Selasa, 07 April 2015

Asu Terancam, Asu Diagungkan

Sekian lama pamor asu mulai meredup karena kekuasaan kucing di negeri asu, kali ini pamor asu kembali naik lagi. Bak pamor Farhat Abbas yang kembali naik setelah nyinyir sana nyinyir sini, kali ini pamor asu kembali terdongkrak. Bukan karena ada hasil ras unggul baru seperti Husky mix Samoyed mix Labrador mix Rotweler, atau kampung mix kampung. Tetapi, ini karena SENGSU!

Semenjak kucing-kucing ras unggul berkuasa, kiprah asu di pemerintahan semakin turun. Otomatis otoritas tidak lagi di tangan asu. Asu-asu unggul menjadi tidak berkuasa. Ras Husky yang sebelumnya bak raja diraja di pemerintahan, sekarang pating tlecek di jalanan. Tambah lagi ras-ras lokal semakin terpinggirkan, tersisih. Asu-asu banyak yang jadi pengangguran, homeless. Karena sudah tidak lagi berkuasa, pun pemilik-pemilik asu mulai membuang asu-asu kumal ke jalanan, lalu menggantinya dengan kucing-kucing yang lucu-lucu tapi juga asu kelakuannya. Tidak kalah asu dengan asu-asu yang dibuang tadi. Memang semenjak kemunduran era kepemimpinan asu, para asu kurang tersentuh pendidikan formal yang baik. Sudah tidak lagi diajarkan tentang attitude menjadi asu yang baik dan lucu, tapi kurikulumnya berubah jadi sekedar pokoknya apal dan pokoknya lulus, bagaimanapun caranya. Makanya jadilah asu-asu yang homeless ini. Sebagian jadi pengemis -tapi bisa punya rumah tingkat dan bagus, sebagian lagi pilih jadi begal dan gondhes. 

Sebagian lagi asu-asu homeless yang sudah tua bernasib kurang mujur: berakhir di wajan alias menjadi Sengsu, tongseng asu. Seiring bertambahnya usia bumi, bertambah pula usia asu-asu, dan semakin banyak pula asu yang nasibnya berakhir di wajan. Era kekuasaan kucing belum berakhir, sehingga kesempatan mengembalikan kejayaan asu sepertinya masih jauh.

Sampai warung sengsu semakin marak, karena daging asu memang rasanya enak seperti kambing, asu-asu ini mulai terancam. Ya terancam karena satu persatu di antara mereka yang homeless ini perlahan-lahan hilang dari peredaran dan tak kan kembali.

"Ro, si Rocky itu kemana ya Ro?" Tanya Moli kepada Shiro, dua-duanya ini asu jenis kampung, homeless karena juragannya sekarang lebih memihak ke si kucing Anggora dengan sertifikat yang harganya sak bajek kere itu.
"Kemarin masih ada e Mol, denger-denger sih, dia dipukul sama manusia di blok A, terus dimasukkan ke karung gitu."
"Waduh, lha kalau gitu tobat toh, pasti nasibnya berakhir di wajan itu. Kita harus waspada!"
"Iya, waspada kita dobel. Sudah teman kita ada yang jadi begal, sekarang manusia juga jadi begal."

Kegelisahan asu-asu ini mendunia. Bahkan asu ras unggul pun akhirnya tergugah hatinya. Gelombang kegelisahan ini terdengar pula di kalangan manusia. Kaum kucing, yang notabene adalah golongan pemimpin, tetap bergeming karena menganggap asu ini cuma bagian rakyat jelata. Biasa lah, pimpinan sih si kucing itu, bukan pemimpin. Makanya ada aspirasi apapun tidak akan pernah didengar.

Manusia yang sok pahlawan kesiangan ini mulai membela si asu dengan berbagai embel-embel. "Jangan makan Asu curian!", "Sengsu tidak layak untuk konsumsi publik" dan lain sebagainya. Untuk sementara waktu posisi para asu aman karena jumlah asu yang hilang semakin sedikit.


Untuk sementara waktu, asu aman, tetapi lama kelamaan asu malah gelisah sendiri. Bukan karena sudah tidak ada yang memburunya, tetapi karena lama kelamaan manusia-manusia yang membela asu-asu ini malah over akting sendiri-sendiri. Ibarat film superhero, masing-masing lakon manusia berusaha menjadi The Avengers, sok-sok an saling melengkapi, padahal kepentingannya sendiri-sendiri.

"Manusia ini nggenah atau tidak sih membela kita?" Celetuk seorang mantan anggota DPR Perasuan kepada mantan Presiden Perasuan
"Saya turut prihatin, saya kan jadi bingung mana yang asu beneran dan mana manusia yang asu." Ucap mantan presiden perasuan ini
"Lantas, kenapa Anda berucap seperti itu pak?"

"Ya kita lihat saja polah manusia-manusia ini. Untuk membela asu saja mereka bertindak seolah-olah masing-masing merasa benar sendiri."
"Memang super manusia itu pak, tidak seperti kita golongan asu ya pak"
"Ya memang manusia ditakdirkan untuk menguasai seluruh isi bumi kok, makanya sudah seharusnya mereka ini super, bukan asu!"

