Sabtu, 10 November 2012

Sajak Kepada Bayangan #2

Untuk memuaskan jiwaku yang terlalu bodoh berbicara dengan bayangan #pukpuk

Bayangan
Sikap dirimu berbeda
Kau tak lagi muncul
hanya ketika mentari bercahaya
atau ketika sorot lampu menjelma
menjadi matahari di malam kelam
Tiada sepercik cahayapun
kau tiba-tiba berdiri di belakangku

Aku senang bayanganku,
kamu menjadi sosok yang nyata
yang bukan lagi sekedar bayangan
yang membuatku selalu terbayang-bayang
akan bayanganmu

Bayanganku
Rona wajahmu berbeda
Aku tak biasa melihat rona wajahmu yang demikian
Kami marahkah denganku?
Kamu kecewakah dengan diriku?
Atau kamu jijik, muak, enggan, malu,
lelah bertatap muka denganku tiap hari,
melihatku setiap hari, berjalan bersamaku setiap hari?
Wajahmu, tak bisa kulukiskan lagi dengan ekspresi
Kamu aneh bayanganku

Hingga suatu waktu
Hingga akhirnya mentari tiada kan pernah bersinar lagi
Ketika sorot lampu telah padam satu persatu
Ketika jiwa ini telah lelah tiada yang menopang
Ketika mata telah hampir lelah melihat
Kamu, bayanganku, mengucapkan satu hal kepadaku
Selamat tinggal tubuh, aku telah memiliki tubuh yang baru
tubuh yang nyaman untuk menjadi segala keluh kesahku

Terima kasih bayanganku atas segala katamu yang menyakitkan
Yang membuatku merasa aku harus bisa berdiri
tanpa ada bayangan
atau bayang-bayang akan apapun

#selesai

Mojoklanggru Kidul, 10-11-12
Tanggal cantik bagi semua orang
Namun lebih cantik parasmu
dan segala jiwamu

Sajak Kepada Bayangan #1

Untuk bayanganku, yang mungkin akan sekedar menjadi bayangan

Kamu
Masihkah kamu menjadi bayanganku?
Selalu menungguku
Berdiri dan berjalan di belakangku
Meskipun aku masih sangat lama berdiri disini
Bermandikan terik dan panas

Kamu bayanganku
Masihkah kakimu menempel di kakiku
Masihkah hatimu sehati dengan hatiku
Masihkah langkah kita sama
kanan kiri, maju dan mundur seirama
Masihkah separuh jiwaku yang tak nyata
berada di dalam jiwamu
(yang sesungguhnya bahkan kamu tak berjiwa,
kamu cuma bayangan!)

Bayanganku
Masihkah kamu berdiri di belakangku
Atau tidur lebih tepatnya
menyusur tanah
Sembari memperkuat kakiku
Yang bisa suatu waktu jatuh dan menimpamu?
Masihkah pula kamu menyokong hatiku yang telah patah ini
karena bertanya kepadamu dan selalu tiada jawaban?
Bisu!!

Bayanganku
Ataukah kamu telah pergi begitu saja
Mencari jiwa yang lain yang lebih nyaman
menjadi tempelan kakimu?

Ataukah engkau juga telah enggan berdiri di belakangmu
karena aku nampak seperti orang goblog berbicara dengan bayangan?

Ah, entahlah bayanganku

Mojoklanggru Kidul, 10-11-12
Tanggal cantik, tapi tak secantik dirimu,
bayanganku

