PENDOWO

Sore itu suasana masih genting. Bukan karena hujan abu atau hujan kerikil. Tapi masalah 176 bungkus nasi yang belum dapat didistribusi di Posko Nandan. Kami mencoba menghubungi Van Lith, dan beberapa pengungsian lainnya. Ternyata semuanya telah penuh. Baru pukul 19.05 mendapat kepastian kemana nasi-nasi tersebut akan dikirim : Balai Desa Pendowoharjo.
Transportasi berupa Honda Accord Prestige '88 sudah siap. Kali ini saya bertugas sebagai driver, ditemani teman saya Andre dan Mbak Dewik. Lebih kurang 8 plastik besar berisi bungkusan nasi dibawa. Pukul 19.15 sudah lepas dari Posko Nandan. Perjalanan langsung saya lakukan secara ngebut untuk mengejar deadline karena batas makan malam lebih kurang pukul 20.00. Mobil tua ini terpaksa saya pacu hingga 110 km/jam di jalanan yang masih berabu dan basah. Zig-zag kanan kiri pun menjadi sering saya lakukan agar cepat sampai tujuan.
Lebih kurang 15 menit kemudian sudah tiba di depan kapel Pendowoharjo. Kami bertanya pada warga sekitar, dan ternyata memang kami terlalu ke utara. Kami memutuskan untuk berputar di tempat itu juga. Saya langsung belok agak kanan dan memundurkan mobil. Begitu mundur agak jauh, tiba-tiba laju mobil semakin kencang dan terdengar suara 'dugg' yang sangat keras. Beberapa detik kemudian mobil miring ke kanan. Saya menyadari kalau mobil saya 'njegur kalen'. Teman-teman saya segera mencari bantuan untuk mengangkat mobil saya. Kurang dari 10 menit, mobil saya sudah berada di jalanan kembali. Setelah mengucapkan banyak terima kasih, kami langsung menuju ke Pendowoharjo.
Sesampainya disana, kami langsung memarkir mobil dan turun ke sekretariat. Kami terlebih dahulu mengenalkan diri kemudian menawarkan nasi bungkus tersebut. Ternyata bisa. Kami langsung dengan semangat menurunkan 8 plastik berisi nasi bungkus tersebut ke posko, dan melakukan pendataan diri untuk kelengkapan administrasi pengungsian.
Pengungsian ini sebenarnya adalah sebuah balai desa. Kecil, tua, dan sedikit kumuh. Tanahnya sangat becek. Informasi terakhir yang didapat, tempat ini telah menampung 4000 orang. Sekitar 800 orang diperkirakan akan datang kembali ke pengungsian ini. Saat kami datang pukul 19.30, pasukan TNI yang berencana membangun dapur umum baru saja datang. Sehingga pasokan logistik untuk makan malam menjadi tersendat. Meskipun begitu, perlu disyukuri bahwa di tempat tersebut sudah ada dapur umum untuk mengcover keperluan pengungsi.
Setelah selesai kami langsung pulang. Perjalanan pulang ini lebih serasa naik jet coaster. Handle rem tangan harus digunakan karena mesin sering mati kalau tidak di gas. Karena sudah mangkel duluan di Beran gara-gara ada plat B dan plat AA Magelang seenaknya, akhirnya perjalanan menjadi zig-zag patah yang membuat geol kanan geol kiri. Sampai di jombor bertemu plat AB Kulonprogo lebih kurangajar lagi. Ketika akan nyelip, saya ngedim dan nyalakan lampu sein, tidak diberi. Ketika saya menyelip, mobil itu ikut-ikutan kenceng. Akhirnya dengan segenap kedongkolan saya, saya beranikan ambil kiri, lalu tak selang lama mobil itu juga ikut ngegas. Tak ingin berkonfrontir lebih lama, saya banting stir saya ke kiri, sementara bagian bagasi saya masih ada di bagian bumper depan mobil yang saya selip itu. Mobil itu kelabakan dan alhasil ngerem ndadak dan menjadi kagol. Setelah itu mobil saya pacu kembali sampai 120 km/jam di ringroad dan tiba di posko kembali dengan super selamat, meskipun beberapa nyawanya 'kecer' di jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar