Minggu, 17 Oktober 2010

MALL BARU KEMACETAN BARU

Grand City, sebuah Mall bergengsi dan ruang pertemuan berkelas internasional baru saja dibuka beberapa minggu lalu. Mall yang sangat megah ini berada tepat di samping Stasiun Surabaya Gubeng.
Bisa dibilang baru beberapa hari dibuka saja sudah menimbulkan kemacetan. Arus lalu lintas menjadi kacau karena akses masuk berada tepat diujung persimpangan sebuah pertigaan. Lagi-lagi yang menjadi dampaknya adalah kemacetan di pintu masuk. Dimana kemacetan ini akan membuat akses pengendara kendaraan bermotor dari simpang arah utara yang ingin bergerak ke arah selatan (Surabaya Plaza, Plaza Mandiri) menjadi kesulitan karena harus memotong antrian mobil yang ingin masuk ke Grand City. Problemanya saat ini adalah bagaimana mengatur lalulintas di sekitar Mall agar tidak terjadi kemacetan.
Hal serupa tidak hanya terjadi di Surabaya, sebagai sebuah kota Metropolitan kedua di Indonesia yang kini tengah memantabkan posisinya di dunia perdagangan. Peristiwa ini pernah terjadi di Yogyakarta, dan sampai saat ini masalah belum terselesaikan. Ada tiga kasus di Yogyakarta yang selalu menjadi pengamatan mata saya. Yang pertama adalah Malioboro Mall, yang kedua adalah Ambarrukmo Plaza, dan ketiga adalah Saphir Square.
Untuk kasus pertama, ini terjadi sudah sejak jaman baheula. Ketika itu suasana belum semacet sekarang ini. Sekarang kemacetan merajalela, terutama ketika masuk Jalan Malioboro dari Hotel Inna Garuda hingga selatan Malioboro Mall. Kemacetan di tempat ini penyebabnya bermacam-macam. Mulai dari banyaknya penyeberang jalan yang serampangan, taxi yang berhenti sekehendaknya, hingga mobil yang antri masuk ke parkir basement karena parkir penuh.
Kasus yang kedua baru mencuat tahun 2006, awal mula Ambarrukmo Plaza didirikan. Problema yang ditakutkan kala itu adalah masalah limbah. Namun, sudah ada penyelesaian dari pihak plaza. Masalah yang timbul saat ini adalah kemacetan. Hanya ada 3 permasalahan saja. Yakni kesemrawutan parkiran dan pengaturan lalu lintas keluar dari Plaza dan juga ada banyak sekali orang yang menyeberang (dari catatan saya dan pengalaman saya, jika menyeberang di depan Plaza Ambarrukmo perlu siap-siap untuk mati karena kendaraan yang lewat di jalan tersebut melaju dengan sangat kencang dan jarang ada yang rela mengalah). Apalagi Ambarrukmo Plaza ini memang berada di jalur protokol yang sangat ramai.
Yang ketiga adalah Saphir Square. Awal mulanya tidak terlalu ramai. Problem yang muncul adalah masalah parkiran yang mudah penuh, sehingga sering terjadi antrian mobil di pintu masuk dan keluar. Apalagi jarak mall ini hanya lebih kurang 100 meter dari lampu lalulintas. Tentu ini sangat mengganggu.
Dari sekian kasus diatas, maka perlu ditilik lagi kesiapan lalulintas tempat mall berdiri lengkap dengan prediksi jangka panjangnya. Jangan sampai pendirian mall bukannya menjadi sarana perdagangan yang dapat meningkatkan omzet pendapatan daerah, melainkan menjadi sumber kemacetan daerah. Perlu dilihat lagi kapasitas parkir dan perkiraan pengunjung. Juga perlu ditilik lagi lokasi pintu masuk dan keluar. Apakah sudah ada di tempat yang strategis dan sukar menimbulkan kemacetan, atau misalkan sekalian saja tidak boleh didirikan mall dengan alasan mengikutsertakan segala keburukan mall. Untuk statement terakhir bisa dicontoh Kabupaten Bantul, DIY yang melarang didirikannya mall maupun swalayan (terbukti sampai sekarang di Bantul tidak ada yang namanya mall). Atau mungkin juga solusi bagi penyeberang jalan adalah dengan membuat underpass maupun jembatan penyeberangan, sehingga pengunjung yang berjalan kaki merasa aman dan nyaman. Semuanya adalah tergantung pemerintah dalam menyikapinya dan bagaimana masyarakat menjalankannya dengan penuh kesadaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar