Sabtu, 14 Januari 2012

Perspektif Masa Lalu dalam Organisasi

Dalam setiap kehidupan pasti dikenal istilah masa lalu. Mau tidak mau, setiap kegiatan pun akan selalu menyangkutpautkan masa lalu. Demikian juga dalam sebuah organisasi, organisasi apapun itu, besar maupun kecil. Pandangan akan masa lalu ini yang menentukan keberlanjutan dan keberlangsungan organisasi di kemudian hari.
Banyak orang yang memang terlanjur kontra dengan kepemimpinan yang sebelumnya, akan cenderung mempersalahkan masa lalu. Yakni masa ketika kepemimpinan itu berkuasa. Lebih kurang ini pola yang sangat umum terjadi dalam sebuah organisasi di negri ini. Bahkan, tak terkecuali, masyarakat negri ini memiliki perspektif yang demikian ini, menyalahkan pemimpin, presiden, yang berkuasa pada rezimnya dan memiliki pola berpikir, "coba seandainya dia dulu tidak demikian." "Coba seandainya bukan dia yang memimpin." dan lain sebagainya.
Seandainya juga, saya pun juga boleh berandai-andai, pemikiran demikian ini diikuti oleh sifat berpikir yang positif dan berpikir jauh ke depan, pasti negri yang stagnan dan organisasi yang lenje (tidak tegak, tidak berfungsi dengan baik -red) pun tidak akan terjadi. Berpikir positif dalam artian berpikiran bahwa memang itu kesalahan masa lalu, namun bagaimana sekarang saya dan kawan-kawan saya bisa membuat suasana ini menjadi lebih baik. Kebanyakan yang terjadi adalah terus menerus mengungkit masa lalu, seolah-olah itu kesalahan yang sangat fatal yang membuat organisasi menjadi hancur. Padahal belum tentu demikian. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi permasalahan dalam sebuah organisasi, yang suatu ketika memang tidak bisa hanya dipandang dari satu sisi saja, melainkan juga harus dipandang dari berbagai sisi dan oleh berbagai pihak. Sikap terus mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu hanya akan membuat organisasi stagnan dalam menjalankan fungsinya dan pengurus yang terlibat dalam organisasi hanya akan menjadi takut untuk mencoba bergerak dan tidak ada usaha untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Masa lalu dalam sebuah organisasi hendaknyalah hanya dijadikan sebuah cerminan, sebuah evaluasi. Lantas, ketika permasalahan tersebut telah diselesaikan, akankah masih terus mengeluh dan mengesah saja? Mungkin, kalau boleh saya bilang itu hanya tindakan seorang yang merasa kalah dengan dirinya sendiri. Tidak ada kemauan untuk berani berkata "berkontribusi apakah aku untuk 'tempat kecil' yang aku diami ini?". Yang ada malah "kamu salah, kamu juga salah, semua salah, dan aku tidak mau muncul lagi kalau persoalan belum diperbaiki.". Hendaknya, cara berpikir yang pertama lah yang perlu Anda pertahankan. Jangan tanyakan apa yang organisasi berikan kepadamu, namun kontribusi apa yang bisa kamu berikan bagi rumah kecilmu itu yang membuatmu nyaman berada di sana, namun kenyamanan itu tidak kamu simpan sendiri, melainkan juga kamu bagikan dengan semua kawan-kawanmu yang berdiam juga dalam rumah kecil tersebut. Sudut pandang demikian ini akan terus memperbaiki permasalahan dalam organisasi, dan tidak memasukkan dan mencapuradukkan permasalahan pribadi ke dalam permasalahan organisasi akan membantu tindakan untuk berfokus. Masalah pribadi, cukup diselesaikan antar individu, tidak perlu dibawa sampai mencampuradukkan organisasi. Ad Maiorem Dei Gloriam.

Kamis, 12 Januari 2012

BBF: Benar-Benar Freak

Mengingat masa lalu adalah hal yang menyenangkan. Lebih-lebih kalau masa lalu yang sebenarnya, konyol, menjadi semakin lucu kalau diingat-ingat terus. Terutama pengalaman saya ini sebagai seorang Bismania yang tergolong baru, tahun 2009, ketika forum waktu itu masih freak melakukan touring dengan bis jarak jauh. Saya pun tidak mau kalah dengan touring 1 hari: Jogja-Purwokerto-Cirebon-Tegal-Semarang-Jogja.
Hari itu adalah hari Senin sekitar bulan Januari 2009. Saya masih ingat betul bahwa ketika itu saya baru saja pulang dari Live In di Wonogiri. Kebetulan hari Minggu sore baru sampai Jogja, dan hari Senin adalah tanggal merah. Saya sejak lama ingin touring ke Cirebon dengan bis, karena menurut beberapa issu, terminal Harjamukti Cirebon dipenuhi orang-orang yang keras dan pemalak. Saya penasaran dan ingin kesana (lha ini sudah aneh, mungkin otak saya terbalik kala itu -..-). Karena Senin libur, dan selasa masuk pagi tapi tidak ada kegiatan berat, maka saya memutuskan berangkat ke Cirebon hari Senin pagi. Jalur yang saya pilih membentuk rute sirkuler: Jogja-->Purwokerto-->Cirebon via Prupuk-->Semarang-->Jogja. Jogja-Purwokerto sejak awal saya rencanakan dengan Patas Efisiensi (waktu tempuh max 3,5 jam). Purwokerto-Cirebon saya rencanakan dengan PO Goodwill dengan waktu tempuh 4 jam, Cirebon-Semarang dengan PO Nusantara dengan waktu tempuh 5 jam, dan terakhir Semarang-Jogja dengan bis bumel Trisakti/Sumber Waras dengan waktu tempuh 2,5 jam. Jadi total sekitar 15 jam. Estimasi waktu itu jam 8 berangkat, jam 23 sudah masuk rumah lagi. Karena tidak sampai memakan hari, maka saya ijin ke orang tua pun hanya akan pergi ke Solo (bohong itu tidak baik).
Akhirnya, jam 7 pagi saya berangkat ke terminal. Perjalanan dari rumah ke terminal Giwangan lebih kurang 30 menit. Begitu parkir langsung masuk ke pemberangkatan Purwokerto. Kebetulan ketika itu bis paling pagi adalah Efisiensi jam 08.00. Akhirnya, saya memutuskan naik bis tersebut dan mendapat duduk di belakang sopir persis. Kebetulan bis tersebut bermesin Hino RG1JSKA yang menurut banyak orang mesin terbaik di masanya, dengan body Adiputro New Setra RCE. Jam 08.00 tepat bis berangkat dan mengangkut penumpang dahulu di daerah Ambarketawang, Gamping. Kemudian perjalanan dilanjutkan. Petaka dimulai dari sini. Seharusnya, pukul 11.00 bis sudah masuk Kabupaten Purwokerto. Ternyata, pukul 11.00 bis baru saja masuk Kabupaten Kebumen. Artinya bis berjalan sangat pelan. Kecepatan tidak pernah lebih dari 80 km/jam padahal jalanan sepi. Pada akhirnya, pukul 13.30 baru masuk Terminal Purwokerto. Sampai terminal, saya langsung bimbang. Harus melanjutkan perjalanan ke Cirebon atau langsung ke Semarang karena waktu itu telah terparkir bis PO Nusantara Patas Semarang bermesin Volvo B7R (idaman banyak orang waktu itu karena jumlah terbatas) Karoseri Adiputro New Setra RCE. Akhirnya, tanpa pikir panjang, saya menuju ke bis-bis Jakartaan via Cirebon. Waktu itu ada Dedy Jaya Purwokerto-Slawi-Jakarta. Ternyata bis penuh dan tidak masuk Cirebon (via tol). Akhirnya, dengan berat hati saya naik bumel Purwokerto-Tegal-Cirebon yang terparkir saat itu. Ada seonggok armada Sami Djaja (yang menurut banyak orang bis bencana tapi menyelamatkan, terutama yang pulang kemalaman) Purwokerto-Tegal-Cirebon-Bandung (trayeknya aneh banget. Muter-muter) bermesin Mitsubishi dengan shock sekeras batu. Begitu naik, oleh calonya langsung ditariki bayar. Saya langsung bayar cirebon. Ini malapetaka kedua bagi saya karena bis baru berangkat jam 14.15. Bis berjalan kebut-kebutan seolah-olah nyawa itu harganya hanya setara tiket Purwokerto-Cirebon yakni Rp 35.000,00. Bahkan ketika menyalip truk di daerah Slawi, ketika jalan  di kanan adalah jurang, bis sempat keluar jalur paling kanan, sedikit banting kanan, dan banting kiri lagi. 
Pukul 16.55, bis baru masuk Kota Tegal. Saya bertanya kalau ke Cirebon ternyata masih butuh waktu paling cepat 2 jam. Artinya jam 19.00 baru masuk Cirebon. Akhirnya, daripada kemalaman, saya memilih turun Tegal dan memutuskan pulang ke arah barat. Saya diberi tahu untuk menggunakan bis PO Coyo agar bisa sampai ke Semarang dengan selamat tanpa oper. Tanpa pikir panjang, di depan Supermarket Sampurna Tegal (orang Tegal pasti tahu) saya naik PO Coyo Tegal-Semarang ekonomi bermesin Hino AK3HR dengan body hydrochepalus (gak tau namanya). Bis berjalan puuueeellllaaaann sekali sampai hampir keluar Kota Tegal. Nusantara Patas Tegal-Semarang, Nusantara Patas Cirebon-Semarang, Sumba Putra Merak-Pacitan pagi, dan beberapa bis malam menyelip bis yang saya naiki ini. Kepasrahan saya hanya semoga benar-benar tidak oper ke bis lain. Sehingga jam 20.00 sudah bisa masuk Terboyo Semarang. 
Malapetaka kesekian kalinya (dasarnya apes plus nekat), sampai Terminal Pekalongan, ternyata benar. Saya dan penumpang lain dioper ke, lagi-lagi, PO Sami Djaja bermesin Hino AK3HR body abal-abal. Kali ini yang trayek Bandung-Cirebon-Semarang-Solo. Dan ironisnya, penumpang kanan kiri saya ini ada yang turun Surabaya, Solo, Klaten, semuanya diangkut oleh bis ini, meskipun bis ini terakhir hanya di Semarang. Saya hanya kena tambahan 2 ribu saja untuk sampai Semarang. Meskipun tidak ngebut, harapan terakhir saya adalah tidak dioper lagi. Kalaupun tidak dioper, toh sampai terminal Semarang sudah pukul 22.00. 
Keberuntungan menghampiri saya. Pukul 21.40 bis sudah sampai di Terboyo dan saya segera bertanya orang sekitar mengenai bis ke Jogja. Ternyata sudah habis 1 jam yang lalu. Ini artinya saya harus ke Solo dulu untuk bisa menuju Jogja. Dan setahu saya bis Semarang-Solo habis pukul 21.00 dan mulai lagi pagi pukul 04.00 (waktu itu. Kalau sekarang sudah hampir 24 jam). Untungnya, ada PO Sumber Kencono. Waktu itu bis ini baru sekitar 1 tahun membuka trayek Surabaya-Solo-Semarang dengan armada-armada terbarunya. Akhirnya, saya memberanikan diri naik Sumber Kencono untuk jarak lumayan jauh. Ketika itu armada yang tersedia adalah Sumber Kencono W 6474 UN (armada lama) Hino AK3HR dengan body Laksana Panorama DX. Driver kalau tidak salah asalnya dari Kediri (kalau tidak salah juga, sekarang jadi driver di Harapan Jaya ATB Surabaya-Trenggalek). Awal perjalanan bis melaju sangat pelan karena melewati dalam kota Semarang, seperti Jalan Ronggowarsito, daerah Gombel, kemudian mulai masuk via Tol Tembalang karena peraturannya memang demikian. Begitu masuk tol, langsung sopir utama yang beraksi. Bis langsung melaju sangat kencang. Batin saya, saya beruntung dapat bis yang kencang. Jadi bisa kejar target. Sampai daerah Bawen hingga menjelang Boyolali, dalam menyalip kendaraan tidak tanggung-tanggung. Biasanya yang diselip hanya 1-4 truk saja. Kali ini, 11-13 truk dilibas langsung. Tak peduli tikungan, pokoknya tetap ambil lajur kanan. Sampai sekarang, rekor menyelip 11-13 truk ini masih belum terpecahkan, baik oleh PO manapun yang pernah saya naiki. Ketika itu, sesekali saya menutup wajah saking takutnya. Jalanan jelek sepanjang lingkar timur Boyolali pun dilibas dengan kecepatan sangat tinggi.
Pukul 00.00 bis sudah masuk terminal Tirtonadi Solo. Total perjalanan saya hitung hanya 1 jam 15 menit saja untuk Semarang-Solo (tahun 2011 saya naik Sumber Kencono lagi, Solo-Semarang hanya mampu 1 jam 30 menit saja. Tidak bisa lebih cepat). Saya segera bergegas mencari bis jurusan Jogja. Untung langsung dapat dan saya segera naik. Sampai Klaten, saya sudah ditelpon orang tua karena sudah jam 01.00 belum kembali ke rumah juga. Ketika itu saya beralasan masih di terminal dan akan segera perjalanan ke rumah.
Pukul 01.15 saya resmi masuk Terminal Jogjakarta. Langsung ambil sepeda motor dan bergegas ke rumah. Pukul 01.30, saya sudah berada di rumah dan segera tidur. Yang tidak habis pikir adalah sekali trip tersebut saya menghabiskan dana Rp 150.000,00 yang saya kumpulkan 3 bulan demi kegilaan saya ini, saya mengalami banyak hal selama perjalanan, dan yang lebih gila lagi adalah esok paginya, saya harus sekolah dan berangkat pagi pukul 06.30 karena teringat ada janjian dengan teman. Dan yang lebih konyol lagi adalah, saya menjalani semuanya ini sendirian, hanya seorang diri ditemani sebuah tas ransel kecil dan sebotol Mizone.

Senin, 09 Januari 2012

Agama: Isu Serenyah Krupuk Petis

Masih membahas mengenai agama. Sebenarnya sangat sensitif menulis tentang agama, bahkan sangat saya hindari. Tapi, terkadang geli juga melihat kenyataan yang sering terjadi.
Sering kita jumpai bahwa masing-masing agama bahkan masing-masing aliran menyombongkan dirinya sendiri sebagai aliran atau agama yang terbaik. Agama yang terbaik itu, definisi mereka, mampu membawa umat manusia ke dalam kebenaran, kebaikan, dan kebajikan yang tentu akan membawa manusia tersebut kepada Tuhannya. Tak hanya antar agama yang berebut pengaruh untuk menjadi yang terbaik. Aliran-aliran dalam agama, yang saya sangat yakin setiap agama punya aliran-alirannya sendiri, juga membangga-banggakan dirinya  untuk menjadi yang terbaik. Kemudian, melihat fenomena ini saya melihat bahwa kemudian agama, terutama di Indonesia (tidak tahu di negara lainnya bagaimana), menjadi komoditas seolah-olah agama itu politik. Semuanya berebut menjadi nomor satu, menjadi yang terbaik. Lantas, kalau sudah menjadi nomor satu, kemudian dapat piala? atau dapat surga?
Sebenarnya konyol jika melihat hal-hal semacam itu. Justru persaingan semacam itu dapat menjauhkan diri dari Tuhan. Ibaratnya agama dan aliran itu hanya sebagai parpol. Berebut mencari massa, kemudian setelah massanya paling banyak si pemimpin akan berkata, "Akulah yang nomor satu!" Kemudian apa esensinya? Tindakan-tindakan demikian justru tanpa kita sadari menjauhkan diri dari Tuhan. Nilai-nilai yang ditanamkan sebagai sebuah kata 'AGAMA' menjadi luntur, hilang, dan punah dan ini perlu menjadi perhatian kita semua. Agama, sebuah kata yang berasal dari bahasa latin yang lebih kurang tersusun dari kata 'a' yang berarti tidak dan 'gamo' yang berarti kacau, yang secara keseluruhan berarti tidak kacau. Agama, seharusnya mampu membuat kekacauan itu tidak terjadi lagi. Kalau demikian, agama tidaklah menjadi agama lagi, melainkan hanya sekedar embel-embel kendaraan untuk mencapai kekuasaan. Yang salah siapa? Kita tidak bisa menyalahkan Tuhan masing-masing agama, menyalahkan kitabnya, atau ajarannya. Semua agama itu baik, bahkan sangat baik. Tentu yang salah adalah manusianya! 
Persaingan demikian ini juga pasti menimbulkan perasaan untuk membenci satu sama lain. Tentu ini juga sudah menghindari segala hakikat yang ditanamkan dalam semua agama, bahwa perlunya menjaga kerukunan antar umat yang seagama dan antar umat beragama. Ini akan membawa ke surga? Justru yang terjadi adalah bumi yang akan menjadi neraka karena perang pengaruh yang tak berujung ini.
Lantas, bagaimana seharusnya? Kawan, agama itu tidak perlu diperdebatkan. Agama tidak perlu mencari pengaruh karena agama itu bukan politik, bukan juga parpol. Agama itu hanya ada di dalam hati. Agama itu perkara kepercayaan, bukan perkara paksaan. Ketika ada orang yang mencoba memperdebatkan sebuah agama dengan tujuan tertentu, maka itu saja sudah menghindarkan diri dari hakikat agama. Maka, bersikaplah yang baik dan sopan. Jangan memicu perpecahan antar agama. Jangan berburuk sangka karena semua agama itu baik. Agama adalah sumbu mesiu yang sangat mudah disulut di negri ini. janganlah sekali-kali menimbulkan api itu. Agama Anda cukup disimpan dalam hati Anda dan tidak perlu diumbar-umbar, dan katakan bahwa ya, memang Anda percaya akan segala yang diajarkan oleh Tuhan dalam agama Anda. Dan wujudkan kepercayaan itu dalam kehidupan Anda sehari-hari untuk menuju kualitas hidup yang lebih baik tanpa konflik yang membahayakan diri Anda dan kehidupan sahabat, saudara, dan handai taulan Anda. Ad Maiorem Dei Gloriam.

Kamis, 05 Januari 2012

Ada Apa Dengan Produk Indonesia?

Menilik Indonesia, tentu sangat beragam jenis produk yang dihasilkan oleh dalam negri. Sesungguhnya, betapa besarnya negri ini, dan sesungguhnya pula, negri ini mampu menjadi sebuah negri yang digdaya dengan sumber daya alam yang melimpah dan pemikiran-pemikiran manusianya yang sangat dahsyat. Sayang pemikiran yang dahsyat tersebut tidak diikuti dengan perkembangan mentalitas yang mendukung semuanya.
Masih teringat di benak kita, bahkan baru beberapa hari yang lalu, Walikota Jokowi yang super menggunakan mobil bermerk Kiat Esemka yang diproduksi oleh SMKN 2 Solo bersama partner Kiat Motor. Saya katakan Pak Jokowi yang super bukan karena saya memihak secara penuh kepada Pak Jokowi, melainkan karena prestasinya dalam membangun kota Solo, yang hanya dalam jangka beberapa tahun mampu memiliki sebuah ciri khas sebagai kota yang layak dikunjungi (Sepur Kluthuk Jaladara, Bis Tingkat, Rail Bus Solo, Batik Solo Trans, dan tak lupa Solo Batik Carnaval). Sebenarnya, jauh sebelum mobil Esemka tersebut dirakit dan dipopulerkan seperti saat ini, sudah banyak sekali produk buatan dalam negri, terutama yang berhubungan dengan dunia transportasi.
Pada masa-masa awal 2000 sempat dipopulerkan sepeda motor dengan merk Nasa yang notabene juga merupakan buatan dalam negri. Begitu juga dengan Daiheiyo yang desas-desusnya merupakan buatan dalam negri. Di dunia otomotif pun tak kalah majunya. Sempat juga dibuat berbagai jenis mobil yang merupakan buatan dalam negri dengan kapasitas mesin beragam, mulai dari 150 CC hingga 1500 CC, diantaranya adalah mobil GEA produksi PT INKA Madiun. Sekitar tahun 2004, sempat pula dipopulerkan kendaraan KANCIL yang konon katanya saat itu berfungsi untuk menggantikan bajaj yang polusinya sangat tinggi. Bahkan, pada kisaran tahun 2000 keatas, Indonesia telah mampu memproduksi chasis bis sendiri yang dinamakan Komodo. Chasis tersebut, sampai saat ini masih digunakan pada Trans Jakarta dengan spesifikasi chasis bus gandeng, dan juga sampai saat ini masih digunakan oleh PO Sumber Alam Jogja-Jakarta dan PO Pratama dengan spesifikasi chasis overhang panjang (mirip Volvo) jurusan Klaten-Jakarta.Bahkan, untuk kualitas mesin Komodo ini, bisa dikatakan lebih baik daripada mesin Hyundai yang, menurut salah satu PO di Mojokerto, hanya mampu bertahan 2 tahun saja. Tak hanya industri kendaraan. Bahkan dunia fashion pun Indonesia juga tak kalah majunya. Sepatu-sepatu yang ada di Hush Puppies seharga 1,9 juta itu, mungkin hanya seharga 800 ribu saja jika kita memesannya di Sentra Kerajinan Kulit di Magetan atau Dusun Manding, Bantul, DIY. Juga industri garment yang sedemikian pesatnya dengan hasil yang bagus. Indonesia, ternyata tidak hanya pandai memproduksi rokok saja.
Sebenarnya, dalam industri demikian ini Indonesia lebih maju. Namun, kenapa negara kita tak kunjung maju juga? Lebih tepatnya pertanyaan ini dijawab mengenai hubungan antara rasa bangga dan menghargai produk buatan asli dalam negri. Masalah industri kendaraan semacam ini saja lah. Betapa tidak, ketika Pemerintah Malaysia beramai-ramai menggunakan mobil Proton, yang merupakan asli buatan Malaysia sebagai mobil dinasnya, Indonesia justru beramai-ramai dengan bangga membeli mobil buatan non Indonesia, Toyota Camry, seharga bermilyar-milyar rupiah. Dengan beragamnya industri kendaraan di Indonesia ini, seharusnya juga memicu banyak kalangan memanfaatkan produksi dalam negri ini.  Sebenarnya yang ditakutkan oleh banyak orang, ketika menggunakan kendaraan produksi dalam negri adalah mengenai standarnya. Benar juga apa yang dikatakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, bahwa perlu dilakukan cek kelayakan. Baik itu kelayakan jalan, maupun uji emisi. Seandainya, pemerintah pun juga mendukung hal ini, pasti berbagai langkah strategis juga akan dilakukan oleh pemerintah sendiri terkain memuluskan jalan untuk kendaraan buatan dalam negri. Misalnya, mempermudah proses uji kelaikan jalan dan uji emisi tanpa harus mengurangi atau menurunkan standar yang ada selama ini. Syukur-syukur standar yang diterapkan merupakan standar menengah-tinggi sehingga masyarakat lebih percaya. Selain itu, juga mendukung keberadaan kendaraan produksi nasional, misalnya dengan biaya pajak yang jauh lebih murah, dan meningkatkan pajak produk buatan/pabrikan non Indonesia meskipun pabrik perakitannya di Indonesia. Dengan menggunakan kendaraan produksi nasional, selain lebih murah dengan kualitas yang baik, juga dapat menyumbang devisa negara. Perlu dikembangkan pemikiran, buat apa sih pakai produk luar negri? Bangga pakai BMW? Tuh, sparepartnya mahal, pajaknya juga mahal. Bangga pakai Alphard Velfire tapi kalau beset sedikit gara-gara diserempet becak mencak-mencaknya langsung melebihi Adolf Hitler mencak-mencak? Dan masih bangga pakai produk-produk luar negri lainnya tapi kalau kena air hujan sedikit marah-marahnya minta ampun.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai buatan asli bangsanya sendiri. Bangga dengan Indonesia, tidak hanya sekedar mengibarkan bendera merah putih dan menggunakan baju batik saja. Melainkan, menggunakan pula produk buatan dalam negri. Apa sih yang Indonesia tidak mampu? Produksi mobil saja sudah bisa. Pesawat terbang juga bisa produksi sendiri. Kereta api pun juga demikian, bahkan sudah melahirkan 1 teknologi baru; Kereta Rel Diesel Elektrik yang digunakan pada KA Prambanan Express Kutoarjo-Solo, KA Pandanwangi Solo-Semarang. Chasis bis? Chasis Komodo dengan kapasitas besar pun juga telah diproduksi, dan Trans Jakarta dengan bangga telah menggunakannya sebagai bis Trans Jakarta. Maka, jangan sampai sindiran-sindiran nyinyir itu muncul lagi, "Produksi pesawat terbang di negri sendiri kok malah hasilnya dijual ke negara lain? Justru negri sendiri tidak menggunakannya?" Takut? No way. Say yes to Indonesia! 

Rabu, 04 Januari 2012

Rembulan Malam

Rembulan
Malam ini rela tampakkan sinarnya
Hibur sekilas hidupku yang kian kering
Bak angin menyapu segala latar hariku

Cahyamu datang menyejukkan hati
Ditengah awan mendung nan syahdu merayu
Tiada satu kan mampu berpaling
embun menggelayut menutup rupamu

Rembulan
Katakan padaNya betapa agung ciptaanMu
Cahyanya membelah hampa swasana cakrawala
Bak hening terpecah suara sangkakala

Rembulan
Temani aku malam ini
Memecahkan hening malam ini
Beradu padu dengan dahsyatnya pilu
Mengenang duka, merebahkan hari
Pada segala kepasrahan diri
Oleh Sang Maha Pencipta

Mokid 5 Januari 2011
Untuk Rembulan yang indah malam ini