Jumat, 09 November 2012

10 bulan 11 tahun 2012

Hari Pahlawan. 10 November 2012. Menjadi sebuah event yang besar di Surabaya. Berbagai macam kegiatan digelar: konser akbar, pagelaran drama kolosal, gerak jalan perjuangan yang diikuti ribuan orang, dan lain sebagainya.
Sudah sekitar 60 tahun kita merdeka dari penjajahan dalam arti penjajahan yang sesungguhnya. Namun, hingga hari ini, ironisnya, kita sama sekali belum bebas dari penjajahan dalam artian masa kini. Sehari-hari kita masih dijajah oleh bangsa lain. Betapa tidak kita setiap hari masih dijajah oleh Jepang dengan berbagai ketergantungan kita pada barang-barang bermerk Jepang yang tiap hari kita gunakan: mobil, sepeda motor, mobil, bahkan mungkin bus. Jepang telah menjajah kita selama 70,5 tahun, hingga hari ini. Sadarkah kita masih menjadi bulan-bulanan bagi negara-negara digdaya yang menancapkan pasaknya dalam-dalam di Indonesia untuk terus mengeksploitasi kekayaan-kekayaan alam di Indonesia? Kebanyakan industri besar pun masih milik negara-negara digdaya. Kita ditindas!
Keadaan ini tidak membuat para pendahulu kita, pahlawan yang telah memperjuangkan negri ini untuk merdeka, menjadi berbangga. Mereka bersedih, merasa tersia-sia atas segala darah yang telah mereka tumpahkan. Mungkin, mereka akan berpikir untuk tidak menjadi pahlawan, berjuang keras melawan penjajah, mati-matian berjuang berebut kekuasaan dengan penjajah, jika pada akhirnya mereka tahu bahwa apa yang selama ini mereka perjuangkan untuk merdeka, pada akhirnya tiada mampu lagi merdeka dan terus menerus terjajah oleh bangsa lain secara diam-diam. Mereka kecewa karena sesuatu yang lebih yang bisa dilakukan bangsa kita ini akhirnya tidak diolah dan jatuh ke tangan bangsa lain yang lebih digdaya, berteknologi, padahal, seharusnya, kita juga tak kalah memiliki teknologi yang begitu dahsyat: PT Dirgantara Indonesia, PT Industri Kereta Api, PT PAL Indonesia, dan lain sebagainya. Betapa hati para pahlawan kita terhancurkan ketika bangsa kita telah berhasil berdiri dengan kaki sendiri, justru dihancurkan oleh manusia-manusia dari bangsa kita ini yang lebih haus akan uang, tapi tidak paham pada kemandirian bangsa. Pahlawan yang telah gugur karena usahanya pun juga merasa semua usaha yang ia tunjukkan menjadi sia-sia tatkala melihat masyarakat bangsa kita ini yang hanya bisa menuntut tanpa ada usaha yang keras untuk menuju ke arah itu. Buruh demo meminta kenaikan gaji sesua UMR, padahal kerjanya jauh dari standar. Masyarakat yang terus menerus meminta kepada pemerintah untuk meminta fasilitas umum yang lebih memadai, tapi tak ada usaha untuk merawatnya. Bahkan, anak baru SD saja sudah minta ayahnya untuk menyogok gurunya agar bisa naik kelas dan dapat ranking.
Apa yang harus kita lakukan? Menyesal? Turut menangis sedih bersama para pahlawan kita? Turut kecewa? Tidak mau menjadi pahlawan? Tunggu kawan, hari ini sudah bukan masanya lagi kamu menjadi pahlawan. Pahlawan yang membawa bedil, bambu runcing, ketapel, atau pedang samurai di tangan. Tak perlu lagi menjadi pahlawan yang tidak tidur semalaman bergerilya di kandang musuh dan mengobrak-abrik kandang musuh. Saatnya hari ini menjadi pahlawan yang juga 'hari ini'. Banggalah menjadi Indonesia, tidak perlu terlalu muluk-muluk mengganti semua barang yang digunakan menjadi barang berlabel 'Made In Indonesia'. Mengatakan bahwa 'Aku bangga menjadi Indonesia' saja sudah membuat pendahulu kita bangga. Bangga menjadi Indonesia, bukan berarti bertanya 'apa yang Indonesia berikan kepadaku'. Namun, tanyalah kepada Indonesia 'Apa yang bisa aku berikan untuk Indonesia?'. Maksimalkanlah pribadimu, maksimalkanlah potensi yang kamu miliki sekecil apapun untuk membangun Indonesia. Tidak perlu menjadi pahlawan yang namanya dicatat di tugu pahlawan. Indonesia hanya perlu pahlawan-pahlawan kecil yang akan senantiasa muncul, mengalir, bergerak, dan berdinamika membangun negri ini. Hari ini.

Selamat Hari Pahlawan. Buatlah para pendahulu kita bangga. Bukan perkara aku pahlawan atau bukan, tapi perkara apa yang telah aku berikan bagi Indonesia agar Merah-Putih ini tetap berkibar gagah di ujung tiang bendera.