Sabtu, 30 April 2011

Bulan Mei, Bulan Maria

Tidak terasa bulan Mei sudah tiba. Tidak terasa pula sudah menginjak paruh semester 2 berikutnya. Tidak terasa pula Bulan Mei adalah bulan yang penting dan penuh pengharapan bagi umat Katolik. Mengapa demikian? Hal ini karena bulan Mei secara khusus adalah bulan Maria, adalah saat dimana umat Katolik melakukan devosi kepada Bunda Maria secara terus menerus selama bulan Mei.
Perlu diketahui, bulan Maria hanya berlangsung selama bulan Mei saja. Selama ini, Umat Katolik mengenal bulan Maria adalah bulan Mei dan Oktober. Bulan Oktober sendiri merupakan bulan Rosario, yang esensinya sebenarnya sama, yakni untuk menghormati Bunda Maria. Bulan Maria ini akan sangat identik dengan berziarah ke Goa Maria. Goa Maria di seluruh pelosok Indonesia akan ramai pada masa-masa itu. Tujuannya sama sebenarnya, ingin berdevosi kepada Bunda Maria secara khusus.
Bulan Mei, Bulan Maria. Saatnya bagi kita semua untuk berdevosi secara penuh kepada Bunda Maria, memohon bantuan dan pertolongan kepada Bunda Maria agar jalan kita dapat dicerahkanNya. Mari kita berdevosi secara penuh kepada Bunda Maria. Tidak harus melalui rosario, tapi bisa pula melalui doa-doa yang merujuk pada Bunda Maria. Selamat Bulan Mei, Selamat berdevosi.

Kamis, 28 April 2011

Kemarau

Kemarau tiba
Ia menelusup hariku
Panasnya membakar amarahku
Siangnya tak lagi sembunyikan kekakuanku

Hujan tlah lagi sirna
Siang tlah lagi menjelang
Hujan belum mampu hapuskan sedihku
Siang kian datang tertawakan malangku

Kemarau
Tiada kan hilang
Tiada kan mampu hapuskan tangisku
Tiada kan sembuhkan lukaku
Hanya meradang dan mengejang
Sembari menunggu akhir
Dari masalahku yang kan kian jadi kering
karena kau, panasmu, SilauMu!

Karang Menjangan 280411
Menyambut hadirnya kemarau

Minggu, 24 April 2011

Paskah, Momentum Untuk Bangkit

Baru kemarin Paskah berlalu. Setidaknya, saya merasa tulisan yang saya buat ini terlambat sehari. Tapi, esensi dari tulisan ini tetap sama : refleksi hari raya Paskah yang dilaksanakan oleh semua orang Kristen dan Katolik.
Masih terlintas dengan jelas Paskah tahun 2010. Paskah adalah serangkaian acara keagamaan yang durasinya lebih kurang 43 hari. Diawali dengan Rabu Abu, pemberkatan abu kepada umat Katolik, kemudian diikuti puasa dan pantang selama 40 hari, kemudian dilanjutkan dengan Minggu Palma, penyambutan Yesus Kristus di gerbang Yerusalem, kemudian dilanjutkan dengan Kamis Putih, perjamuan terakhir, Jumat Agung (Wafat Yesus Kristus di Salib), Sabtu Suci, dan ditutup dengan Minggu Paskah. Masa-masa khusyuk saya terganggu oleh adanya Ujian Nasional yang kebetulan dilaksanakan tepat 14 hari sebelum Minggu Paskah. Saya tidak membayangkan adik-adik saya yang harus ujian di masa-masa Paskah ini. Ketika itu, saya harus bergelut dengan banyak sekali hal. Yang pertama yang paling memberatkan adalah Ujian Nasional. Disusul kemudian Ujian Masuk UGM yang dilaksanakan tanggal 28 Maret 2010 (Paskah saat itu tanggal 4 April 2010). Tanggal 28-31 Maret 2010 langsung disusul Ujian Praktek. Dan tepat tanggal 4 April 2010 saya harus ujian masuk di Universitas Diponegoro Semarang. Sehingga, malam Paskah saya hanya merayakan ekaristi Bahasa Jawa dan kemudian berangkat ke Semarang untuk melaksanakan ujian (ujian masuk ketika itu dimulai pukul 07.00, sehingga malam itu saya harus berada di Semarang). Benar-benar masa yang berat bagi saya untuk tidak bisa melaksanakan Paskah tahun 2010.
Tapi, momen Paskah 2010 itu benar-benar membawa sebuah momen kebangkitan bagi saya. Kebangkitan Yesus kala itu membuat saya benar-benar terinspirasi. Yesus bangkit dari segala macam cobaan bahkan siksaan. Mengapa saya tidak bisa bangkit dari cobaan dan siksaan, dalam hal ini siksaan untuk memacu saya agar bisa mencapai mimpi saya? Tentu saya harus bisa. Kemudian, saya menghubungkan dengan tema Paskah 2011, Inilah Orang Katolik Sejati, yang merujuk pada Yesus Kristus, seseorang yang rela sengsara, bangkit dari cobaan yang menderanya dan menjadi berkat serta teladan bagi orang Katolik saat ini dan selama-lamanya. Saya Katolik, dan saya harus meneladan Yesus Kristus. Saya dicobai, saya disiksa, saya diberi tanggungan yang banyak oleh Yesus sendiri. Maka, saya harus menjalaninya, bukan melewatinya, dengan suka hati. 
Akhir kata, Paskah bukan sekedar sebuah momen untuk kembali berfoya-foya merayakan sebuah momen keagamaan. Melainkan sebuah momentum untuk kembali merasakan dan mengingat kembali siapa kita dan siapa Yesus. Sebuah momentum yang mengembalikan kita semua kepada ke-Katolik-an sejati : rela berkorban bagi sesama. Ingatlah pula, bahwa Yesus bangkit pun tidak hanya untuk diri-Nya sendiri, melainkan untuk sebuah penebusan. Penebusan itu tidak hanya dibayar dengan uang. Mungkin, kalau penebusan jaman sekarang cukup dibayar dengan uang saja. Tapi, Yesus membayar dengan luka, dengan darah, dan dengan kesakitanNya. Mari kita rayakan Paskah ini, dan kembali ke hakikat kita sebagai orang Katolik sejati.

Selamat Paskah  2011. Berkah Dalem Gusti.

Kita telah disiram air jernih oleh Yesus, kita juga telah diberikan roh baru. Mari kita karyakan seluruh tenaga dan upaya kita, bagi Tuhan dan bangsaku. Ad Maiorem Dei Gloriam.

Selasa, 19 April 2011

Menjawab Essay dan Menjawab Pilihan Ganda

Setidaknya, ada 2tipe besar soal dalam setiap ujian. Kedua tipe tersebut adalah tipe Essay yang biasanya meminta penjawab menjawab dengan panjang lebar sesuai dengan perintah soal, dan tipe Pilihan Ganda yang menghendaki penjawab memilih salah satu dari beberapa pilihan yang paling sesuai. Sebenarnya, kedua soal tersebut memiliki tingkat kesulitan dan cara pengerjaan yang berbeda.
Cara mengerjakan soal Essay satu-satunya adalah dengan cara mengetahui dan memahami, bukan menghapal, seluruh materi pokok yang akan diujikan. Hal ini karena soal essay menuntut penjelasan yang seruntut-runtutnya dan sejelas-jelasnya sesuai dengan pokok bahasan. Sehingga, ketika sekedar hapal saja tidak bisa menolong dalam pengerjaan essay ini. Sebaliknya, bila paham dan tahu, itu bisa disamaartikan dengan sudah menghapal tingkat tinggi, maka jawaban yang diberikan akan sangat mendalam dan skor yang diperoleh bisa jadi tinggi. Biasanya pula, soal essay merupakan sebuah soal kasus yang jawabannya harus mengintegrasikan antara bab satu dengan bab lainnya. Misalnya pertanyaannya adalah sebagai berikut : 
Seseorang pasien datang kepada dokter spesialis ortopedi dan traumatologi. Ia baru saja jatuh dari motor yang menyebabkan femur dextranya fraktura dan terjadi bengkak serta mati rasa. Jelaskan proses histologis penyambungan kembali femur yang fraktur serta mekanisme terjadinya mati rasa dan bengkak pada pasien tersebut! Jika memungkinkan, sebutkan pula tindakan dan pengobatan yang mungkin dilakukan!
Sebaliknya dengan soal-soal pilihan ganda yang sekedar menuntut penjawab hanya hapal dengan materi saja, tanpa harus mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai suatu materi. Tipe pilihan ganda ini, secara jangka pendek memang baik melatih keobyektifan penjawab. Tapi, secara jangka panjang justru bisa melemahkan kemampuan analisis dan kemampuan mengintegrasikan ilmu dari penjawab. Enaknya, jika kita hanya mengetahui sedikit, tidak seluruh, materi saja, dalam artian terpotong-potong, kita masih bisa menjawab soal-soal pilihan ganda ini.
Saya menganjurkan, dari pengalaman-pengalaman saya (SMA saya 3 tahun digembleng dengan soal essay, 1,5 tahun diantaranya juga disisipi soal pilihan ganda), sebaiknya belajar dan mengandai-andaikan kita akan mengerjakan soal essay. Karena dengan belajar dan mengandai-andaikan kita mengerjakan soal essay, maka otak kita mau tidak mau harus tahu dan paham mengenai materi yang akan diujikan. Tidak hanya sekedar hapal. Sekedar hapal, besok pagi setelah tes berlangsung ketika ditanya lagi pasti akan lupa. Tapi, ketika kita tahu dan paham, bahkan bila kita sudah jauh meninggalkan materi pokok tersebut, ketika ditanyakan kembali kita masih sanggup menjawab.

Senin, 18 April 2011

Motivasi dari Segelas Susu Telor

Masa-masa ujian ini mengingatkanku kembali pada masa-masa menempuh ujian dulu. Setidaknya atmosfernya sama dengan sekarang : deg-degan, penuh ketidakpastian, dan takut tidak lulus juga. Bedanya, setiap motivasi dulu selalu datang pada pagi hari saat saya akan menempuh ujian. Motivasi itu datang dari segelas susu telor yang dibuat oleh ibu saya tiap pagi. Susu Milo 3 in 1 dicampur dengan sebutir telor ayam kampung. Diaduk dalam air panas, kadang dengan air jahe atau air rebusan kacang hijau. Ya, satu bentukan, tapi 2 dorongan atau motivasi sekaligus.
Pertama, dorongan datang dari segelas susu telor. Susu dan telor kaya akan protein. Apalagi telor ayam kampung yang memang terkenal kaya dengan omega 3 nya (salah satu jenis protein). Protein sendiri sangat berguna bagi regenerasi sel, terutama bagi perkembangan otak. Maka, sangat disarankan mengkonsumsi makanan tinggi protein jika ingin lancar dengan urusan dengan otak. Bahkan, jika perlu mengkonsumsi ikan laut yang lebih kaya protein (sudah saya buktikan selama 7 hari sampai mblenger, dan memang benar adanya. Untuk memikir rasanya lebih enteng). Support yang pertama datang dari segelas susu telor yang kaya protein ini.
Support atau motivasi yang kedua datang dari sebuah motivasi dari seorang ibu atau kata lain orang tua kita. Dengan memberikan segelas susu telor tersebut, orang tua kita secara tidak langsung memberikan support kepada kita agar kita bisa meraih yang terbaik dalam ujian kita. Keinginan orang tua adalah baik adanya. Tidak mungkin ada orang tua yang ingin anaknya mendapatkan yang terburuk, bahkan anak yang durhaka sekalipun. Dan hal ini penting. Bayangkan ketika tanpa adanya motivasi orang tua. Ibaratnya sebuah 'empyak' tanpa adanya 'cagak' yang sangat rapuh jika dipegang.
Maka dari itulah, supportlah otak Anda dengan protein yang cukup, dan jangan lupa meminta restu dari orang tua setiap akan melakukan sesuatu. Sebab, restu orang tua adalah obat paling mujarab dalam setiap masalah.

Minggu, 17 April 2011

Ujian, Siapa Takut?

Tulisan ini untuk adik-adikku yang akan menempuh Ujian, baik Ujian Nasional maupun Ujian Sekolah.

Ujian, siapa takut? Kenapa harus takut dengan ujian? Jika ditelusur secara lebih mendalam, ujian yang dilaksanakan baik oleh negara maupun oleh skolah, merupakan sebuah cara untuk mengetes kita sejauh mana kita menguasai mata pelajaran yang telah ditetapkan. Sulitkah ujian? Saat ini saya menjawab tidak karena saya sudah melaluinya 1 tahun yang lalu. Ya, saat-saat penuh cobaan 1 tahun yang lalu. Sebenarnya, yang membuat ujian itu sulit atau mudah adalah suasana hati kalian.
Setidaknya ini adalah hasil refleksi dan perenungan kembali dari diri saya setelah 1 tahun berlalu untuk UN SMA dan 4 tahun berlalu untuk UN SMP. Yang terberat adalah karena tanggungan saya saat itu saya tidak hanya harus lulus UN, tapi saya juga harus bisa diterima di universitas pilihan saya. Yang lebih memberatkan lagi adalah  ujian beberapa universitas saat itu dilaksanakan dalam jangka waktu yang mepet (UGM 1 minggu setelah UN, dan Undip saat hari raya Paskah). Suasana hati saat itu kurang terkontrol dan persiapan juga terbagi menjadi dua : UN dan tes UM UGM. Dari terbelahnya pikiran menjadi dua ini, saya sudah tidak dapat berpikir harus prioritas yang mana dulu karena kedua-duanya penting. Akhirnya, saya prioritas ke Ujian Nasional karena tanpa melewati 'anak tangga' yang satu ini, meskipun saya lolos UM UGM (pikiran saya saat itu), saya tetap tidak dapat naik ke 'anak tangga' selanjutnya.
Ketika ditanya, apakah saya belajar? Jawabannya adalah tidak. Proses pembelajaran saya adalah selama 3 tahun dan menjadi efektif ketika 1 bulan mendekati masa ujian. Ketika malam hari menjelang ujian pun saya hampir samasekali tidak membuka buku. Saya hanya membuka sedikit membolak-balik buku, kemudian tidur. Justru 9 hari sebelum ujian saya lebih memperbanyak doa saya. Belajar saya terbantu dengan adanya kisi-kisi ujian dari depdiknas, soal-soal tahun lalu, dan coretan kecil yang saya buat di HVS kosong yang selalu saya baca saat saya akan tidur.
Jadi, yang terpenting untuk sahabat-sahabatku sekalian yang akan menjalani ujian adalah kesiapan hati dan kemantapan pikiran. Percuma kalian sudah belajar keras namun kalian tidak punya kemantapan. Percuma 2 hari yang lalu kalian telah paham pelajaran dan rumus-rumus fisika, tapi tiba-tiba pikiran kalian berkata "aku tidak bisa Fisika". Semuanya akan buyar seketika. Saya dulu tidak bisa, bahkan benci, dengan Fisika. Tapi ketika mendekati ujian, saya hanya berdiam diri dan terus memotivasi bahwa saya bisa dengan target nilai hanya 70 saja. Ketika hasil ujian itu muncul, dan saya melihat, saya benar-benar bisa mengerjakannya dan nilai 80 pun saya dapatkan. Justru pelajaran kimia yang saya menguasai dan menyepelekan dengan target nilai maksimal, hanya bisa meraih 77,5 saja. Jadi, tetaplah optimis. Atur pikiran, kelola pikiran, jangan panik, dan katakan bahwa kalian bisa. Kalau kalian masih khawatir lupa apa yang kalian pelajari, buatlah catatan kecil mengenai materi yang mungkin kalian lupa. Baca sesaat sebelum tidur dan 30 menit sebelum masuk ruangan. 30 menit sisanya untuk menenangkan hati sembari tetap mengucapkan bahwa kalian bisa. Jika ada teman yang memancingmu bertanya tentang soal ketika sedang menunggu waktunya masuk, jangan jawab soal itu. Lebih baik diam saja, karena dengan banyaknya pertanyaan yang mungkin ditanyakan teman, akan merusak jalan pikiran yang telah kalian buat.
Satu peringatan terakhir dari saya dan selalu saya dengungkan dari dulu sampai sekarang. Kalau cuma sekedar untuk lulus Ujian nasional itu mudah, toh sudah ada kisi-kisi dari depdiknas dan toh pasti juga soal-soal itu yang akan keluar. Yang paling sulit adalah menjadi yang terbaik diantara yang terbaik. Dan saya yakin, kalian pasti bisa menjadi yang terbaik diantara yang terbaik. Selamat bertarung dan selamat bertaruh. Lulus Ujian Nasional dan Lulus Ujian Sekolah bukanlah puncak dari hidupmu, namun sebuah anak tangga untuk menuju kesuksesanmu. Bertarunglah, tunjukkan taringmu, hadapi duniamu, miliki mimpimu. Ad Maiorem Dei Gloriam.

Kamis, 14 April 2011

Kuliah Mahal, Kuliah Murah?

Akhir-akhir ini di kampus saya sedang ribut mengenai masalah kenaikan SP3 (semacam biaya kuliah). Yang dipermasalahkan adalah kenaikan SP3 yang dapat berdampak pada adik-adik saya yang akan segera menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, terutama Perguruan Tinggi Negri. Naiknya biaya SP3 ini terjadi hampir di seluruh kampus. Tidak hanya di UA, bahkan saya berani menjamin bahwa USU, UGM, UI, UNS, Undip, Unsoed, bahkan Uncen pun tak dapat lepas dari kenaikan biaya SP3 ini. Mengapa demikian? Saya menganalisisnya dari segi biaya operasional yang dikeluarkan universitas. BHMN sendiri, beberapa situs menyebutkan bahwa PT-BHMN ini merupakan suatu bentuk neoliberalisme pendidikan yang menghambat si miskin untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi. Pada PT-BHMN ini, seluruh keuangan diatur oleh perguruan tinggi sendiri. Dana memang dapat berasal dari dana pemerintah, namun pendapatan terbesar adalah dari dana masyarakat, yang tak lain adalah pendapatan dari mahasiswa yang berkuliah di tempat tersebut. Dengan dicanangkannya BHMN pada perguruan tinggi negri, sekaligus berkurangnya kuota PMDK (jalur penerimaan di perguruan tinggi negri yang identik dengan biaya mahal, bagi orang mampu, atau PBS di UGM), maka tak heran jika biaya masuk tetap sama dengan tahun sebelumnya perguruan tinggi akan mengalami kerugian besar karena biaya operasional tidak tertutup oleh pendapatan perguruan tinggi. Sehingga, karena kuota bagi SNMPTN ditingkatkan, maka biaya masuk baik dari PMDK maupun SNMPTN turut dinaikkan agar biaya tersebut dapat menutup operasional kampus.
Sebenarnya bukan perkara yang patut dilebih-lebihkan mengenai kenaikan SP3 ini. Saya bisa bilang, ada 2 kampus yang memiliki biaya kuliah yang murah (yang saya tahu dan saya pernah coba) yakni Universitas Sebelas Maret (Solo) dan Universitas Airlangga (Surabaya). Di UNS dulu, jika saya diterima di FK melalui jalur Prestasi, saya hanya diminta membayar RP 12,5 juta saja. Di UA (Sebutan baru Universitas Airlangga), saya hanya dikenakan biaya Rp 2,35 juta untuk FKG melalui jalur SNMPTN. Saya bisa bilang murah karena saya membandingkan dengan di UGM dan Undip. Di UGM, jalur SNMPTN harus membayar Rp 15 juta untuk FK atau FKG. Di Undip harus membayar Rp 75 juta untuk FKnya melalui jalur UM 1.
Bagaimana membedakan murah atau mahal? Bila kuliah mahal itu, tentunya uang yang kita bayarkan tidak akan kembali kepada kita. Dalam artian mengenai fasilitas penunjang dan hal-hal yang kita peroleh selama di kampus. Bila kuliah murah, maka apa yang kita bayarkan sesuai dengan apa yang kita dapatkan dari universitas. Misalkan saja fasilitas laboratorium yang memadai, dosen yang terampil, fasilitas penunjang seperti perpustakaan terintegrasi, layanan internet, Wi-Fi, atau mungkin website universitas untuk akses data nilai dan KRSan. 
Siapa yang salah dengan naiknya biaya pendidikan ini? Saya bisa bilang semuanya salah. Karena semua yang ada di dunia ini berkaitan dengan pendidikan. Biaya pendidikan tidak hanya dihitung berdasarkan hal yang sederhana, melainkan dihitung melalui sebuah prosedur yang rumit. Mekanisme pasaran yang selalu berubah juga membuat biaya operasional tiap tahun akan selalu berubah. Masa ada universitas yang tidak menaikkan biaya operasional kala biaya kertas atau alat tulis kantor naik? Ibaratnya, tidak ada penjual gorengan yang tidak menaikkan harga gorengannya ketika harga terigu naik. Demikian pula dengan universitas dengan berbagai faktor dalam biaya operasionalnya. Yang bisa dibilang salah lagi adalah pemerintah. Seharusnya, pemerintah menjadi sumber dana terbesar terhadap pembiayaan pendidikan. Mohon maaf sekali lagi mohon maaf karena saya membandingkan dengan negara-negara yang lebih maju, beberapa negara di Eropa sudah menanggung biaya pendidikan anak-anak di negaranya, bahkan beasiswa yang sangat melimpah ada disana. Sedangkan di Indonesia, ketika digembor-gemborkan kuliah murah di berbagai perguruan tinggi negri, lantas disahkanlah UU PT-BHMN yang menyebabkan biaya kuliah menjadi tinggi.
Inilah sebabnya saya menulis tulisan ini. Keprihatinan atas berbagai pandangan. Sebenarnya, semuanya kembali kepada kita. Kita membayar, tentu pasti ada timbal balik yang diberikan kepada kita. Murah atau mahalnya tergantung dari apa yang diberikan universitas kepada kita, dan berapa kita membayar universitas. Protes terhadap biaya pendidikan juga perlu memperhatikan aspek-aspek lain, semisal biaya operasional. Yang lebih perlu diperhatikan lagi adalah biaya operasional tiap fakultas adalah berbeda. Biaya operasional Fakultas Kedokteran Gigi yang membutuhkan banyak sekali alat laboratorium yang harganya sangat mahal, mungkin biaya operasionalnya akan lebih mahal daripada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang tidak membutuhkan peralatan laboratorium yang mahal dan rumit.

Selasa, 12 April 2011

Apa Artinya Safety Riding?

Kekacauan lalu lintas yang ada saat ini merupakan sebuah dampak nyata dari melonjaknya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Kesadaran menggunakan angkutan umum, yang notabene lebih murah tapi pada keadaan tertentu bisa jadi lebih mahal, masih rendah. Justru banyak dealer berlomba-lomba memberikan diskon terbesar bagi orang yang ingin membeli kendaraan pribadi. Akibatnya, pihak kepolisian perlu melakukan sosialisasi safety riding, yang sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu, demi keberlangsungan kelancaran lalu lintas. Tapi, hasil yang didapatkan masih belum nyata. Apa dan kenapa? Adakah yang salah? Tentu saja ada dan banyak.
Safety Riding secara harafiah berarti mengemudi secara baik dan benar sehingga cara mengemudinya dapat menjamin keamanan dan keselamatan dari diri pengguna kendaraan bermotor maupun orang yang ada di sekitarnya. Yang ditanamkan seharusnya adalah hal-hal yang mengacu pada arti secara harafiah tersebut : kelengkapan kendaraan yang baik (spion, lampu sein, lampu utama, lampu rem, dlsb), kondisi kendaraan (mesin kondisi baik, rem kondisi baik dan kampas masih dalam taraf normal, kekencangan rantai, tekanan udara ban), beban kendaraan (beban maksimal sekitar 150 kg pada motor, lebar beban tidak melebihi lebar stang kemudi motor), dan tentu attitude pengendara yang perlu diperhatikan. Tapi, saat ini yang banyak diajarkan adalah : Safety Riding adalah mengemudi secara pelan-pelan. Kata pelan-pelan ini perlu digarisbawahi bahwa ternyata program safety riding yang dicanangkan oleh kepolisian belum diserap dengan benar oleh warga negara kita. 
Apakah jika mengemudi dengan pelan-pelan bisa dipastikan selamat? Tidak juga. Tergantung konteks. Berjalan pelan belum tentu safety. Seperti misalnya mengemudi pelan-pelan di tengah jalur antar kota lagi. Perlu diperhatikan sebelumnya, Indonesia menganut sistem yang aneh. Di negara lain rata-rata jalan antarkotanya sudah menggunakan sistem bebas hambatan, artinya tidak ada persimpangan atau hambatan lain yang membahayakan. Harapannya, adalah dengan adanya jalur antarkota kecepatan kendaraan bisa maksimal (meski ada pembatasan kecepatan) sehingga keefisienan waktu tempuh bisa dimaksimalkan (lihat saja, meskipun menggunakan bis antar kota di luar negri, katakan Jerman, tapi ketepatan waktu mereka sangat baik karena jalannya sangat baik dan lancar). Sementara di Indonesia, semua disamaratakan. Seharusnya, jalan antarkota antarpropinsi itu adalah jalur cepat yang tidak bisa sembarang orang bisa lewat dan memotong jalan tersebut. Jarak dengan rumah pun perlu diperhatikan (contohnya bisa lihat Ring Road Jogja). Ini artinya infrastruktur saja masih kalah jauh dan sangat jauh dari kata sempurna.
Ngebut berarti maut? Saya belum bisa membuktikan kalimat tersebut selama kurun waktu saya mengemudi selama rentang waktu 9 tahun (5 tahun kondisi tidak sah, 4 tahun kondisi sah memiliki SIM). Selama kurun waktu tersebut, saya mengalami kecelakaan 3 kali (1 kali ketika kelas 2 SMP, 2 kali di kelas 1 SMA). Kalau ingin tahu cara mengemudi saya, tanyakan pada teman yang kenal dengan saya. Bawaan saya memang ngebut. Ingat, ngebut tidak sama dengan ugal-ugalan. Definisi ngebut adalah berjalan dengan kecepatan tinggi. Saya memang ngebut, tapi saya safety. Artinya, saya tahu tempat. Saya membawa sepeda motor di jalan sepi, maka saya akan berjalan dengan kecepatan yang agak tinggi, tentunya dengan melihat keadaan dan situasi sekitar. Apakah aman untuk kecepatan tinggi atau tidak. Tapi, ketika macet, tidak mungkin saya ngebut karena ngebut di kondisi macet adalah ugal-ugalan. Yang terpenting lagi adalah jaga jarak. Jarak yang harus dimiliki antar kendaraan harusnya berbeda. Ini berkaitan dengan kemampuan pengereman antar kendaraan. Standar pengereman paling baik dimiliki oleh bis, baru disusul mobil, sepeda motor, dan truk. Jarak ini penting dan berkaitan juga dengan kecepatan. Misalnya saya berjalan di belakang bis dengan kecepatan 30 km/jam. Maka, saya agak mepet bis saja tidak apa-apa (lebih kurang 1 meter). Lain halnya ketika saya berada di belakang bis dan melaju dengan kecepatan 100 km/jam. Jarak antar kendaraan akan semakin lebar. Pada umumnya, jarak antar kendaraan ini paling diabaikan. Karena apa? Di tes SIM (saya tes SIM 2 kali, SIM A dan SIM C dan hasilnya di atas 75 semua) tidak ada soal yang menyebutkan berapakah jarak aman antar kendaraan pada kecepatan x km/jam. Maka, jangan salahkan pengemudi jika memang banyak kecelakaan karambol karena kurangnya kemampuan menjaga jarak karena mental masyarakat Indonesia pada umumnya hanya waton mepet.
Safety Riding juga tidak melulu hanya pengetahuan yang bersifat kognitif. Diperlukan juga kemampuan untuk meramal dan membaca situasi. Tentunya membaca gerak-gerik dari pengendara lain dan kemampuan untuk melihat dan mengenali situasi sekitar. Insting sangat diperlukan dalam mengemudi. Makanya, saya paling tidak setuju ada orang baru saja bisa mengemudi kendaraan dibiarkan dan dilepasliarkan langsung di jalan raya. Kemampuan mereka belum banyak dan insting mereka belum terlatih.
Yang perlu diingat bahwa Safety Riding bukan hanya melulu pada mengemudi dengan perlahan-lahan. Jika masih berpikiran seperti itu, segera saja hapuskan pemikiran Anda, atau hapuskan saja UU Lalu Lintas. Safety Riding adalah lebih bagaimana menggunakan kendaraan secara efisien, sesuai dengan peraturan yang berlaku di UU, serta tetap dengan berpedoman pada kondisi kendaraan yang terbaik dan emosi dari pengemudi yang baik. Satu prinsip pula yang perlu diingat adalah bahwa fungsi dari kendaraan bermotor adalah untuk mempercepat waktu tempuh. Kalau waktu tempuhnya sama dengan bersepeda, kenapa tidak bersepeda saja mulai dari sekarang? Toh tidak ada bedanya antara waktu tempuh dengan bersepeda dan bersepeda motor.

Senin, 11 April 2011

Berpikir (Jangka) Panjang

Bisa jadi, yang akan saya ulas ini ada kaitannya dengan pertanyaan mengapa Indonesia tidak pernah maju, dari dulu sampai sekarang.
Kebanyakan orang Indonesia saat ini, tak terkecuali para pejabat dan saya, memiliki pemikiran hanya jangka pendek saja. Apa yang dipikirkan hanya bersifat populis dan hanya berlaku dalam jangka tertentu saja. Kebijakan yang dipikirkan tidak pernah memikirkan jangka panjangnya. Misalkan ijin kendaraan pribadi ditingkatkan dengan dalih untuk menutup pajak yang tekor akibat habisnya dana untuk menambal atau memperbaiki jalan yang rusak. Secara jangka pendek, ini dapat dimaklumi dan seolah-olah sah-sah saja. Tidak terpikirkan akibat selanjutnya : kondisi cadangan minyak bumi yang makin menipis, polusi udara, angka kecelakaan yang akan cenderung meningkat, infrastruktur jalan yang harus ditingkatkan, dan lain sebagainya.
Tidak berpikir panjang juga merupakan kesalahan besar bangsa ini. Pemikirannya selalu cepat keluar, tapi tidak melihat faktor A sampai Z. Berpikir pendek tidak sama dengan berpikir cepat, meskipun dapat disedikit sama artikan, tapi memiliki esensi yang berbeda. Berpikir pendek memiliki arti berpikir hanya sesaat, tanpa memandang faktor A sampai Z yang mempengaruhinya serta pemikiran yang diberikan, biasanya, hanya untuk beberapa saat saja. Berpikir cepat, memiliki arti bahwa orang tersebut sempat 'berpikir' dalam artian sempat melihat dan mempertimbangkan faktor A sampai Z meskipun hanya sekilas dan kurang mendalam. Contoh berpikir pendek adalah ketika kita diberikan pertanyaan singkat, misalnya : saya akan bunuh diri karena cinta saya ditolak. Berpikir cepat misalnya pada pertanyaan-pertanyaan spontan yang diberikan seorang guru pada muridnya.
Harus bagaimanakah dan kemanakah kita? Sebagai generasi muda yang terarah dan berprestasi, tentunya hendaknya kita diajak untuk berpikir panjang. Tidak hanya berpikir panjang, tapi juga berpikir jangka panjang. Berpikir jangka panjang dan berpikir panjang belum tentu membutuhkan waktu yang lama. Semuanya berkaitan dengan pengalaman dan banyaknya artikel, buku, atau kasus yang pernah dibaca, dimengerti, dan dipahami secara mendalam. Kenapa harus berpikir jangka panjang? Tentu ini nantinya dapat melatih diri sendiri untuk menjadi pribadi yang stabil dan netral, meskipun tidak selamanya netral itu baik dan juga dalam kasus tertentu, netral bisa dianggap sebagai tindakan tak berpendirian bila dilakukan tanpa dasar atau landasan yang kuat. Berpikir jangka panjang harus memperhatikan aspek-aspek berdasarkan faktor dan kondisi, baik dari A sampai Z. Ini yang sebenarnya membuat pemikiran itu jadi matang. Akibat yang ditimbulkan dari pemikiran ini adalah keputusan yang dapat dipergunakan dalam jangka yang panjang. Selain itu, keputusan yang diambil pun adalah win-win solution yang tidak berat sebelah. Akibat lainnya dengan pemikiran jangka panjang ini adalah berkurangnya sikap arogansi. Sikap arogan sendiri muncul karena seseorang hanya memandang bahwa "I", "Saya", "Aku", atau bahkan "Gue" sebagai sesuatu hal yang pantas dan layak dibenarkan karena hanya melihat dari sisi "Saya" tadi tanpa melihat faktor A-Z sampai selesai, atau mungkin juga hanya memandang faktor A-D saja, belum selesai sampai Z.
Kenapa saya mengajak Anda sekalian untuk berpikir panjang dan jangka panjang? Ini berkaitan dengan kondisi bangsa kita yang sudah sangat jenuh pada pemikiran saat ini yang lebih mengutamakan pemikiran jangka pendek, dan berpikir pendek. Akibatnya, banyak sekali orang yang berpemikiran jangka panjang harus disisihkan, tersingkir, dan 'terpaksa' pergi ke luar negeri untuk menyalurkan idealismenya tersebut. Akibatnya, karena pemikiran yang terjadi hanya jangka pendek, ketika yang dibicarakan oleh si 'pemikiran jangka panjang' terjadi, si 'pemikiran jangka pendek' ini cuma bisa bilang, "Oh, iya ya. Kenapa dulu tidak seperti ini saja?" dan sayangnya itu adalah pemikiran yang sudah 'kasep' atau terlanjur. Pemikiran seperti ini tidak pantas dibudayakan. Begitu juga ketika pemikiran jangka panjang bisa menghindarkan pada tindakan arogansi dan egosentris. Tentu bangsa kita saat ini sudah sangat maju. 
Berpikir jangka panjang saat ini bukanlah lagi merupakan suatu trend, melainkan sebuah kebutuhan yang mau tidak mau harus diadakan. Orang arogan dan sangat egosentris merupakan ciri orang yang tidak pernah berpikir panjang dan jangka panjang. Akibatnya, ia hanya akan memandang sebagian saja yang menjadi faktor dan pandangan atau keputusannya akan berat sebelah. Maka, jangan salahkan jika Indonesia saat ini selalu berat sebelah. Bisa ambil kesimpulan? Kebanyakan orang Indonesia masih belum bisa berpikir panjang dan jangka panjang dan 100 % dari mereka terjerumus ke lembah arogansi dan egosentris.

Minggu, 10 April 2011

Jogja

Berdesak-desakan di Malioboro
Mendengarkan orang tawar-menawar
Berbaur dengan bau parfum dan keringat basah
dagadu
Gasing
Temaramnya lampu Tugu Jogja
Pocinan Code
angkringan Lek Man dan Kang Ali
Membuatku untuk selalu rindu
Untuk kembali
Dan selalu ingin pulang lagi
Ke Jogjakarta

Malioboro, 9 September 2010
Kala bedug Takbir saling bersahutan

Kamu

Kamu
Mawar bagiku

Kamu 
Kucing bagiku

kamu 
Tupai bagiku

Tapi,
Kamu tetap serpihan hatiku
Yang tertinggal entah dimana

Jatirejo 77B, 030210
Mengenang masa lalu yang pahit

Hujan

Ia masih memendam tawa
Tawa tak terpekik
Menyuruhku untuk memahaminya
Sekalipun aku tak paham

Ya, ia tertawa menertawakan hidupku
Yang carut marut tak keruan ini
Hempasan titiknya ke tanah
Menyadarkanku bahwa aku tak kunjung sadar

Seolah ia ingin mengusir lamunanku
Mengusir segenap keingintahuanku, impianku
Menggegap gempita suara gemuruhnya
Membuatku tuk mundur tiga langkah

Aku tak paham apa maunya
Ia tiba-tiba menjadi rintangan bagiku
Aku tak paham, haruskah aku melawan kodrati
kodrati yang alam telah berikan

Hujan menutup segala impianku
Mengalahkan segenap lajuku
Untuk terus melaju
Dalam menggapai setiap anganku

Karmen 100411
Untuk 'Hujan' yang datang silih berganti

Sabtu, 09 April 2011

Sepanjang Putat Jaya

Aroma tak biasa ini menyeruak
Memasuki lubang hidungku
Menusuk saraf penciumanku
Bau yang tak biasa

Bau bir ini begitu menyengat
Suara dentuman keras dari kafe
Memecahkan keheningan senja di tempat ini
Wanita berbalut tank top berjalan menyusuri senja
Menanti bayangan pria tak kunjung datang

Anak-anak polos masih berlarian
"Mak, aku ingin sekolah"
"Uang mak tak cukup, pergilah"
Anak-anak itu, masih memendam harap
Untuk sekedar mencicipi pendidikan

Ya, belum saatnya bagi mereka
Untuk mengetaui hiruk pikuknya gang mini ini
Tiap malam, menantikan ibunya
Yang entah ada di pelukan laki-laki mana lagi
Anak-anak, belum tentu statusnya
Anak siapakah mereka, tentu anak ibunya

Indahnya hidup mereka
Tak seindah hidup laki-laki hidung belang
di kasur mereka
Mereka tak butuh uang
Mereka butuh pendidikan
Mereka ingin cerdas
Dan kelak menjadi pemimpin
Yang bermoral teguh
Meskipun dari daerah tak terengkuh

Karmen, 090411
Untuk adik-adik di Putat Jaya

Rumah Praktek Masa Depan : Not Only A Dream

Setiap dokter pasti mengidam-idamkan memiliki sebuah rumah praktek sendiri sesuai dengan keinginanya. Tanpa terkecuali seorang dokter gigi, dan tentunya saya. Saya berusaha mendesain rumah praktek saya, agar kemudian hari, ketika saya telah menjadi dokter gigi yang sukses, saya tak perlu lagi mencari-cari konsep untuk membuat rumah praktek tersebut. Dan percaya tak percaya, ini mungkin mimpi bagi Anda, tapi it isn't just a dream, it will come true, one day...






Kamis, 07 April 2011

Remang Matahari

Matahari itu kembali bertalu
Sendu syahdu dalam hatiku
Ia duduk meringkuk
Terangi secercah hatiku

Terangnya takkan cukup
Buatku kembali bangun
Dan bersiap jalani mentari pagi
Yang ternyata tlah menyongsong

Aku bak tong kosong
Tiada mampu kan mengelak
Dari kondisi muram senja ini
Menggelinding tiada arah dan tujuan

Cahya matahari takkan mampu
Terangi jalan senja di pelupuk mata
Hanya remang yang kan ku jalani
Slalu, tiada henti
Arungi jalan nan tiada terputus

TND a.k.a HMDN 0892
Karmen 080411

Pertarungan

Hidup ini pertarungan!!!

Mungkin kalimat ini sering diucapkan oleh siapapun, selain saya yang baru saja mengucapkannya sendiri. Memang benar adanya bahwa kehidupan itu adalah sebuah pertarungan.
Tiap orang bergelut sendiri-sendiri untuk menjalani hidupnya. Bergelut dengan siapa? Dengan siapapun. Dengan waktu, dengan orang lain, dengan kesempatan, bahkan dengan dirinya sendiri. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini perlu ditaklukan atau seminimal-minimalnya konsolidasi. Berhenti sedikit? Bukan saatnya bila kita sedang menjalani kehidupan. Berhenti sedikit, istirahat sedikit, maka kitalah yang akan dikalahkan. Oleh siapa? Oleh waktu, oleh kesempatan, bahkan oleh diri kita sendiri. Bagaimana menjalani kehidupan? Kata kuncinya cuma satu : FIGHT! Bertarung dan terus bertarung untuk mencapai yang terbaik.
Terbanglah, arungilah hidupmu, bertarunglah dan bergelutlah dengan zamanmu sendiri. Selamat malam, raih hari esok menjadi hari yang lebih baik dan terbaik.

Banyak Tugas, Belajarkah?

Tuntutan pelajar atau mahasiswa saat ini sangatlah beragam. Tuntutan paling kentara adalah banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Setidaknya, siswa kelas XII memiliki beban 12 mata pelajaran yang didistribusikan pada 6 hari efektif. Bayangkan bila tiap harinya saja ada 1 tugas saja, maka dalam 1 minggu ada 6 tugas yang harus diselesaikan. Begitu juga dengan kuliah dengan beban 21 SKS tiap semester, dan hampir tiap mata kuliahnya memiliki tugas dengan bobot yang berbeda. Pertanyaannya, apakah segala tugas tersebut membuat siswa atau mahasiswa belajar atau menjadi lebih paham akan materinya?
Sepertinya, jika sistem tugas ini dibebankan pada tiap mata kuliah atau mata pelajaran, tidak akan pernah yang namanya seorang siswa belajar lebih sesuai dengan yang diharapkan dari pembuat tugas. Pembuat tugas pasti akan berpemikiran bila seorang siswa diberikan tugas yang banyak, maka ia bisa belajar dari tugasnya. Sayangnya, ini tidak terjadi. Tiap mata kuliah atau mata pelajaran diberikan tugas masing-masing satu, maka ini artinya akan sangat banyak tugas. Banyak tugas berarti siswa atau mahasiswa yang bersangkutan hanya akan berorientasi pada selesainya tugas tersebut. Perkiraan yang disampaikan oleh pemberi tugas akan meleset. Harapan jika mahasiswa atau siswa akan belajar lebih banyak melalui tugas tersebut meleset dan yang menjadi target pengampu juga akan meleset. 
Orientasi yang berkutat hanya terselesaikannya tugas ini sangat berbahaya. Budaya copas (copy paste) menjadi merebak selama ini. Berbagai macam sumber yang telah tersedia serta sarana dan prasarana yang lengkap membuat semacam budaya ini menjadi menjamur. Orientasi pada terselesaikannya tugas hanyalah berorientasi pada terselesaikannya tugas, dengan mengabaikan esensi dari tugas tersebut agar si pembuat tugas menjadi lebih paham materi yang disampaikan melalui tugas tersebut. Ini sangat berbahaya bagi perkembangan pendidikan. IPK atau nilai akhir menjadi baik, karena tugas terselesaikan semua. Tapi, ketika dilakukan tes, hasilnya blank semua karena pengerjaan tugas hanya berorientasi pada terselesaikannya tugas, bukan sejauh mana ia paham akan topik yang sedang dibahasnya.
Aspek positifnya? Tentu saja siswa atau mahasiswa dibiasakan mengatur waktu dan berbaur dengan kegiatan-kegiatan lain. Setidaknya, bila bisa mengatur waktu dengan baik, maka orientasi pada terselesaikannya tugas ini tidak kentara. Yang ada justru rasa untuk ingin memahami pekerjaan apa yang sedang ia kerjakan.
Apakah sistem multi-tugas seperti ini baik diterapkan di Indonesia? Jawabannya ada pada diri sendiri, dan lihatlah lingkungan sekitar. Lihat kesesuaiannya, bandingkan buktinya.

Senin, 04 April 2011

Bermain Dengan Idealisme

Banyak orang meributkan makna idealisme dan penerapannya dalan kehidupan sehari-hari. Apa implementasinya dan bagaimana mengimplementasikannya?
Sekolah saya ketika SMA dulu kebetulan mengajarkan seseorang untuk memiliki idealisme yang kuat. Dan kami semua murid-muridnya juga diharuskan memiliki idealisme yang kuat. Setidaknya idealisme itu melandasi alur pikir kami semua. Baik yang masih bersekolah maupun yang sudah menjadi alumni. Ketika berbicara dengan siswa atau alumni dari SMA saya ini memang memiliki aura yang berbeda. Pemikirannya bisa dikatakan berbeda dengan anak SMA kebanyakan yang masih enak-enaknya bermimpi tentang pacaran dan bersenang-senang. Sementara itu kami sudah berkutat pada berbagai permasalahan : korupsi, politik, agama, kesenian, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan lulusannya.
Saya, sebagai alumni SMA tersebut juga merasa bahwa idealisme-idealisme yang ditanamkan selama proses pembelajaran tertanam kuat di dalam hati. Idealisme disini saya sama artikan dengan sebuah visi atau tujuan. Yang ada adalah sejauh mana saya menjaga diri untuk mencapai tujuan tersebut. Tapi, saya baru-baru ini menyadari bahwa tujuan itu tidak dapat dipaksakan bila melihat kondisi saat ini.
Kisah yang saya sajikan ini kisah saya sendiri yang saya alami. Saya mendaftar di lebih kurang 10 universitas berbeda, 5 fakultas berbeda dan melalui 8 sistem penerimaan mahasiswa baru. 7 fakultas yang saya pilih diantaranya adalah fakultas kedokteran dan fakultas kedokteran gigi. Saya dulu memiliki satu idealisme : saya harus berkuliah di fakultas kedokteran. Saya berpikir bahwa saya mampu, saya berpikir bahwa saya bisa. Saya berpikir hasil tes potensi akademik (psikotes) dan hasil pembelajaran ini bisa membawa saya untuk mencapai tujuan saya. Saya berpikir bahwa dengan semangat saya yang berapi-api ini saya bisa mencapai tujuan saya. Namun, akhirnya semuanya justru loss. Semuanya hilang. Saya merubah idealisme saya tepat 2 bulan sebelum SNMPTN. Saya akhirnya berpasrah diri saja, dan memilih semua yang terbaik. Orang tua saya sempat hampir stress gara-gara idealisme saya. 
Setidaknya ini adalah gambaran kecil dari bagaimana bermain idealisme itu. Tidak mudah mempertahankan idealisme itu. Tak jarang justru idealisme itu menjadi suatu hal yang utopis. Ini bukan karena keadaan sekitar, tapi karena pemikiran diri sendiri bagaimana idealisme itu dipertahankan. Diri sendirilah yang membentuk sebuah idealisme, didasarkan dari lingkungan sekitar. Tapi, adanya idealisme itu harus kembali lagi menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. Idealisme itu tidak dapat secara mutlak diperjuangkan secara 'saklek' atau sama plek dengan idealisme. Ketika yang ada di lingkungan berbeda dengan idealisme, akan menjadi sangat sulit bila memperjuangkan idealisme tadi secara 'saklek'. Maka, pelaksanaan idealisme itu disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Idealisme itu dinamis, bukan suatu hal yang statis yang tidak bisa berubah bentuk melihat situasi. Dinamis, dalam artian tidak murni dinamis. Idealisme itu ibarat botol plastik. Ada kalanya dia bisa berubah bentuk, ditekan sedikit, atau bahkan diremas. Tapi, ada titik dimana botol plastik ini tidak dapat lagi ditekan ataupun diremas. Seperti itulah idealisme. Dinamis, tapi mempunyai batasan tenggang.
Memperjuangkan idealisme secara 'saklek' itu tidak mudah. Banyak orang mati karena mempertahankan idealismenya sendiri. Entah itu mati gantung diri, atau dibunuh (lihat masa-masa 98 dimana sekelompok orang berusaha mempertahankan idealismenya dan harus hilang sia-sia). Sangat makan hati tentunya. Tapi, ketika tidak bisa mempertahankan idealisme, maka orang tersebut masih sama saja dengan yang namanya ababil. Meski memperjuangkan idealisme itu sungguh sulit, tapi idealisme itu tetap diperlukan. Biar bagaimanapun, idealisme itulah yang membentuk sikap dan pribadi manusia. Idealisme dan bagaimana menerapkannya itulah yang membedakan antara satu individu dan satu individu lainnya. Milikilah idealisme yang dinamis, dan siaplah bersakit-sakit hati apabila bermain idealisme dengan 'sistem paksa'. Amdg.

*Bagi yang belum beridealisme, beridealismelah karena itulah yang akan membuat Anda lebih berpendirian dan mempunyai arah dalam tujuan hidup.

Minggu, 03 April 2011

Life is Just Like A Candle

Lilin. Deskripsi secara singkat adalah merupakan sebuah bentukan berupa batang yang terbuat dari bahan dasar minyak bumi. Diberi pewarna yang bermacam-macam agar lebih menarik. Ada pula yang dibuat dari stearin, bahan alami dari kelapa sawit, yang membuat lilin menjadi lebih awet dan kuat.
Kenapa lilin dalam analogi sore ini? Ya, lilin. Dia menjadi berguna karena api. Hidup kita bak sebuah lilin. Lilin menjadi berguna karena ada api. dengan kata lain, api adalah nyawa. Maka nyawa kita dapat kita samakan sebagai api. Percuma badan tanpa nyawa. Hanya akan menjadi bangkai saja. 
Siapa yang memberikan lilin sebuah api? Tentu adalah sebuah tangan yang berbaik hati dan mau membuat lilin tersebut menjadi berguna. Ya, tangan tersebut adalah tangan Tuhan yang memberikan nyawa kepada kita. Kenapa Tuhan memberikan nyawa kepada kita? Tuhan tidak ingin kita hanya sekedar menjadi bangkai. Gelondongan lilin yang dibiarkan begitu saja juga akan lapuk dan hilang satu persatu menjadi debu. Begitu pula dengan kita. Ada maksud dari Tuhan dengan memberikan nyawa kepada tubuh kita : Ia ingin mempergunakan dan membuat kita berguna di dunia ini.
Siapa yang bisa mematikan nyala api dari lilin itu? Tentunya semua tangan. Terserah tangan siapapun itu. Tangan orang yang ada di sekitar, atau bahkan tangan orang-orang tak bertanggung jawab. Tapi, api itu takkan pernah padam. Kenapa? Ya, karena tangan Tuhan yang menjaga nyala api itu agar jangan sampai padam. Banyak godaan yang mencoba memelencengkan jalannya hidup kita. Dan itu adalah tindakan setan. Tangan Tuhan takkan segan-segan menyingkirkan segala macam cobaan dan godaan tersebut. Dan tetap membiarkan kita untuk terus hidup. Tinggal bagaimana diri kita, akan terlena pada godaan  ataukah menjadi selektif dalam menjalani hidup?
Yang berhak mematikan nyala api dari lilin hanyalah orang yang menyalakannya. Demikian pula dengan diri kita. Maka, yang berhak mengambil nyawa kita hanyalah Tuhan. Lilin dimatikan pun juga tepat pada saatnya, ketika segala yang harus dilakukan oleh lilin telah cukup. Begitu pula dengan kita. Ketika apa yang telah kita lakukan telah cukup di mata Tuhan, maka kita akan mati. Dan nyawa kita akan kembali kepada-Nya. Kita tak tahu kapan Tuhan akan mematikan 'nyala lilin' ini. Yang bisa kita lakukan hanyalah melakukan yang terbaik dan terus yang terbaik.
Menjadi lilin, juga menjadi lentera. Lilin dinyalakan sebagai sebuah sumber cahaya di tengah kegelapan. Begitu pula dengan hidup kita ini. Kita ada untuk membuat sebuah cahaya di tengah kegelapan, gegap gempitanya dunia. Bukan untuk menambah kegelapan duniawi yang sudah sangat sering kita lakukan.
Ya, kita ini bagai sebatang lilin. Manusia-manusia lain juga adalah lilin. Gandenglah mereka satu persatu, jadikanlah dunia sekitarmu menjadi terang. Dan ingatlah slalu bahwa Dia sang empunya hidup. Ad Maiorem Dei Gloriam.

Sabtu, 02 April 2011

Berbagai Kisah Memilukan Sepanjang Hidup

Ada banyak sekali cerita sedih dan memilukan dari orang-orang yang kecopetan, ditodong, tidak punya uang, atau kena tipu. Berikut ini ulasan cerita yang masih saya ingat dan saya alami.

Cerita 1
Ketika itu saya masih SMP (sekitar tahun 2006-2007). Saya hobi sekali bermain-main di halaman depan rumah saya. Ketika itu saya ada di rumah sendirian. Tiba-tiba datang seseorang lelaki usia 30 tahunan dengan sepeda butut. Beliau mengaku berasal dari Paroki Kalasan. Beliau tahu alamat saya karena bapak saya dulu adalah Ketua Dewan Stasi St Alfonsus Nandan (pejabat gereja non rohaniwan). Beliau kalau tidak salah sudah datang yang kedua kalinya. Yang pertama bukan saya yang menemui, tapi bapak saya langsung. Yang kedua, saya sendiri yang menemui dan rumah kondisi kosong. Beliau datang dan menyatakan niatnya untuk minta sangu untuk biaya perjalanan ke Jakarta. Beliau saat itu menyampaikan bahwa beliau pergi mengunjungi setiap dewan paroki untuk meminta sumbangan sekedarnya. Kemudian, saya memberikan sedikit uang untuk bapak tersebut. Saya saat itu menyatakan dalam hati, kalau bapak ini benar-benar menggunakan uangnya untuk pergi ke Jakarta, artinya bapak ini tidak akan muncul lagi untuk ketiga kalinya. 
Setelah tahun demi tahun berlalu, sampai saya meninggalkan Jogja, bapak tersebut tidak kembali lagi. Dan saya menyimpulkan bapak tersebut telah memperoleh pekerjaannya di Jakarta.

Cerita 2
Ketika itu saya juga masih SMP (sekitar 2006-2007 pula). Saya hari itu ngidam Bebek Goreng Blabak yang menjadi langganan dan bebek goreng yang enak dan mantab. Kedua orangtua saya kebetulan akan mengunjungi saudara di daerah Magelang. Maka, saya titip sekalian bebek goreng tersebut. Lebih kurang 5 jam kemudian kedua orang tua saya kembali. Dan saya mendapatkan cerita yang cukup membuat saya ngilu dan kasihan.
Ketika itu, kedua orang tua saya sedang membeli bebek goreng di warung langganan kami di Blabak Magelang. Kedua orang tua saya berada di beranda depan warung (saat itu masih warung yang lama, hanya sebuah warung butut tanpa tempat makan). Tiba-tiba ada sepasang suami istri dan seorang anak yang masih kecil berjalan melintas depan orang tua saya. Bajunya rapi, seperti habis dari tempat penting. Bawaannya tidak banyak. Ketiga orang tersebut bertanya pada kedua orang tua saya dengan logat khas Jawa Jogja.
"Pak, Nuwun sewu. Muntilan tasih tebih mboten nggih?" (Pak, permisi. Muntilan masih jauh tidak ya?)
"Nggih sawetawis Pak. Nggih 3 kilonan." (Ya lumayan Pak. 3 kilonan)
"Menawi Gunung Kidul Pak?" (Kalau Gunung Kidul Pak?)
"Waaa....lha nggih tebih sanget. Panjenengan ajeng teng pundi to?" (Wah, lha ya jauh sekali. Anda mau kemana to?)
"Kulo ajeng wangsul Pak. Niki wau kulo saking Kyai Langgeng (obyek wisata mainan di Magelang). Lare kulo niki nembe mawon juara 1 teng kelas. Dados kulo piknikaken. Lha kok apese kulo, wau dompet kulo kalih tas kulo dipun copet. Kulo mboten mbeto arto niki." (saya mau pulang Pak. Tadi saya habis dari Kyai Langgeng. Anak saya ini baru saja juara 1 di kelas. Lalu saya piknikan. Lha kok sialnya saya, tadi dompet saya dan tas saya dicopet. Saya tidak bawa uang sekarang.)
Akhirnya, karena merasa kasihan, bapak saya memberikan makan kepada ketiga orang tersebut. Apalagi ketiga orang tersebut sangat kuyu sekali, lelah, dan kasihan : niatnya ingin menyenangkan anaknya, tapi malah kena apes.
Kemudian, setelah itu, tida orang tadi diantarkan sampai ke terminal Giwangan dan diberikan biaya secukupnya untuk sampai ke Wonosari lagi. 

Cerita 3
Hari itu hujan deras di Kabupaten Jembrana Bali. Saya, ayah saya, dan ibu saya baru saja ziarah ke Goa Maria Jembrana. Kami diantar oleh saudara kami di Jembrana untuk menuju ke Gilimanuk dan naik kapal ke Jawa. Perjalanan masih lancar sampai kami harus memutuskan untuk naik bis dari terminal Ketapang atau naik kereta. Akhirnya kami memutuskan naik kereta karena akses untuk turun di Surabaya lebih enak. Ketika itu masih awal tahun ajaran 2010 untuk mahasiswa. Jadi, saya sudah berada di Surabaya. Kereta berangkat masih jam 22.00. Maka kami pergi dulu mencari makan, lalu pergi ke stasiun untuk membeli tiket.
Kebetulan kereta yang ada malam itu hanya tinggal kereta bisnis dan eksekutif. Kereta ekonomi baru berangkat besok paginya. Ada pun hanya sampai Probolinggo. Kami menunggu di peron stasiun. Saya memilih jalan ke arah depo Banyuwangi Baru. Dari jauh terlihat kedua orang tua saya mengobrol dengan orang yang duduk di belakangnya. Tak lama kemudian saya kembali ke tempat duduk peron dan bertanya apa yang baru saja terjadi.
Ternyata, dua orang yang duduk di belakang saya adalah seorang bapak dan anaknya laki-laki. Dua orang ini adalah koki. Awalnya, kedua orang ini diajak oleh kenalannya untuk bekerja di Denpasar, Bali di sebuah rumah makan mewah untuk menjadi koki. Ternyata, setibanya disana kedua orang ini hanya dipekerjakan di sebuah warung kecil di pinggir gang dan tidak mendapatkan gaji yang memadai. Bahkan yang beli di tempat itu sering ngutang dan sistem pembeliannya tawar-menawar. Lokasi warung itu ada di Jl. Imam Bonjol (Sentra kuliner cukup terkenal di Denpasar). Sementara itu, temannya sudah kabur duluan dan menghilang tanpa jejak. Merasa tak punya pilihan karena uang sudah habis, akhirnya ayah dan anak ini bekerja seadanya. Akhirnya terkumpullah uang lebih kurang 200 ribu. Kedua orang ini memilih untuk kabur dan pulang ke lokasi asalnya di Ciamis, Jawa Barat. Akhirnya, kedua orang ini menumpang kereta yang sama dengan kami dan melanjutkan dengan kereta Pasundan dari Surabaya ke Ciamis. Kami hanya bisa membantu sedikit untuk kepulangan kedua orang ini ke CIamis beserta sebuah doa supaya mereka selamat.

Cerita 4
Cerita ini saya alami ketika saya akan pulang ke Jogja saat liburan semester 1. Hari itu adalah hari Senin siang di terminal Bungurasih. Saya sedang menunggu angkutan langganan saya : Sumber Kencono. Saya menunggu armada W 7551 UY di dekat parkiran Sumber Kencono. Tiba-tiba datang seorang bapak usia 40 tahunan. Bapak ini duduk di depan saya. Saya membuka percakapan dengan basa-basi.
"Mau kemana pak?"
"Mau ke Boyolali Mas."
"Ooo...Nanti ikut yang W 7672 UY itu saja Pak. Itu arah Semarang langsung."
"Oiya Mas. Masnya mau kemana?"
"Ke Jogja Pak. Bapak dari mana?"
"Saya dari Lombok ini. Masnya dari mana asalnya?"
"Ooo...Saya dari Jogja Pak. Disini cuma kuliah. Aslinya dari Lombok?"
"Saya asli Boyolali Mas. Saya ke Lombok menyelesaikan urusan saja. Masnya kuliah dimana?"
"Di Unair pak."
"Ambil jurusan apa?"
"Kedokteran Gigi."
"Oalah. Biasanya kalau orang luar surabaya ke sini itu buat kuliah, ya pasti jurusan yang diambil tu yang paling bagus. Gak mungkin grade nya lebih rendah dari kota asalnya."
"Oooo...Dari Lombok ke Surabaya naik bis ya?"
"Nggak Mas. Saya ikut truk. Saya bayar 100 ribu, untung mau nganter sampai Surabaya. Termasuk biaya penyeberangannya itu."
"Lho, lha kok gitu?"
"Iya Mas. Saya ini ke Lombok sudah sejak 2 minggu lalu. Saya kesana niatnya mau membebaskan tanah saya di Lombok. Mau saya bangun kantor untuk mempekerjakan tetangga-tetangga saya."
"Ooo...lha terus?"
"Saya kan kesana rencana cuma 1 minggu. Uang saya sudah saya set segitu. ATM saya yang satunya saya tinggal di boyolali. Harapan saya 1 minggu itu kasus tanah ini bisa selesai. Lha kok apesnya, kasusnya belum selesai. HP saya dua-duanya juga dicopet orang. Keteledoran saya sih, waktu beli pisang goreng untuk makan, lha kok diambil orang. Uang saya terlanjur habis untuk ngurusi kasus ini. Akhirnya, saya memutuskan pulang saja ke Boyolali. Untung ada truk yang mau saya tumpangi."
Kemudian, selanjutnya bapak ini sharing banyak hal. Bahwa sebenarnya beliau adalah orang yang sangat mampu. Rumah sendiri saja sudah punya, di boyolali 1 kemudian di daerah lain di Jawa Tengah juga 1. Tapi, beliau curhat belum punya istri juga. Beliau juga menyampaikan kalau beliau pendidikannya rendah, tapi pernah ikut pelatihan enterpreneurship di Korea dan dibiayai kantornya tempat bekerja dulu. Justru beliau banyak menyumbangkan inspirasi dan motivasi yang membantu saya. Bahwa hidup apapun perlu disyukuri, sekecil apapun itu. Semuanya sudah ada jalannya. Kalau Tuhan tidak berkehendak, maka manusia tidak bisa memaksa.