"Wah, keras sekali bapak mantan presiden ini." Sahut mantan ketua MPR Perasuan yang pernah dimakzulkan karena pemalsuan sertifikat stambum.
"Lha yes no, harus keras. Kita sebagai asu harus menggonggong, harus mengingatkan juragan kita yang manusia ini supaya tidak semakin keblinger. Boleh aksi, tapi harus santun" Sahut mantan presiden
"Lha gimana pak pres, ini jelas sudah lebih keblinger lagi ini berita di koran." Mantan Panglima Angkatan Bersenjata Perasuan yang sejak tadi baca koran menyahut pembicaraan.
"Ini di koran lho, malah manusia lagi sibuk memikirkan peraturan untuk melarang peredaran daging asu, untuk mengontrol asu. Gimana to, manusia kok malah mengatur asu!"

Semua asu hening sejenak. Diam. Masing-masing merasa kok malah manusia ribut-ribut mengatur asu, sementara hakikatnya asu sendiri adalah hewan yang bebas, dan rantai makanan akan senantiasa berputar menuju keseimbangannya, tidak ada yang nol habis.

"Iya juga ya. Lha wong manusia itu sebenarnya lebih banyak yang harus dipikirkan daripada sekedar ngurusin asu dan tongsengnya." Mantan ketua MPR angkat bicara
"Lha iya, orang jelas ada banyak kasus: korupsi, pembangunan yang kian merajalela, terus itu lagi raja setempat yang kabarnya juga mulai keblinger mau menjadikan anaknya yang perempuan sebagai raja. Horokotoyoh, belum lagi masalah sosial. Lha kok ya masih kober ngurusi asu." Mantan presiden yang berani ini mulai angkat bicara
"Apa ada rencana memakzulkan kekuasaan manusia ini pak pres? Kok sepertinya kelakuan manusia sekarang lebih asu daripada asu sendiri. Makan saja dibatasi, sementara kita asu-asu makannya dikasil los, tanpa kontrol." Tanya mantan anggota DPR perasuan ke mantan presiden.
"Ya seharusnya kita prihatin dengan kondisi ini. Tapi hakikatnya kita kan asu, hanya diperkenankan menggonggong, menjilat, dan membahagiakan manusia. Nggak dikasih karunia untuk ngomong ke manusia. Manusia aja yang rsok-sokan paham arti bahasa kita, padahal ya ngawurologi itu." Jawab presiden
"Lha wong saya natap pake tatapan melas ke juragan soalnya buntutku diinjak, lha kok malah dikasih makan. Katanya tatapan melas gitu karena lapar. Lak yo Tumini to itu, salah paham thok!" Sambung istri pejabat yang baru saja muncul masuk ke percakapan, nyamber gitu aja.
"Ya, hakikatnya kita sebagai asu dan sebagai manusia itu kembali ke kodratnya saja. Biarkan asu mengatur asu, biarkan manusia mengatur manusia. Bumi itu berputar, rantai makanan itu ada dan akan senantiasa ada, tidak ada unsur yang dihilangkan atau hilang dengan sendirinya, kecuali ada satu yang overpopulated. Jangan sampai manusia mengatur asu dan asu mengatur manusia, ya meskipun ada manusia, juragan kita, yang asu juga. Tapi hakikatnya mereka itu ya tetap manusia. Pemikiran sama tingkah lakunya aja yang kadang seperti kita, seperti asu." Pungkas pak mantan presiden perasuan pada percakapan itu.

Percakapan terpaksa bubar karena polisi perkucingan datang menggrebeg obrolan mantan pejabat tersebut karena dianggap sebagai perkumpulan gerakan radikal dan membahayakan kedaulatan republik kucing.

****

Untuk semua masyarakat Yogyakarta beserta pejabatnya. Kenapa? Kenapa kok tidak lebih baik menyuarakan pembangunan masiv yang ada di Jogja, yang katanya titipan pejabat itu saja? Kenapa kok masalah sengsu saja kalian bikin ribut? Kalian lebih khawatir kehadiran sengsu di Jogja yang 'katanya' lebih mengganggu ketimbang isu berikut: menipisnya air tanah di Jogja, hilangnya lahan bermain anak-anak, minimnya fasilitas umum di Jogja, kualitas udara yang memburuk, lalu lintas semrawut, dan kemungkinan ketimpangan sosial akibat pergerakan kota menuju ke arah metropolitan? Ataukah ada isu yang sebenarnya lebih besar dari semua ini? Isu agama mungkin, karena sengsu haram? Masalah halal tidak halal, kan yang tidak halal ya tidak usah dibeli. Nasgor Ketandan, Nasgor Papilon itu jelas haram, sengsu juga haram, ngapain beli kalau masalahnya hanya itu?
Lantas, buat para aktivis, kenapa kok yang di demo di Jogja? Kenapa kalian tidak beranjak ke Solo yang hampir tiap 100 meter ada warung rica-rica dan tongseng jamu, yang tidak lain tidak bukan dagingnya daging anjing? Atau daerah lain yang konsumsi anjingnya tinggi, seperti misalnya Manado, Flores, dan Papua? Hanya karena sensasi kah? Semoga tidak. Fokuslah pada permasalahan manusia, terutama para pejabat yang budiman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar