Senin, 23 Mei 2011

Kok yang Salah Bisnya Lagi?


Berita di atas setidaknya akan menjadi inti pembicaraan dari artikel singkat ini. Jadi, silakan dibaca terlebih dahulu agar bisa paham mengenai apa yang saya bicarakan. Sedikit tahu sama dengan tidak tahu, banyak tahu sama dengan tahu. Tidak mau membaca, sama dengan tidak mau maju dan tidak mau tahu.
Lagi-lagi mengenai Sumber Kencono. Plat W 7666 UY ini masuk dalam daftar waiting list saya untuk saya coba dalam trip saya dari Surabaya ke Jogja. Ternyata, 7666 UY ini sudah naas duluan di jalan. Menilik platnya yang unik dengan triple six, seolah-olah bis ini memiliki sisi mistis tertentu. Juli 2010, seingat saya bis dengan plat ini pernah kecelakaan juga di daerah Mantingan Ngawi menabrak sepeda motor berkerombong yang sedang berbelok ke kanan karena tidak menyalakan lampu sein. Baru-baru ini Sumber Kencono juga kecelakaan lagi di Saradan, jalur busur 180 derajat menjelang gerbang masuk Kabupaten Madiun Hutan Saradan Timur yang memang terkenal maut, tanpa lampu penerangan cukup memadai, dan jalan yang rusak dan berlubang. Perlu diketahui, kecelakaan besar pernah terjadi di busur ini tahun 2010 lalu. Kereta Logawa juga terguling di busur ini (mengingat lokasi jalan berdampingan dengan rel, meskipun tidak mepet plek).
Bagaimana kronologisnya? Silakan bisa dibaca di artikel yang sudah saya sertakan. Lebih kurangnya, PO Sumber Kencono yang sedang melaju di busur tersebut dalam kecepatan cukup tinggi karena memang seumur hidup saya melewati busur tersebut selalu dalam keadaan sepi, macet pun cuma sekali saat bulan Juli 2010 karena truk terguling. Bis yang sedang melaju cukup kencang ini berusaha mendahului sepeda motor yang berjalan pelan di kiri. Tiba-tiba sepeda motor beralih jalur ke kanan yang mengakibarkan PO Sumber Kencono yang sedang berusaha menyalip tersebut kaget dan terpaksa mengerem keras untuk menghindari tabrakan dengan sepeda motor. Tapi, ternyata ban depan metelus dan mengakibatkan bis oleng ke kanan. Sebagai tambahan informasi, bis Sumber Kencono, setahu saya, tidak pernah menggunakan ban vulkanisir untuk ban depan, dan penggunaan ban vulkanisir ini telah diatur di UU. Bis oleng ke kanan dan kemudian menabrak truk yang mengangkut pekerja kebun tebu yang melaju dari timur ke barat. Korban tewas seluruhnya 9 orang, terbanyak dari truk pengangkut pegawai kebun tebu.
Keganjilannya adalah, kesalahan dibebankan seutuhnya pada bis. Disini, saya menganalisisnya dengan data yang ada pada 2 sumber, yakni pada situs di atas dan koran cetak Jawa Pos hari ini. Istilahnya bis ini maju kena mundur kena. Ketika bis tidak berusaha mengerem dan tetap mempertahankan lajunya, maka bisa jadi ia akan dapat sepeda motor. Ketika bis memaksa mengerem, hal demikianlah yang terjadi. Lantas yang mengganjal di pikiran saya, kenapa hanya 2 kendaraan (truk dan bus) itu saja yang diperkarakan? Kemana sepeda motornya? Hilang begitu saja tanpa kena sanksi? padahal sudah jelas-jelas sepeda motor tersebut ambil bagian besar dalam kecelakaan ini.
Bila perlu saya menyebutkan kesalahan sepeda motor tersebut. Yang perlu diperhatikan saat itu adalah perjalanan malam, yang berarti dalam keadaan minim cahaya. Tentu bila ada kendaraan, cahaya lampu akan terlihat. Tentu, pengendara sepeda motor tahu bila dibelakangnya ada bus, ditunjukkan dengan lampu bus yang menyala terang. Kedua, tentu bus tersebut membunyikan klakson dan lampu dim. Disini pengendara sepeda motor harusnya tahu hal tersebut dan mengurungkan niatnya untuk memindah haluan kendaraan. Tapi ternyata yang dilakukan pengendara sepeda motor ini diluar jangkauan pikiran manusia. Justru membanting stir ke kanan. Hal yang konyol, tapi dilakukan sebagian besar pengendara motor di Indonesia.
Bila seperti ini memang kejadiannya, maka kesalahan patut ditimpakan kepada pengendara sepeda motor tersebut. Kejadian seperti ini sering terjadi di jalur antar kota terutama jalur Surabaya-Jogja. Pengendara motor sudah sangat kebal dengan klakson kendaraan. Kemudian, kalau ini terjadi di kota-kota, tentu ini membawa konsekuensi dan timbulnya faktor resiko jalanan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sejauh mana safety riding ini benar-benar efektif? Sejauh ini safety riding hanya dilakukan di SMA-SMA dan Universitas saja. Saya merasa, mereka sudah pintar dalam mengemudi dan jauh lebih paham. Bagaimana yang di pelosok-pelosok desa? Sudahkan mereka diberikan pemahaman tentang safety riding? Jawabannya tentu BELUM.
Ini menjadi PR bersama. Tidak hanya polisi, tapi juga klub-klub motor dan segenap elemen masyarakat yang mengatasnamakan safety riding termasuk saya. Safety riding tidak sekedar berpakaian lengkap, helm bunyi klik, sepatu, celana panjang, masker, pelindung mata, spion, dan sein, lalu jalan pelan-pelan. Safety riding adalah mengenai bagaimana seseorang mematuhi lalu lintas dan juga memahami lalu lintas, serta makna sinyal yang diberikan oleh kendaraan lain. Bukan hanya sekedar mengemudi dengan syarat lengkap, SIM, STNK, Helm dan lain sebagainya. 
PR kedua adalah bagi instansi pendidikan. Seharusnya sudah mulai diajarkan muatan lokal lalu lintas sejak dini, serta pelajaran yang menekankan pada kemampuan analisis secara obyektif, sesuai kronologis, dan sesua dengan fakta yang ada di lingkungan. Sehingga, analisis bisa benar-benar akurat, tidak seperti yang ada pada kasus ini. Faktanya demikian, namun yang kemudian memegang porsi kesalahan besar adalah bisnya. 
Tentu PR ini menjadi PR bagi kita semua, untuk merubah negeri ini.

Minggu, 01 Mei 2011

Edelweis, Cinta Abadi yang Telah Langka

Siapa tidak kenal dengan bunga Edelweis? Tentu semua orang yang pernah berkunjung ke dataran tinggi atau pegunungan tahu mengenai Bunga Edelweis ini. Ya, Bunga Edelweis hanya tumbuh di dataran tinggi atau pegunungan saja. Biasanya tumbuh di tebing-tebing atau medan yang sangat berat dan curam.
Edelweis dahulu menjadi sebuah oleh-oleh yang khas bagi setiap orang yang berkunjung ke dataran tinggi. Dahulu, Edelweis menjadi oleh-oleh yang sangat indah dari Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Warnanya indah dan beragam. Dari putih, merah, sampai kuning. Di Bromo pun juga sempat dilakukan jual beli edelweis, meskipun pada tahun 2008 sudah dilarang dan setiap orang yang melakukan transaksi jual-beli edelweis, atau kedapatan memetik edelweis akan ditangkap oleh Polisi Hutan. Hal ini karena Edelweis sudah mulai langka, dan informasi terakhir yang didapat, di Bromo hanya tinggal sangat sedikit sekali Bunga Edelweis yang masih tumbuh dan hanya terdapat di daerah yang sangat sulit dijangkau.
Edelweis, kemudian menjadi simbol cinta abadi. Hal ini tak lepas dari sifat bunga Edelweis yang sangat awet sekali. Bahkan selama bertahun-tahun, bentuk dan warnanya juga akan tetap. Sifatnya tidak sama dengan bunga pada umumnya yang akan layu dalam 3 hari. Edelweis tidak akan layu meskipun 3 tahun berlalu. Begitu juga dengan Edelweis sebagai sebuah simbolisasi dari cinta yang abadi, cinta yang takkan pernah punah bahkan sampai kapanpun.
Edelweis mulai langka. Cinta Abadi itu akan tetap menjadi cinta abadi, namun keberadaannya juga mulai langka, dan mungkin cinta itu akan punah. Mungkinkah itu peristiwa kawin cerai ada hubungannya dengan punahnya sang 'cinta abadi' Edelweis? Jika melihat bunga Edelweis ketika naik gunung atau ketika berwisata ke dataran tinggi, biarlah keindahannya hanya sekedar dipandang mata, tidak perlu dipetik. Biarkan Edelweis tetap tumbuh abadi, seperti namanya, Edelweis sang cinta abadi.