Cerita 5

Banyak sekali orang diluar sana. bahkan yang sudah mampu pun masih dapat mengalami kesialan tersebut. Yang sudah disiapkan sungguh-sungguh pun masih dapat mengalami kesialan itu. Maka, semumpung kita belum terlanjur mengalami kesialan yang fatal itu, mari kita membantu mereka yang terkena kesialan-kesialan demikian ini. 

Kenapa Masih Ada?

Kejadian ini baru saya alami tidak lebih dari 1 jam yang lalu dan kejadiannya di depan kos saya.
Saat itu saya sedang kalut karena toko digital printing yang saya kunjungi ini sudah tertutup rapat. Padahal ada barang pesanan yang belum saya ambil. Saya masih sibuk menghubungi teman saya yang punya titipan tersebut agar bisa memberikan solusi yang terbaik. Ketika menunggu di depan toko yang memang lokasinya persis di depan kos saya ini, saya sedikit melamun. Tiba-tiba dari arah utara berjalan seseorang dengan wajah yang sangat kuyu dan lesu. Ia hanya menenteng sebuah kresek kecil berwarna hitam yang entah apa itu isinya. Setelah dekat, ternyata ia adalah sesosok lelaki tua yang berjalan dengan mata yang berkaca-kaca. Bapak itu berjalan mengambil jalan di belakang saya berdiri. Saya terus menatap bapak tersebut.
Bapak tersebut kemudian berhenti sejenak dan bertanya kepada saya, matanya masih berkaca-kaca, dan nada bicaranya sedikit tersendat karena kesedihannya.
"Mas, nuwun sewu. Bratang tasih tebih mboten nggih?" (Mas, Permisi, Bratang masih jauh tidak ya?)
"Bratang pundi nggih Pak? Terminal?" (Bratang mana ya Pak? Terminal? *Bratang adalah nama daerah di Surabaya)
"Wah, pokoke Bratang Mas. Kulo mboten ngertos Suroboyo." (Wah, pokoknya Bratang Mas. Saya tidak tahu Surabaya)
"Wah, mergi niki mangkih lurus teras mawon Pak. Pun, panjenengan nurut mergi niki mawon." (Wah, jalan ini nanti lurus terus saja. Sudah, nanti Anda mengikuti jalan ini saja.)
"Pundi nggih niku Mas?" (Mana itu Mas)
"Pun Pak, niki mangkih lurus teras mawon. Mangkih bangjoo ingkang sekawan. Lha niku Bratang" (Sudahlah Pak, ini nanti lurus saja terus. Nanti lampu lalu lintas yang keempat. Nah, situ itu Bratang)
"Tebih mboten nggih Mas? Jarake kinten2 pinten?" (Jauh tidak ya Mas? Jaraknya kira-kira berapa?)
"Waduh Pak, nggih sawetawis. Kinten2 2 ngantos 3 kilo Pak." (Waduh, ya lumayan Pak. Kira-kira ya 2 sampai 3 kilo Pak)
"Waduh..." Bapak ini mengambil napas sejenak, matanya berkaca-kaca dan wajahnya keliahtan bingung. Lalu saya menyambung perkataan lagi.
"Lho, lha Bapak niku saking pundi?" (Lho, lha Bapak ini dari mana?)
"Ngeten Mas. Kulo dhek wingi niku nunut rencang kulo. Kulo niki saking dusun Kenjer-Kenjer daerah pinggir laut pokoke (Kenjeran maksudnya). Kulo disanjangi rencang kulo menawi wonten damelan dados buruh bangunan. Lha pun dugi Kenjer-Kenjer wau kulo ditinggal kalih rencang kulo wau. Kulo nggih bingung mboten ngertos Suroboyo." (Begini Mas. Saya beberapa hari lalu ikut teman saya. Saya ini dari Kenjer-Kenjer yang daerah pinggir laut. Saya dibilangi kalau ada kerja menjadi buruh bangunan di sana. Lha setelah sampai Kenjer-Kenjer saya ditinggal teman saya tadi. Saya juga bingung, tidak tahu Surabaya.) Bapak ini kembali berkaca-kaca dan hampir saja menangis.
"Lho, Bapak aslinipun pundi?" (Bapak aslinya mana?)
"Kulo asli Kediri Mas." (Saya asli Kediri Mas)
"Bapak niki rencananipun ajeng pripun? Nopo ajeng nitih bis saking Bratang?" (Bapak ini rencananya bagaimana? Apa akan naik bis dari Bratang?)
"Wau kulo disanjangi pak Becak Mas. Kulo disanjangi mangkih mlampah mawon teng Bratang. Lajeng mangkih nunut truk. Kulo niki sampun 1 dinten mlampah Mas." (Tadi saya dibilangi oleh Pak Becak Mas. Saya disuruh untuk berjalan ke arah Bratang. Lalu nanti ikut truk. Saya ini sudah seharian jalan kaki Mas.)
"Wah, monggo Pak kulo dherekke mawon teng Bratang. Kulo mundhut sepedah motor sekedhap nggih..." (Wah, mari Pak saya antarkan saja sampai Bratang. Saya ambil sepeda motor sebentar...)
"Ampun Mas, saestu. Pun kulo mlampah kemawon..." (Jangan Mas, serius. Sudah. saya jalan saja...)
"Lho, mboten nopo2 Pak...mangkih kulo dherekaken dhateng Bratang...Monggo..." (Lho, tidak apa-apa Pak. Nanti saya antarkan ke Bratang. Mari...)
"Walah Mas, saestu Mas. Pun kulo mlampah mawon. O nggih Mas. Menawi Waru niku tebih mboten saking mriki? Wau kalih Pak Becake menawi teng Bratang mboten wonten kulo disanjangi teng waru. Mriko kathah truk" (Waduh Mas, serius mas. Sudah saya jalan kaki saja. Oh iya Mas. Kalau Waru itu jauh tidak ya dari sini? Tadi sama Pak Becaknya kalau di Bratang tidak ada saya dibilangi untuk pergi ke Waru. Disana banyak truk)
"Waduh, niku malah tebih malih pak. Kinten2 7 kilonan saking mriki. Pun Pak Monggo kulo dherekke mawon." (Waduh, itu malah lebih jauh lagi pak. Kira-kira 7 kilonan dari sini. Sudah Pak, mari saya antarkan saja.)
"Astagfirullah!! Pun Mas mboten usah. Saestu. Nggih pun Nggih Mas. Kulo tak mlampah mawon. Matur suwun nggih Mas." (Astaghfirullah!! Sudah mas, tidak usah. Serius. Ya sudah ya Mas. Saya jalan kaki saja. Terima kasih banyak ya Mas.)
Saya pun hanya terdiam terpaku. Seandainya Bapak itu mau, saya antarkan sampai ke Bungur sekalian dan biaya ke Kediri akan saya biayai.
Bukannya apa-apa. Saya menyadari bahwa Surabaya ini adalah sebuah kota yang sangat besar dan kejam. Selama saya hidup di Jogja, belum pernah saya menemui hal-hal seperti ini. Pernah menemukan pun hanya orang-orang sekitar Jogja saja (mungkin saya jadi teringat cerita orang tua saya yang menemukan sekeluarga yang pulang jalan kaki dari Magelang ke Gunung Kidul). Artinya, pasti banyak sekali orang dengan kasus seperti Bapak yang saya temukan tadi. Sebelumnya saya pernah bertemu orang seperti itu. Juga sama, bapak-bapak usia 40 tahunan. Beliau sedang berusaha untuk menyelesaikan konflik tanahnya di Lombok, NTB. Sebenarnya beliau kaya, tapi karena apes, beliau hanya punya uang 200 ribu untuk pulang ke Boyolali, Jateng. 2 HPnya dicopet orang, uang di ATM habis, baju pun dijual. Akhirnya beliau nunut truk dari Lombok ke Surabaya. 100 ribunya untuk bayar truk, 100 ribu sisanya untuk biaya makan dan transport bis dari Surabaya ke Boyolali.
Kembali ke cerita dan topik awal. Banyak sekali kasus seperti itu. Ditipu temannya sendiri, lalu ditinggal begitu saja. Menurut saya, ulah temannya itu benar-benar tidak manusiawi. Apa yang dilakukannya tidak mencerminkan ulah manusia. Kasus demikian ini sangat banyak terjadi di kota-kota metropolitan, seperti Surabaya, Jakarta, Denpasar bahkan mungkin Medan. Artinya apa? Kita perlu waspada. Beruntung kita yang sudah mengenal internet ini adalah orang-orang yang berpendidikan. Artinya paham sedikit-sedikit mengenai hal itu. Bagaimana dengan orang-orang luar di sekitar kita? Bukankah betapa kasihannya bila orang-orang tersebut menjadi korban penipuan yang modusnya tidak jelas demikian.
Mari, kita bantu ringankan beban saudara kita yang demikian ini. Jika memang menemukan orang yang ditipu di kota orang, berikanlah sedikit kebutuhannya yang sekiranya bisa kita bantu. Asalkan tetap teliti, dan jangan sampai kita yang menjadi korban penipuan. Berkah dalem.