Selasa, 30 November 2010

Desember, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Slalu ada yang beernyanyi dan berelegi di balik awan hitam
Smoga ada yang menerangi sisi gelap ini
Menanti seperti plangi setia menunggu hujan reda

Aku selalu suka sehabis hujan dibulan Desember....Bulan Desember...

ERK-Desember

Desember.
Ya, kini kita sudah memaskui bulan Desember yang masih panas ini : tanggal 1 Desember. Sebuah waktu awal yang kurang menguntungkan untuk memasuki bulan ini.
Desember, sebuah bulan terakhir. Apa yang lantas kita lakukan di bulan terakhir ini? Apakah istimewanya bulan Desember ini?
Akhir tahun tidak sama dengan akhir hidup jika kita mau memaknainya secara lebih mendalam. Akhir tahun adalah saat yang tepat untuk terus berintrospeksi diri melihat apa yang telah dilakukan selama 11 bulan yang lalu. Desember, bukanlah waktu yang tepat untuk kejar tayang atas target yang telah kita canangkan di awal tahun. Sekali lagi, Desember adalah saat untuk introspeksi diri. Lihatlah, apa saya yang dilakukan selama 11 bulan. Tak jarang ketika introspeksi ini beragam ekspresi muncul. Gelegar tawa karena kepuasan atas pencapaian yang jauh diatas target. Tangis sendu yang mendayu-dayu karena kegagalan. Senyum sinis karena adanya permusuhan yang 'berhasil' dibuat pada tahun ini. Atau bahkan tersenyum nanar dan menatap kosong karena tidak ada yang berhasil dicapai selama 2010 ini.
Yakin 100 % bahwa ekspresi dalam introspeksi yang akan paling sering muncul adalah tangisan yang sendu. Apa yang kita ingat? Tentu kegagalan dan kesakitan hati kita. Kegagalan dan sakit hati akan lebih lama membekas di dalam hati ketimbang keberhasilan. Misalnya, Bulan Juni Anda diterima SNMPTN di perguruan tinggi nomor 1 di Indonesia. Dan pada bulan yang sama, Anda ditolak oleh wanita yang Anda idamkan. Tentu yang diingat adalah yang ketika Anda ditolak.
Sakit hati, penyesalan, adalah sebuah sikap tidak ikhlas menerima dan belum pahamnya arti kehidupan. Kehidupan ini hanya menunggu. Kita yang merencanakan, kita yang bertindak, kita yang menunggu hasilnya. Seperti anak dan guru. Anak mengerjakan tugas, dan guru yang tidak lain adalah Tuhan yang menilai.
Ya, Desember. Mari kita berintrospeksi bulan ini. Ledakkan tawamu, ledakkan tangismu. Singkirkan masa lalumu, jangan gubris masa lalumu, lakukan langkahmu maju kedepan...

Senin, 29 November 2010

WARTEX (WARUNG TEXAS)

Texas. Ketika kita mendengar nama tersebut akan identik dengan sebuah negara bagian di Amerika Serikat. Tapi ketika ada ajakan makan ke Texas, pasti akan identik dengan sebuah rumah makan cepat saji yang menyajikan ayam goreng crispy. Ketika kita diajak makan ke Texas dan kita membawa orang tersebut ke rumah makan cepat saji itu, apalagi orang yang Anda bawa adalah orang daerah Mrican, maka bogem mentah siap melayang di wajah Anda.
Warung Texas. Tidak menyajikan ayam goreng crispy dengan softdrink. Melainkan menyajikan nasi rames (bahasa Jawa Timuran : Nasi Campur) dengan berbagai lauk pauk dan sayur mayur dengan harga yang sangat terjangkau mahasiswa. Bila siang menjelang maka ruangan warung yang hanya berukuran 6x4 meter menjadi penuh sesak oleh mahasiswa dari Sanata Dharma, UAJY, dan bahkan sekolah-sekolah sekitar Mrican. Warungnya terletak di tengah kampung. Dengan jalan masuk yang hanya cukup dilewati 1 motor saja (jalannya mirip uji SIM). Tepatnya depan Kampus Sanata Dharma Mrican persis, ada tulisan petunjuknya.
Menilik sejarahnya, warung kecil ini tak bisa dipisahkan dari masa-masa SMAku yang penuh dengan kekonyolan. Berombongan mengajak lebih kurang 5 orang untuk menjajah warung ini. Beratributkan De Britto, kemudiang ngosak-asik warung dan membuat orang sedikit sungkan untuk berada di tempat itu, lalu mempercepat makannya lalu pergi. Dan kami bisa duduk santai menikmati sepiring nasi porsi kuli lengkap dengan es jeruk dan seplastik krupuk. Baru kemudian tanggal 29 November 2010 lalu saya menilik warung itu lagi, ternyata perubahan total terjadi. Warung menerapkan sistem prasmanan yang lebih asyik buat mahasiswa. Bahkan, hingga es tehnya sekalipun untuk mengambil es nya saja bebas. Mau segelas isinya es semua atau teh semua juga boleh.
Ketika buka, segera berbagai sayur-mayur yang rata-rata dimasak oseng-oseng itu terhidang di rak kayu. Juga lauk-pauk yang nikmat. Ada rolade goreng, sosis goreng tepung, ayam goreng, sate usus, sate cumi, sate kerang, rolade bumbu bali, telur bumbu pedas, telur dadar, telur ceplok, dan tak lupa oseng usus ayam dan oseng teri. Ketika mencoba membeli lagi di tempat itu, saya terkejut setengah mati karena biaya yang saya keluarkan sama dengan biaya yang saya keluarkan untuk makan di Wapro. Cuma bedanya terasa sekali dengan makan di Wapro. Karena saat itu laparnya minta ampun, saya mengambil nasi lebih kurang 5 centhong (sendok nasi) atau setara dengan 2 porsi nasi di penyetan depan kos Surabaya. Kemudian ambil sayur oseng daun pepaya. Untuk lauknya saya ambil rolade goreng, perkedel kentang, dan oseng usus lalu saya siram dengan kuah pedas. Kemudian, minumnya es teh dibungkus. Saking banyaknya makanan saya, ibu penjaga kasir tak bisa membungkusnya, dan dipaksakan akhirnya bisa membentuk sebuah bungkusan raksasa. Ketika saya tanya harganya, ternyata hanya Rp 8.500,00. Itu lauknya sudah 3, plus sayur. Kalau di Surabaya, di Wapro kemarin nasi pecel telor ceplok plus krupuk 1 sudah kena 6.100. Pernah juga makan nasi sayur bayem, es milo, dan bandeng sudah kena 9.000. Wow, kalau Texas buka di Surabaya, bakal jadi saingan terberat Wapro nih...

Penyetan Lamongan ELSA


Tak ada yang spesial ketika berjalan menyusuri Jalan Palagan Tentara Pelajar Yogyakarta dari Monjali ke utara sampai dusun Sedan. Seperti kota-kota lainnya, ruko yang terang benderang, sesekali ditemui anak muda tengah tethek (arti: duduk-duduk). Banyak sekali warung Pecel Lele menyajikan makanan khas mereka. Mulai dari selatan ke utara, di sebelah timur jalan ada Lamongan dan Pecel Lele Priangan Bandung "Ina Jaya". Kemudian ke utara sedikit, sebelah selatan sate Kambing Muda Sedan ada Pecel Lele ELSA. Tidak mencolok memang, agak tersembunyi. Tapi setidaknya sehari selalu menghabiskan setidaknya 3 ekor ayam dan 100 ekor lele. Belum tempe dan rempelo atinya.
Memang sebuah perjuangan yang berat merintis warung sederhana beromset keuntungan bersih hingga 200 ribu per hari. Mbak Elsa sendiri berasal dari Lamongan. Sedangkan suaminya asli Jogja. Mendirikan sebuah warung kecil. Dulu warungnya masih dengan ciri khas lamongan dahulu kala : pakai gerobak didorong dari rumah. Omzet tidak besar. Malahan cenderung sepi. Masih kalah dengan Ina Jaya yang menyajikan menu lebih lengkap : aneka penyetan, Pepes Ayam, aneka ikan bakar, aneka pepes ikan.
Kemudian, karena ada kenaikan harga secara drastis di Ina Jaya (Ketika itu saya ingat sekali, ayam goreng dari cuma 2.500 menjadi 4.500 sampai 6.000). Kemudian Ina Jaya mengalami penurunan pamor. Saya dan keluarga saya kemudian mencoba incip-incip warung penyetan lainnya. Satu-satunya yang cocok adalah ELSA itu tadi (dulu namanya masih belum ELSA. Kami menyebutnya Lamongan Sedan karena jual penyetan lamongan jualnya di Dusun Sedan). Saat itu omzet juga masih belum banyak. Pengunjung masih minimalis (saat itu AMP YKPN dan kampus disekitarnya masih mati, kekurangan mahasiswa). Kemudian perlahan-lahan menjadi ramai karena masakannya yang enak, harga yang terjangkau, dan tidak lupa sambal yang sangat khas tidak bisa diperoleh di warung lamongan manapun. Hingga saat ini telah berubah menjadi warung semi permanen yang tak kalah dengan warung-warung lainnya.
Untuk seporsi nasi telor tempe dan es Jeruk cukup membayar 8.000 saja. Sedangkan ayam goreng saat ini masih berkisar antara 4.500 hingga 5.500 dengan porsi makan yang sangat puas. Warung Mbak Elsa ini buka pukul 17.30. Tapi biasanya pukul 21.00 sudah habis-habisan. Bahkan pernah membebli pukul 20.00 saja sudah habis-habisan. Sebuah perjuangan yang dahsyat dari nol. Bahkan saat ini sudah memiliki beberapa cabang, terutama di Jogja sendiri sudah ada 3 warung yang dikelola saudaranya. Saya mencoba menggoda untuk buka di Surabaya. Jawabannya
"Halah, ngopo toh Mas mbukak nang Suroboyo. Nang kene wae wes cukup kok. Ben nek neng Suroboyo ki rejekine wong kono wae."(Halah, ngapain Mas buka di Surabaya. Disini saja sudah cukup kok. Biar kalau yang Surabaya itu rejekinya orang sana saja)
Sungguh sebuah jawaban yang diplomatis dan menggigit.

Mundurkan Saja Perlahan

Semalam saya ber-SMS ria dengan seorang teman. Dia berkata
"Lebih baik kamu mundur saja."
Okay, aku mundur. Apakah mundur itu selalu baik dan maju terus akan berarti selalu kalah?
Tidak menurutku. Mundur itu tidak baik, dan maju terus itu juga berarti tidak baik, maka keabsahan dan kevalidan hidup itu sendiri perlu dipertanyakan : berarti hidup itu salah.
Ya, kita manusia, menjalani kehidupan selalu dalam posisi yang salah. Bahkan yang diatas sekalipun tak mau-tapi mampu- menunjukkan jalan yang seharusnya.
Lantas, apa posisi yang seharusnya kita ambil? Jawaban satu-satunya jika keadaan memang demikian -kita sudah berusaha dan berdoa, tapi yang diatas malah mencampakkan kita- lebih baik diam saja sambil menunggu apa keinginan yang diatas. Toh kita berusaha melawan itu akan sama saja : Nihil tak ada hasil. Let it flow. Dibilang tidak punya tujuan, biarin. Dibilang tidak berprinsip, biarin. Karena orang-orang yang bilang seperti itu belum pernah merasakan hal yang demikian ini : telah merencanakan semuanya sebaik mungkin, tapi nol.

Mereka Semua Membungkuk Karena Merapi






Tak dibayangkan dampak dari abu Merapi pasca Merapi erupsi. Kebanyakan orang di Indonesia tahu hanya dampak dari letusan merapi : mengeluarkan awan panas yang sering disebut "Wedhus Gembel" dan mengeluarkan lava pijar yang indah dilihat dari kejauhan. Juga abu-abu dan pasir berterbangan.
Sesungguhnya, keajaiban terbesar terjadi akibat hujan abu dan pasir serta kerikil yang rata-rata mendominasi arah barat: Muntilan, Magelang, hingga Kalibawang Kulonprogo. Bayangkan bila tanah beribu-ribu hektar dengan berbagai tanaman -lombok, kelapa, sayur mayur, dan salak- semuanya menjadi mati, bahkan untuk kelapa dedaunannya menjadi merunduk hingga menyerupai sebuah pohon cemara. Sungguh sesuatu yang ajaib tatkala sebuah gunung yang menyemburkan abu membuat beribu-ribu hektar tanaman menjadi tunduk takluk tak berdaya menahan betapa beratnya abu dan pasir yang menempel di dedaunannya. Bahkan beberapa pohon tak kuat menahan rantingnya sendiri dan roboh begitu saja.
Belum lagi kebun salak yang terdapat di sepanjang jalur Tempel-Muntilan yang rusak parah. Semua dedaunan membungkuk, bahkan beberapa mati. Sungguh kekuatan mahadahsyat dari Merapi yang dihantarkan melalui media angin. Inilah dampak yang tak terkirakan oleh ratusan juta masyarakat Indonesia. Namun, menjadi nyata tatkala kita berkunjung ke daerah Muntilan dan Kalibawang Kulonprogo.

Kamis, 25 November 2010

KOMUNIKASI YANG BAIK ANTAR-RELASI

Kemarin, ketika kuliah Modul 2, saya memperoleh sebuah kalimat panjang yang diberikan oleh Prof. Dr. Arifzan Razak, drg. yang sangat indah bunyinya. Demikian :

"Seseorang yang berusaha merubah pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain, maka orang tersebut akan berakhir dengan merubah pikiran, perasaan, dan perilakunya sendiri."

Ya, memang benar dan apa adanya. Ketika kita berusaha merubah orang lain, yang terjadi adalah kita merasa kesulitan sendiri dan lalu merubah diri kita sendiri. Inilah hakikat hidup : adanya keberagaman. Keberagaman bukan untuk disatukan, melainkan untuk dipersatukan. Yang terbaik adalah bagaimana memanfaatkan sebuah keberagaman itu menjadi berguna, berharga, dan indah dalam hidup kita. Bhinneka Tunggal Ika!!

Selasa, 23 November 2010

AKU MIRIP EROS SO7??????

Suatu ketika, aku datang ke pertemuan keluargaku di rumah eyangku di Tegalrejo DIY. Tiba-tiba salah seorang anggota keluargaku, kakak sepupuku, bicara kepadaku
"Eh, kowe ki kok yo nek didelok koyo Eros yo?" (Eh, kamu tu kok kalau dilihat seperti Eros ya?)
"Ah, mosok to. Yo bedo banget lah Mas. Nek irus yo cen ho'o." (Ah, masak sih. Ya beda sekali to ya Mas. Kalau sendok nasi iya memang benar.)Jawabku merendah
"Ho'o e. Nek disawang ki yo nyaris podho." (Iya e. Kalau dilihat itu nyaris sama.)Sambung kakak sepupuku yang lain
*****

Suatu ketika, ketika berada di sekolah, sedang terduduk termenung, ada seorang teman datang menghampiri dan duduk di sampingku. Tiba-tiba dia juga mengatakan kalau aku ini mirip Eros SO7. Aku cuma tersenyum kecut dan berkata 'Ngenyek!!!' (ngejek).

*****

Suatu ketika lagi, ketika sedang berada di luar, saat itu kalau tidak salah sedang ada acara di JB. Tiba-tiba saya dibilang mirip dengan salah satu personelnya D'Masiv. Hehehehe...Langsung ngekek ndengernya.

*****

Kemarin, 5 hari yang lalu ada kesempatan nge-band bersama teman-teman FKG di sebuah studio Band di daerah Manyar. Disitu ada foto Eros SO7 sedang bermain gitar. Lalu iseng-iseng aku tanya pada teman.
"Eh, opo iyo aku mirip Eros?"
"Hmmm...Gak terlalu sih. Cuma kalau rambutmu panjang dan lurus kaya gitu mirip."
Saat itu aku mau foto dengan pose nyaris mirip. Sayangnya kamera tidak ada.

*****

Terlepas aku ini mirip Eros SO7 atau mirip personel D'Masiv atau mirip tetanggaku, tidak menjadi masalah. Kami adalah pribadi yang berbeda dan punya sikap masing-masing. Aku adalah aku. Dan aku bukanlah dia juga dia bukanlah aku. Aku bangga dengan diriku sendiri, meskipun tak ada prestasi yang membanggakan yang patut dibanggakan kepada orang lain di sekitarku. Aku bangga dengan diriku, yang terkadang dibilang orang lain buruk rupa, remuk redam. Aku bangga dengan segala kepunyaanku meskipun tak ada yang bisa kuberikan kepada orang lain.
Dan inilah diriku. Aku siap menerima semua apa adanya, semua yang orang lain di sekitarku berikan kepadaku. Satu bagiku, Pro Deo Et Pro Patria. Bagi Tuhan dan Bangsaku. AMDG!!!

JIKA KU BISA KEMBALI

Jika aku diberikan pilihan
Akan kembali ke masa apakah aku
Aku akan memilih
Tuk kembali ke masa SMAku
Dan menghapuskan semua kebodohanku
Semua keidiotanku
Dan semua keegoisanku
Lalu aku kan yakinkan pada diriku
Bahwa jika aku bisa merubah segalanya
Aku takkan menjadi seperti ini
Saat ini
Menjadi jiwa yang sampah
Dan tak berguna bagi diriku sendiri

Karmen 23 Nop 2010
Andaikata aku bisa kembali

AKU MASIH DISINI


Aku masih disini
Di kota Surabaya
Dengan gumulan bonek-bonek
Yang benar-benar nekat
tanpa pamrih

Aku ada disini
Bersama sepeda kesayanganku
Dialah 'pacar'ku satu-satunya disini
Dialah yang setia temaniku
Kemanapun aku ingin

Ya
Supra X 125 D 2005
Kode AB 4546 DQ
Dengan stiker Bismania.com
Lengkap dengan stiker Sumber Kencono
Bertengger di slebor belakang

Dialah jiwaku
Dia yang tahu arah langkahku
Jiwaku menyatu dengannya
Saat ku kemudikannya
Terobos keramaian tak terperikan
Di Surabaya nan ruam

Sela-sela mobil kuterabas
tanah bertengger di pinggir jalan kuinjak-injak
Klakson pun tak segan berbunyi
Tatkala ada orang tak beraturan
Tapi aku taat peraturan

Supraku bisa kupacu hingga 135 km/j
jika ku mau
12 km bisa kutempuh dalam 7 menit
jika kuingin
Gaya Sumber Kencono ku siap keluar
Jika ku butuh

Ya itulah aku
label 'raja ngebut' tak segan disematkan kepadaku
Inilah aku apa adanya
Aku tak ngebut dengan sesuka hati
Aku ngebut dengan hati

Inilah aku
dan sepeda motor kesayanganku


Karmen 23 Nop 2010
Untuk AB 4546 DQ ku yang genap berusia 5 tahun

Kamis, 18 November 2010

TOTALITAS, TOTALITAS, TOTALITAS!!!

Ketika ditanya untuk siapa kita bekerja, kebanyakan orang akan menjawab untuk organisasi atau untuk pemimpin mereka. Atau bahkan ketika ditanya untuk apa kita bekerja, jawabannya adalah untuk dibayar, supaya tenar dan eksis, atau bahkan mendapatkan SKP (sistem Kredit Prestasi).
Inilah yang melandasi kerja seseorang menjadi tidak total. Mereka bekerja berdasarkan sesuatu yang diinginkan, dan terkadang inilah yang menjadikan batu sandungan bagi kebanyakan orang Indonesia. Inilah juga yang sering menjadi sebab munculnya kata-kata,"Aku hanya digaji segitu, maka aku ya bekerjanya begini saja. Tidak usah terlalu capek laah..."
Sebenarnya, ketika kita mau ber-refleksi lebih dalam, bahwa kita bekerja bukan untuk atasan kita. Bukan juga untuk keluarga kita, apalagi untuk perut kita. Yang kita kerjakan semuanya adalah Bagi Tuhan dan Bangsaku (Pro Deo et Pro Patria). Ya, Bagi Tuhan. Kita bekerja bagi Tuhan. Kita mengelola apa yang dimiliki Tuhan yang diberikan kepada kita agar kita mengolahnya dan menghasilkan. Artinya, apa yang kita kerjakan bukanlah milik bos kita, bukan juga milik kita. Tetapi milik Tuhan.
Kemudian, yang membuat banyak orang selalu merasa kekurangan dalam pekerjaannya adalah rasa takut kehilangan benda miliknya. Inilah yang salah dan terkadang membuat orang menjadi tidak total. Segala benda milik kita, milik bos kita, adalah milik Tuhan dimana semuanya adalah titipan. Maka, tidak perlu takut jika kita harus kehilangan sesuatu hal jika itu memang kehendak dari Tuhan. Yang perlu kita lakukan adalah menggunakan aset yang diberikan Tuhan itu semaksimal mungkin sejauh kemampuan maksimal kita. Dan jika memang demikian semangat kerja yang ada, semangat tidak takut kehilangan dan semangat untuk sepenuhnya mengabdi pada Tuhan (menjadi tangan kanan Tuhan), maka niscaya Tuhan akan memberikan kecukupan dalam hidup kita sekalipun upah yang kita dapatkan sangat kecil.
Maka, mulai dari sekarang, biasakanlah bekerja lepas dari segala belenggu kepemilikan itu. Janganlah takut kehilangan benda milikmu, karena itu bukan milikmu. Dan yang terpenting, bekerjalah bagi Tuhanmu, bukan bagi bossmu maupun bagi perutmu. Pro Deo et Pro Patria!!

CINTA BUDAYA, CINTA BANGSA

"Lagi ngrungokke opo?"(Lagi mendengarkan apa?)
"Iki lho, lagu campursari karo kroncongane Gesang."(Ini lho, lagu campursari sama keroncongannya Gesang)
"Lah, kowe ki koyo wong tuwo wae, koyo wong dhusun. Ngrungokke ki opo ngono lho. Sik lagi ngetrend po piye." (Lah, kamu tu seperti orang tua aja, seperti orang desa. Ndengarkan tu ya apa gitu lho. Yang lagi ngetrend apa gimana gitu.)

*****

"Weh, kok ndengaren kowe nganggo batik?" (Kok kebetulan kamu pake batik?)
"Lha iyo, wujud cinta budaya." (Lha iya, wujud cinta budaya.)
"Halah, koyo wong tuwo. Koyo bapak-bapak nek nganggo batik kuwi."(Halah, seperti orang tua. Seperti bapak-bapak kalau pakai batik tu.)

*****

"Ayo nonton jathilan."
"Wegah ah. Mending nonton DMasiv. Luwih gayeng. Jathilan lak yo ngono-ngono wae to?"(Nggak mau ah. Mendingan nonton D Masiv. Lebih seru. Jathilan kan yo gitu-gitu aja to?)

*****

Tiga dialog di atas benar-benar pernah saya alami. Memang sekilas sepele, hanya gojegan biasa. Namun menjadi sebuah keprihatinan yang harus mulai dikuak di kalangan remaja ini sebagai generasi pembaharu bangsa.
Remaja masa kini mulai kehilangan identitasnya sebagai bangsa Indonesia. Budaya, bahkan bahasa daerahnya sendiri saja sudah tidak tahu. Bahkan mulai marak trend masa kini di kalangan orang tua yang lebih suka mendidik anak-anak kecilnya dengan menggunakan bahasa Inggris tanpa mengajarkan terlebih dahulu bahasa daerahnya. Kemudian yang terjadi selanjutnya adalah si anak kehilangan orientasi dan rasa bangga dan sayangnya terhadap budaya daerahnya sendiri. Tidak ada landasan untuk bersikap dan yang ditiru adalah melulu budaya dari luar. Ini tentunya sangat berbahaya bagi masa depan bangsa ini.
Yang ironis lagi adalah keengganan remaja masa kini untuk sekedar menyaksikan pertunjukan tradisional. Baik itu musik, pertunjukan berupa seni tari, maupun juga makanan khas daerah. Mereka berkata bahwa itu kuno. Mana ada anak muda sekarang yang tahu apa itu lemet, ndhog gludhug, cemplon, marinda, atau bahkan timus saja mereka tidak tahu. Mana ada anak sekarang yang mau menonton pertunjukan Jathilan, Reog Ponorogo, Angklung, Pethilan calung (Thilung), tari saman, atau bahkan sekedar menonton Barong ketika berkunjung ke Bali? Yang ada anak muda sekarang lebih suka menonton musik-musik masa kini yang telah hilang identitasnya sebagai musik yang bermutu dan yang ada kini hanyalah musik berkualitas labil. Bahkan, pernah suatu ketika menonton jathilan di dekat rumah, yang menonton kebanyakan orang tua. IRONIS. Apa jadinya bangsa ini jika anak mudanya saja lebih gandrung dengan budaya luar? Padahal sejujurnya menonton Jathilan tidak kalah serunya dengan bermain balap mobil di timezone.
Belum lagi dengan tata cara busana daerah saja. Misal busana kejawen lengkap. Ada diantara anak muda yang bisa menggunakan baju kejawen itu dengan benar? Mulai dari jarik hingga beskapnya? Sangat jarang dan mungkin tidak mau. Mereka lebih bangga menggunakan baju berlabel Bilabong atau Planet Surf daripada menggunakan budaya asli daerahnya. Batik misalnya, atau menggunakan surjan motif lurik sebagai jaket dalam bepergian.
Lantas, kalau seperti ini bangsa kita akan hilang? Tentu saja. Perlu ada perubahan mindset di otak anak muda sekarang ini. Bahwa jika ini dibiarkan terus menerus, landasan budaya daerah yang telah ditanamkan sejak SD pun akan sirna dan tergantikan dengan jiwa-jiwa yang labil dan tidak terarah (lihat saja dimana-mana banyak ababil karena kekurangan batu pijakan akibat budaya sendiri saja tidak paham). Seakan-akan budaya asing didewakan dan dianggap tidak penting. Satu yang perlu diingat bahwa budaya daerah merupakan sebuah azas pijakan kehidupan. Dari situlah kehidupan beranjak, mulai mengenal bahasa, tata krama, kosakata yang bejibun banyaknya, hingga budaya budaya dalam bentuk nyata lainnya. Dengan dasar yang kuat itu, bukannya tidak boleh mempelajari budaya lain. Namun, dengan adanya batu pijakan, yakni budaya daerah itu sendiri, membuat manusia menjadi semakin kuat dalam melangkah karena ia memiliki jatidiri yang telah dipegang teguh, sebagai manusia yang berbudaya, Bangsa Indonesia.

Rabu, 17 November 2010

OEALAH GUSTI, KOK YO PANASE KOYO NGENE!!!

Hawa panas di Jogja saat ini disebabkan oleh aktivitas merapi yang meningkat. Panas di Surabaya sampai beberapa waktu lalu juga sudah biasa karena daerah yang terletak persis di pinggir pantai. Tapi, entah kenapa panasnya kali ini menjadi-jadi dan membuat berdiam diri saja berkeringat. Apalagi bergerak dan sekedar berolahraga?? Efek buruknya, mal-mal jadi penuh sesak oleh manusia yang pengen 'ngadem'. Kalau mal-mal sudah penuh, kemudian menjadi panas lagi, lalu mereka pindah lagi ke Circle K atau mungkin malah Indomaret. Dan begitu seterusnya.
Sekilas melihat Jogja 5 tahun yang lalu dengan standar kepanasan yang cenderung meningkat. Suhu rata-rata harian mencapai 30 derajat celcius keatas. Sungguh suasana yang mencekam tatkala banyak warga Jogja dengan kulit coklat sawo matang menjadi coklat sawo busuk, alias menjadi semakin hitam. Pohon-pohon sangat minimalis waktu itu. Taman kota tidak ada. Ada pun hanya terawat. Saat walikota dipegang oleh Bapak Herry Zudianto, keadaan menjadi sedikit berubah. Bersyukurlah Jogja memperoleh wagiman (walikota gila taman) ini. Suasana Jogja menjadi sedikit rimbun. Apalagi sejak saat itu mulai digalakkan kembali program tanam pohon. Akibatnya, beberapa ruas jalan sudah ditumbuhi pepohonan, yang juga didukung oleh dinas pertamanan yang menyirami tiap tanaman pada pagi dan sore.
Kembali ke Surabaya. Mana pohonnya??? Yang ada tanam pohon tumbuh gedung tuh. Seharusnya beberapa ruas jalan memang ditanami pepohonan. Seperti daerah Dharmawangsa depan RSU Soetomo. Minim sekali pohon yang ada. Memang beberapa taman kota, seperti Taman Bungkul yang berfungsi optimal. Mungkin dengan adanya pepohonan ini bisa membuat kota Surabaya menjadi sedikit lebih sejuk. Selain lokasi geografisnya yang berada di tepi laut, dimana daerah tepi laut memiliki suhu yang cukup tinggi, maka perlu juga dilakukan penghijauan. Penghijauan fungsinya bukan untuk mencegah longsor disini. Tetapi lebih pada membuat suasana sekitar, terutama jalan-jalan protokol menjadi lebih sejuk. Kalau jalan-jalan protokol lebih sejuk, orang-orang menjadi tidak sungkan untuk berjalan kaki.
Tentunya solusi ini tidak bisa diambil secara gegabah oleh masyarakat biasa. Perlu peran serta yang komprehensif dari pemerintah kota yang lebih paham akan tata ruang daerah. Jadi, tunggu apa lagi untuk Surabaya bersih, hijau dan teduh???

BUBUR AYAM PANDANARAN

Sekilas teringat nama Bandung melintas di dalam otak. Teringat pula ketika terjadi pesta pernikahan saudara dari Probolinggo yang mendapat pinangan gadis dari Bandung. Saat itu saya bersama kelaurga saya dengan sebuah mobil ELF diajak ke warung kecil Bubur Ayam Haji Toha (kalau tidak salah) di Jalan Pandanaran.
Ketika itu saya baru saja turun dari Kereta Ekspress Malam Mutiara Selatan. Saya langsung dijemput oleh saudara saya dan tanpa basa-basi ditawari bubur ayam yang memang asli Bandung. Saat itu saya ogah, bukan karena sungkan atau apa. Tapi saya saat itu sedang bosan karena hampir tiap hari sebelum keberangkatan ke Bandung itu selalu diberi bubur tiap pagi. Akhirnya, daripada tidak berkenan, saya ngikut saja sampai tujuan.
Sampai warung tersebut, saya memesan bubur ayam lengkap dengan jeroan. Minum sudah ditanggung warung. Yakni teh tawar manis. Dan inilah yang menjadi ciri khas warung makan di Jawa Barat, yakni mendapatkan teh tawar secara gratis. Ketika semangkuk bubur panas sudah terhidang, langsung saya lahap bersama dengan tambahan kecap asin dan sedikit sambel. Benar-benar bubur ayam ini memiliki rasa yang khas dan beda. Buburnya begitu gurih dengan tambahan-tambahan tak terduga. Ada ati, ampela, daging ayam, kemudian ada juga potongan cakweh dan sedikit potongan tahu yang ditaburi dengan kacang tolo dan ditaburi bawang goreng dan sledri. Benar-benar bubur ayam yang nikmat, gurih, hangat, dan menggoyang mulut.
Ini katanya masih belum apa-apa dengan warung Bubur Ayam Mang Haji Oyo yang waktu itu belum sempat dicoba. Seandainya ada waktu lagi, pasti kan ku coba semua kuliner khas Bandung itu...

Senin, 15 November 2010

Fokuskan Masalah

Apa yang membuat sebuah permasalahan tidak kunjung usai?
Terkadang orang cenderung memiliki pemikiran untuk fokus ke masing-masing masalah. Itu adalah langkah yang kurang tepat.
Jika dilihat dengan jeli, semua permasalahan yang kita hadapi pasti ada sebuah titik temu pangkal masalah. Jika titik temu itu sudah ketemu, fokus disitu dan upayakan penyelesaian sekuat tenaga. Dengan demikian, permasalahan itu akan segera usai tanpa harus menyelesaikan satu persatu permasalahan itu.

TND 0892

Minggu, 14 November 2010

POLISI MELINDUNGI, MENGAYOMI, DAN MELAYANI???

Sabtu lebih kurang pukul 20.20 kemarin saya diberhentikan oleh sebuah mobil patroli Polisi double cabin (Ford Ranger). Ketika ada 2 polisi turun, yang mereka lakukan pertama kali bukanlah mengetuk kaca kemudian memberikan hormat dan berkata 'Selamat Malam Mas'. Tapi, yang mereka lakukan adalah menggedor pintu mobil. Dan ketika saya buka, yang keluar justru bukan suara salam sapa, melainkan caci maki dari polisi-polisi tersebut. Ada berbagai pisuhan yang tidak layak diucapkan oleh seorang Anggota Kepolisian Republik Indonesia yang masih menggunakan seragam lengkap. Mereka menginterogasi secara tidak wajar dan meminta SIM dan STNK saya tanpa diberi tahu kesalahan saya apa. Juga mereka sama sekali tidak menyebutkan nama dan pangkat sebagai sopan santun seorang Polisi (informasi ini saya dapat dari Ditlantas Polda DIY). Belum lagi sopir mobil patroli tersebut turun dan justru langsung melontarkan pisuhan yang lebih bertubi lagi. Ini bukan mengada-ada. Ini kenyataan. Banyak saksinya. Ada 4 orang teman saya. Ada juga pedagang mie, warga sekitar depan Tenpura Hana Jalan Monjali yang menyaksikan kejadian ini.
Kemudian saya diminta ke Pos Jetis. Saya datang kesana setelah sebelumnya berganti motor. Selisihnya tidak ada 5 menit. Ternyata disana tidak ada lagi polisi itu. Akibatnya saya memutar-mutar sampai ke Ditlantas DIY dan disana baru benar-benar dibantu.
Pertanyaan saya apakah benar seorang polisi dibayar untuk misuhi pelanggar lalulintas? Saya paham alasan beberapa Polisi bahwa mereka capek. Kalau capek, kami juga capek. Yang bekerja bukan cuma Polisi. Kami disini juga bekerja. Yang lebih menyulitkan lagi adalah Polisi yang tidak punya tatakrama seperti yang saya alami diatas. Mereka terkesan mencari-cari kesalahan hanya untuk sekedar biaya makan malam. Yang lebih tidak etis adalah mereka berasal dari Polres Bantul. Kejadian itu terjadi di wilayah Sleman. Seharusnya, SIM dan STNK saya dibawa ke Pos Monjali. Tapi, justru dibawa ke Pos Jetis yang masuk wilayah Kodya Yogyakarta. Tindakan tidak etis dan tidak tahu aturan.
Yang lebih memalukan lagi adalah, ketika tahu bahwa kami yang mengurus ada salah satu yang ada hubungan darah dengan Intel Polda DIY dan mantan Kapolres Bantul, baru mereka menunduk-nunduk minta maaf agar mereka dimaafkan dan menyogok kami dengan segelas teh anget, perilaku koruptif yang tidak baik ditiru. Jika memang benar kami tidak bersalah, katakan secara jujur. Dan kebohongan kalian sudah ada di tangan kami. Pertanyaannya adalah bagaimana jika ada anggota keluarga salah satu Polisi yang menilang saya itu dipisuhi misalnya oleh preman pasar? Tentunya Anda akan sakit hati dan lantas memanggil kawan-kawan Anda untuk memukuli orang tersebut. Kalau itu saya lakukan kepada Anda, saya memanggil teman-teman saya dan menggrudug rumah Anda, tentu Anda juga tidak terima bukan? Ya benar, Anda manusia, tapi Anda memiliki pemikiran yang sempit dan tidak melakukan segalanya atas dasar nurani dan logika, tapi lebih pada nafsu dan kekerasan. Bukan akal tetapi okol.
Pertanyaannya sekarang apakah Polisi masih mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat? Saya sangsi kalau jawaban yang diberikan oleh masyarakat adalah YA jika kondisinya adalah seperti ini. Dan mulai malam itu, wibawa Polisi telah gugur di hadapan mata saya dan saya menjadi tidak percaya lagi kepada Polisi dalam segala aspek. Turut berduka cita atas gugurnya kewibawaan ini.

'MAAF MAS, ANDA MENGEMUDI SECARA ZIG-ZAG'!!

Sore itu, pukul 18.10. Saya sedang berada di Kecamatan Ampel, Boyolali bersama teman-teman dari FKG Universitas Airlangga. Wajah lelah nampak sekali di wajah teman-teman yang baru saja melakukan distribusi barang bantuan Merapi dan trauma healing. Seusai makan, tiba-tiba saya diminta untuk menggantikan kakak kelas saya untuk menjadi sopir dengan catatan sampai Prambanan saya digantikan lagi. Saya menyetujui. Mobil yang saya bawa saat itu adalah Peugeot 206 warna merah delima.
Tepat pukul 18.24, saya dan 4 teman lainnya dalam mobil itu berangkat menuju Jogja. Di depan ada Ambulance milik FKG UGM, kemudian disusul mobil Karimun plat DK milik mahasiswa FKG UGM, kemudian mobil yang saya kendarai, disusul Terios dan Panther milik mahasiswa FKG Unair. Perjalanan awalnya berjalan lancar. Kami masih menjadi satu urutan. Namun, karena ada truk sebelum masuk kota Boyolali, mulai dari mobil yang saya kendarai ke belakang ketinggalan. Akhirnya, karena tertinggal agak jauh, kami sepakat menambah laju mobil kami. Ternyata, masuk kota Boyolali, kami berjalan terlalu kencang, sehingga mendahului ambulance milik FKG UGM. Akhirnya, kami sepakat untuk terus melaju ke Jogja.
Sampai daerah Kartosuro sempat membuntuti PO Rajawali Legacy Semarang-Solo. Kemudian perjalanan lancar lagi sampai hampir masuk Prambanan. Sampai di tikungan sebelum Candi Prambanan, saya mencoba memanggil kakak kelas saya yang akan menggantikan saya. Saya lihat ke belakang ternyata sudah terlelap semuanya. Saya panggil 3 kali tidak ada yang bangun. Akhirnya, daripada menunda, saya lanjutkan perjalanan menuju ke base camp. Yang jelas, sampai di Prambanan itu tercatat waktu tempuh dari Boyolali sampai Prambanan sekitar 1 jam 30 menit.
Petaka dimulai ketika memasuki Ring Road Maguwo. Karena jalanan sepi, saya memacu mobil. Tidak terlalu kencang karena ada mobil di kanan kiri jalan. Sampai di daerah Casa Grande, laju saya perlambat karena jalanan mulai ramai kembali. Sampai tiba di perempatan Condong Catur. Di lajur kanan ada mobil patroli polisi yang lampu rotatornya menyala. Saya segera ambil dari lajur kiri karena kosong samasekali. Begitu lampu hijau, saya langsung berjalan. Saat itu tidak terlalu zig-zag. Dalam masuk ke kanan dan ke kiri pun pegangan stir saya tidak kasar. Lampu sein pun senantiasa dihidupkan karena itu adalah syarat utama untuk berpindah lajur. Jarak dengan kendaraan dibelakang juga selalu saya perhatikan. Tiba-tiba di depan Happy Puppy, saya dikejar oleh mobil patroli polisi tadi. Tak ayal, balapan antara mobil pribadi dan mobil polisi terjadi. Tapi, saya tetap menggunakan cara halus meskipun harus zig-zag, saya tetap menggunakan lampu sein untuk masuk kanan kiri. Tiba-tiba di depan saya ada bus Transjogja akan belok kiri. Di belakang Trans Jogja ada mobil carry yang juga turut mengerem mendadak. Karena situasi ini sudah saya perkirakan jauh sebelumnya, saya sudah menyalakan sein kanan tanda berpindah ke lajur kanan. Tapi, mobil polisinya terus menerus memacu kecepatan tanpa menghiraukan lampu sein saya. Begitu ada celah yang cukup bagi saya untuk masuk kanan, dan juga mempertimbangkan apabila saya rem secara mendadak tidak akan cukup dan akan menyebabkan tabrakan beruntun, saya menyegerakan diri untuk masuk ke kanan. Dasar Polisi 'nggathel', meskipun masuk dan ada celah cukup lebar, tetap mengklakson. Setelah itu, kejar-kejaran menjadi bertambah seru. Berhubung mobil yang dibawa Polisi adalah Ford Ranger, maka tentu dari segi kecepatan Peugeot 206 kalah. Daripada mengambil resiko, saya berada di jalur tengah. Sampai di perempatan Kentungan, terpaksa berhenti. Mobil Polisi berada di kiri saya menutupi lajur kiri bagi mobil yang akan belok kiri. Polisi membuka kaca dan berteriak
"He, turun buka kaca. A** Bajing**. Maunya apa kamu???"
Saat itu keempat penumpang yang lainnya tidur. Sehingga saya jadi takut sendirian. Tapi, begitu lampu menyala hijau, saya langsung majukan mobil dan Polisi tidak bisa maju karena terpentok devider. Begitu mulai masuk jalur Ring Road lagi, saya kembali kejar-kejaran dengan Polisi tadi. Tetap sama, bahkan mobil di kanan kiri minggir memberikan kesempatan kepada 2 mobil yang sedang kucing-kucingan ini. Sampai di perempatan Monjali, saya pikir Polisi tadi akan berhenti Karena di perempatan tersebut ada pos polisi. Ternyata tidak, polisi tadi terus membuntuti ke arah jalan Monjali. Daripada ambil resiko, saya masukkan lagi ke lajur sebelah kanan. Ternyata Tuhan memberkati. Jalanan macet, tapi dari arah berlawanan kosong. Saya bisa agak ambil kanan. Tanpa dinyana, Mobil Polisi tadi menyalakan sirine. Batin saya "Waduh, lha nek kaya gini udah kaya penjahat". Kemudian, dari arah kanan sepi, tapi masih agak ramai. Tiba-tiba mobil polisi tadi menyalip, kemudian memepet mobil saya. Sekonyong-konyong keempat penumpang terbangun dan terkaget-kaget. 2 Polisi segera turun. Yang duduk di depan segera menyuruh saya keluar, dan yang di kabin belakang juga turun. Yang dari kabin depan langsung misuh-misuh tidak karuan.
"As* Bajing** kamu tau aturan nggak???"
Kemudian SIM dan STNK diminta. Kemudian disuruh ke perempatan Jetis. Baru kemudian setelah saya akan masuk ke mobil lagi, pengemudi mobil polisi tadi keluar dan misuh-misuh tidak karuan juga. Alhasil, perjalanan Boyolali-Jogja yang bisa saya tempuh dalam waktu 1 jam 54 menit itu harus diakhiri dengan tragis dan harus mengurus SIM dan STNK itu muter-muter dari Pos Jetis, Pos Tugu, Pos Pingit, Patwal Pingit, Polsek Jetis, Pos Gramedia, dan berakhir di DITLANTAS DIY. Kasus baru selesai pukul 23.25 setelah seorang Polisi (menurut penglihatan saya polisi yang datang ini duduk di kabin belakang dan tidak banyak bicara saat menginterogasi saya) datang, meminta maaf dan memohon supaya dimaafkan. Terima kasih juga buat Masnya Mbak Yona yang meringankan kasus ini....

Ada yang Manis di Soto Sawah








Soto sawah. Orang akan bertanya-tanya apakah soto sawah itu. Berbagai pemahaman coba dilontarkan. Ada berkata kalau soto sawah itu soto yang jualannya di tengah sawah. Bahkan ada yang menyandingkan arti soto sawah sama dengan soto sapi maupun soto ayam : soto daging sawah???!!!
Jika anda mencoba menjawab dengan jawaban seperti diatas, jelas salah. Soto sawah tidak dijual di tengah sawah, bukan juga soto daging sawah (emang sawah ada dagingnya???). Soto sawah memang dahulu dijual di tengah sawah. Namun, seiring perkembangan kota Jogja yang sangat pesat, soto ini saat ini masih berada di tengah sawah. Tepatnya sawah beton.
Soto ini sudah ada sejak sekitar tahun 1960. Berada di Jalan Soragan dan masuk di Kabupaten Bantul. Soto ini adalah soto sawah yang asli yang sering disebut oleh orang-orang sebagai soto sawah. Beberapa waktu yang lalu, di sekitar Soto Sawah Bu Hadi ini berdiri warung soto lain yang juga mengambil nama soto sawah.
Sekilas, ketika semangkuk soto hadir di depan mata, tidak ada yang khas dari soto ini. Biasa, hanya semangkuk soto dengan potongan tomat kecil dan sebuah perkedel yang kecil. Bau uap air juga tidak menampakkan kalau itu adalah soto. Baru begitu sesendok kuah soto panas masuk ke mulut, nampaklah perbedaan soto sawah dengan soto yang lainnya. Rasa kuahnya gurih dengan rasa dominan manis. Rasa manis pada soto sangat jarang ditemukan. Kebanyakan soto memiliki rasa kuah yang cenderung ke gurih dominan asin. Kuah yang manis dengan rasa manis yang nikmat, ditemani dengan daging ayam kampung asli, kecambah, kubis rebus, perkedel, dan irisan tomat yang bertabur seledri dan bawang merah goreng garing. Perkedel kentang yang ada pun rasanya tidak seperti perkedel biasa. Rasa bumbu rempah-rempahnya begitu kental ditambah dengan rasa minyak wijen yang menggoyang di mulut karena perkedel ini memang nampaknya digoreng dengan minyak wijen. Makan soto menjadi lebih nikmat ditemani dengan kripik tempe, peyek kacang, tempe garit, aneka gorengan, tahu bacem, tempe benguk, krupuk rambak, dan sate telur puyuh.
Selain menyediakan soto ayam dengan cita rasa khas, soto sawah sejak beberapa tahun lalu juga menyediakan menu soto daging sapi. Masalah harga? Jangan tanya. Jogjakarta adalah ahlinya tentang makanan murah, enak, kenyang. Untuk seporsi soto ayam cukup membayar Rp 7.000,00 dan soto daging Rp 8.000,00. Untuk minuman harganya rata-rata Rp 2.000,00. Tersedia juga Sarsaparella atau yang sering disebut 'Bir Jowo' yang melengkapi nikmatnya Soto Sawah Bu Hadi.

Rabu, 10 November 2010

BARU GENTING KOK BAWA AGAMA?!!

pagi-pagi pukul 09.00, saya termenung di Posko Calvari Relief Service di Nandan. Saya duduk di atas atap gereja bersama beberapa teman yang sedang mengamati gunung Merapi yang sedang mengepulkan asap tebal. Saya kemudian sempat berpikir bahwa kondisi bencana saat ini sungguh indah. Tidak ada yang mempermasalahkan masalah agama selama proses evakuasi dan di pengungsian sekalipun. Menjelang pukul 14.00, saya mendapatkan kabar adanya pengusiran pengungsi di Gereja Ganjuran. (Sumber berita bisa dilihat di: http://regional.kompasiana.com/2010/11/10/fji-fpi-tuhan-tetap-peduli-pengungsi-merapi/) Ini tidak mengada-ada, bermaksud SARA atau bahkan menjerumuskan salah satu organisasi masa. Ini benar-benar terjadi dan bukan rekayasa.
Pada intinya, kejadian ini dilatarbelakangi oleh sikap FJI (Front Jihad Indonesia) yang menyatakan bahwa para pengungsi yang mengungsi di gereja adalah kafir. Saya pribadi tidak mempermasalahkan bahwa ada di gereja adalah kafir. Yang saya permasalahkan adalah mengapa pada saat genting seperti ini ada saja orang yang berpemikiran demikian.
Jujur saja, saya sangat kecewa dengan tindakan-tindakan oknum tidak bertanggungjawab ini. Mereka menyuruh para pengungsi pergi meninggalkan Gereja Ganjuran, tanpa memberikan solusi harus pindah kemana. Lucu, tapi tidak logis! Pemindahan di Bangsal Dinas Bupati Bantul baru dilakukan setelah ada upaya rekonsiliasi oleh Sultan.
Sungguh, saya kecewa. Kenapa ada orang masih mempermasalahkan agama dalam proses evakuasi yang genting seperti ini. Lihat sekarang dari para pengungsi. Apakah ada diantara mereka yang mempermasalahkan "Ah, aku harus ngungsi di tempat A karena agamaku A." Tidak ada yang seperti itu. Mereka hanya berpandangan ada tempat yang mau menampung mereka dalam ketiadaan, dan selamat dari bahaya gunung Merapi. Itu saja. Tidak ada yang lain.
Jujur, saya menjadi sanksi apakah orang-orang yang selalu melakukan hal seperti ini adalah orang Indonesia yang asli dan utuh? Melalui pelajaran Pendidikan Pancasila, saya memperoleh pemahaman bahwa sikap asli masyarakat Indonesia adalah bhineka tunggal ika (menghargai keberagaman). Tapi, kok yang ada seperti ini ya? Saya menjadi sangsi kalau memang benar mereka adalah masyarakat Indonesia asli, artinya ini bukan nilai asli masyarakat Indonesia.
Satu yang perlu diingat adalah bahwa agama bukanlah mainan apalagi saat-saat genting seperti ini. Bukan saatnya untuk memikirkan masalah agama. Yang penting saat ini adalah keselamatan jiwa banyak orang. Bukan masalah kamu agama A dan aku agama B. Bukan saatnya lagi berperilaku seperti anak kecil, cuek bebek dan tak mau membuka jalan dialog, terutama dengan saling mempercayai antar agama.
Saya yakin ini hanyalah ulah sebagian oknum saja yang patut diberangus. Mereka tidak merasakan penderitaan pengungsi. Biarlah mereka suatu saat merasakan apa yang dirasakan pengungsi saat itu. Saya memang Kristiani, tapi saya mencintai semua agama yang ada di Indonesia tanpa terkecuali. Untuk teman-teman di posko dimanapun kalian berada, siapapun kalian, tetaplah berjuang bagi sahabat-sahabat kita di Merapi. Jangan terpengaruh terhadap hal-hal konyol yang tidak penting. Pro Deo et Pro Patria!!!

Selasa, 09 November 2010

BUDAYA MENYALAHKAN APA YANG ADA

Naik Sumber Kencono W 7729 UY kembali mengingatkan pada peristiwa lebaran lalu. Sebuah bus Sumber Kencono dibakar habis karena menabrak motor. Penyebabnya sepele, pengendara kurang sepeda motor kurang hati-hati dalam mengemudikan sepeda motornya. Kemudian secara berbondong-bondong masyarakat Madiun memblokir jalan tersebut bagi bus Sumber Kencono dan secara terus-terusan menyalahkan PO Sumber Kencono.
Sebenarnya potongan cerita di atas adalah potongan kecil mentalitas buruk masyarakat Indonesia modern ini. Masih banyak mentalitas yang rusak di negri ini untuk diubah. Potongan kecil di atas menunjukkan mentalitas 'Menyalahkan Apa yang Sudah Ada Sebelumnya'. Saya memberikan analogi dalam tulisan saya. Suatu ketika ada sebuah tempat tidur di sebuah rumah kontrakan yang kosong. Kemudian rumah tersebut dikontrak oleh seseorang. Ketika orang masuk ke rumah itu, ia melihat ada tempat tidur di kamar tersebut. Padahal kamar tersebut akan dipakai sebagai dapur (padahal dari segi arsitektur dan fungsi tidak mengarah pada bentuk dapur). Maka, ia menyalahkan kasur tersebut dan bersikeras meniadakannya dan memindahkannya sekalipun kamar tersebut berfungsi sebagai kamar tidur.
Setidaknya seperti itulah yang terjadi pada Sumber Kencono saat lebaran. Tidak hanya saat lebaran kemarin saja, namun juga dahulu sampai entah kapan. Masyarakat sekitar jalan Jogja-Surabaya kurang hati-hati dalam mengemudikan sepeda motor. Sudah tahu disitu sering lewat Sumber Kencono dengan kecepatan tinggi, karena itu memang adalah sebuah jalur antar kota. Seharusnya, mereka bersikap lebih hati-hati dalam mengemudi dengan memperbaiki gaya mengemudi mereka. Yang terjadi saat ini justru banyak orang berkata 'wah, Sumber Kencono tu dibakar saja, nggak boleh lewat sini. Kasihan warga-warganya.' Justru ini yang sebenarnya salah. Sumber Kencono itu lewat sudah sejak jaman bahuela. Seharusnya, dengan adanya keadaan seperti ini, masyarakat mulai berwaspada dan memperbaiki cara mengemudinya. Bukannya menyalahkan.
Begitu juga dengan warga yang tinggal di bantaran sungai yang terkena banjir. Mereka juga menyalahkan sungainya. Padahal sungai itu sudah ada di tempat itu sebelum mereka tinggal di tempat itu. seharusnya, masyarakat Indonesia lebih banyak berintrospeksi terhadap kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya. Kalau memang sudah seperti itu, berarti perlu ada perubahan mindset masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Memang yang paling laris di Indonesia adalah kambing. Khususnya kambing hitam. Budaya buruk inilah yang perlu diberantas sejak dini. Dengan cara kecil saja. Misalnya mengakui kesalahan jika benar-benar salah dan melakukan introspeksi diri yang dilanjutkan dengan perubahan sikap.

Senin, 08 November 2010

BIMBANG

Senja ini aku letih
Fajar mentari tak menyongsong pagiku
Merintih aku perih
Melonglong hati disembilu

Senja kemarin sisakan bimbang
Senja tangis tak tertepis
Susahku tersembunyi balik alang
Tersesat buatku kian menangis

Bimbangku takkan terlelap
Takkan pergi hingga Tanah Abang
Letih hatiku senyap
Kian buatku patah arang

Senja itu masih sisakan tangis
Buat hati tak mampu menulis
Hatiku masih mengais-ngais
Masihkan ada padamu hatimu yang tulus

TND 0892 KARMEN 91110

ANEKDOT MASKER

Kalau di FKG Unair biasanya terlihat orang yang pakai masker identik dengan mahasiswa D3 yang baru saja selesai praktikum, Dokter Gigi Muda yang sedang praktek dengan pasien, atau Mahasiswa PPDGS Bedah Mulut. Biasanya orang yang berada di FKG Unair dengan kostum baju praktikum atau baju dokter dengan masker akan identik dengan ketiga hal itu.

Lain jika di Jogja saat ini. Jika ada orang menggunakan masker, bahkan di jalanan umum sekalipun, ia bukan seorang dokter bedah mulut, mahasiswa D3 atau bahkan dokter muda yang sedang praktek. tetapi memang sebuah keharusan untuk menghindari debu merapi.

Minggu, 07 November 2010

HUJAN SEMALAM

Hujan semalam
Deras nian alir airmu
Mengalir membujur
Dari langit turun ke bumi

Hujan deras
kau hapuskan debu
dari sgala sudut rumahku
Genteng coklat itu
Tlah kembali menjadi coklat
Trotoar abu-abu itu
Telah kembali menjadi merah bata
Debu-debu jalanan itu
Kini tlah kau singkirkan
Smua debu tlah kau hapuskan
dari pandangan

Hujan
Maaf seribu maaf
Ada dua hal yang belum bisa kau hapuskan
Kau belum bisa menghapuskan
Kesedihan, kegalauan para pengungsi itu
Dan
Kesedihanku, kekecewaanku
yang hanya kan kupendam
dalam hati

JATIREJO 77B Minggu, 71110

Barak Terpencar, Logistik Masih Diperlukan

Ada beberapa yang belum tahu bahwa barak-barak pengungsian warga merapi ternyata mencapai jalan Sidomoyo, Godean. Di tempat ini ada sebuah barak yang menggunakan bangunan SD Sidomoyo dengan kapasitas kurang lebih 400 orang. Masih pada jalur yang sama, ada juga pengungsian di SD Tlogoadi dan lapangan Getas dengan kapasitas total sekitar 2000 jiwa. Juga di Youth Center Bolawen dengan kapasitas yang cukup besar. Juga di Masjid daerah perempatan Kronggahan juga terdapat pengungsi dengan jumlah sekitar 100 orang. Ke barat sedikit ada di daerah Warak.
Untuk pemenuhan logistik, SD Sidomoyo sepertinya belum tersentuh samasekali. Sementara untuk Youth Center Bolawen, SD Tlogoadi dan lapangan Getas sudah ada bantuan yang masuk. Di Masjid Kronggahan pemuda Masjid sedang menggalang bantuan di jalan tersebut untuk memenuhi kebutuhan pengungsi.
Pengungsian yang lain yang ada di daerah Jalan Kaliurang ada Seminari Tinggi Kentungan dengan kapasitas 900 orang, Gereja Banteng, SCJ, Anging Mamiri ada sekitar 2000 orang lebih. Di Daerah Monjali sendiri ada di Bruderan FIC dan SD Karitas dengan kapasitas 55 orang. Di daerah Pendowoharjo juga ada pengungsi yang menempati Balai Desa Pendowoharjo dengan jumlah pengungsi 5000 orang. Pengungsi ini belum termasuk pengungsi yang ada di Maguwoharjo yang berjumlah 36.000 orang dan daerah lain yang belum tercatat dan belum tercover.
Untuk kebutuhan logistik yang masih diperlukan antara lain obat-obatan seperti tetes mata, minyak kayu putih, susu bayi, selimut, tikar, alat-alat mandi, pampers dan pembalut wanita, dan beberapa barak masih membutuhkan makanan siap makan karena beberapa barak belum mempunyai dapur umum.
Jadi, sekarang bukan saatnya melarikan diri dari Jogja, melainkan melakukan apa yang bisa dilakukan yang terbaik untuk Jogja. Bukan hanya mimpi, saatnya beraksi!!

Sabtu, 06 November 2010

MASA HARUS PINDAH BOYOLALI???

Siang itu hawa cukup panas karena gejolak Gunung Merapi. tapi cuaca cukup mendung. Saya bersama Romo Sul, Mas Gembus, dan Anton berangkat ke pengungsian Taman Kuliner Condong Catur untuk setor makanan sejumlah 100 bungkus nasi.
Setibanya disana, kami disambut tim posko Tamkul. Nasi segera mereka terima dan kemudian meminta tolong kepada kami untuk kembali mempersiapkan transportasi. Usut punya usut, ternyata pengungsi akan dipindahkan menuju ke Boyolali. Kurang tau penyebabnya. Mungkin karena bahaya dari Merapi semakin mendekat ke kota Yogya.
Yang jelas para pengungsi ini akan semakin jauh dari kampung halamannya. Semoga mereka semua yang mengungsi diberikan kekuatan untuk tetap tinggal. Dan yang telah ditinggalkan semoga diberikan kekuatan. Amiiin.

F1 GOES TO PENDOWO

Sore itu suasana masih genting. Bukan karena hujan abu atau hujan kerikil. Tapi masalah 176 bungkus nasi yang belum dapat didistribusi di Posko Nandan. Kami mencoba menghubungi Van Lith, dan beberapa pengungsian lainnya. Ternyata semuanya telah penuh. Baru pukul 19.05 mendapat kepastian kemana nasi-nasi tersebut akan dikirim : Balai Desa Pendowoharjo.
Transportasi berupa Honda Accord Prestige '88 sudah siap. Kali ini saya bertugas sebagai driver, ditemani teman saya Andre dan Mbak Dewik. Lebih kurang 8 plastik besar berisi bungkusan nasi dibawa. Pukul 19.15 sudah lepas dari Posko Nandan. Perjalanan langsung saya lakukan secara ngebut untuk mengejar deadline karena batas makan malam lebih kurang pukul 20.00. Mobil tua ini terpaksa saya pacu hingga 110 km/jam di jalanan yang masih berabu dan basah. Zig-zag kanan kiri pun menjadi sering saya lakukan agar cepat sampai tujuan.
Lebih kurang 15 menit kemudian sudah tiba di depan kapel Pendowoharjo. Kami bertanya pada warga sekitar, dan ternyata memang kami terlalu ke utara. Kami memutuskan untuk berputar di tempat itu juga. Saya langsung belok agak kanan dan memundurkan mobil. Begitu mundur agak jauh, tiba-tiba laju mobil semakin kencang dan terdengar suara 'dugg' yang sangat keras. Beberapa detik kemudian mobil miring ke kanan. Saya menyadari kalau mobil saya 'njegur kalen'. Teman-teman saya segera mencari bantuan untuk mengangkat mobil saya. Kurang dari 10 menit, mobil saya sudah berada di jalanan kembali. Setelah mengucapkan banyak terima kasih, kami langsung menuju ke Pendowoharjo.
Sesampainya disana, kami langsung memarkir mobil dan turun ke sekretariat. Kami terlebih dahulu mengenalkan diri kemudian menawarkan nasi bungkus tersebut. Ternyata bisa. Kami langsung dengan semangat menurunkan 8 plastik berisi nasi bungkus tersebut ke posko, dan melakukan pendataan diri untuk kelengkapan administrasi pengungsian.
Pengungsian ini sebenarnya adalah sebuah balai desa. Kecil, tua, dan sedikit kumuh. Tanahnya sangat becek. Informasi terakhir yang didapat, tempat ini telah menampung 4000 orang. Sekitar 800 orang diperkirakan akan datang kembali ke pengungsian ini. Saat kami datang pukul 19.30, pasukan TNI yang berencana membangun dapur umum baru saja datang. Sehingga pasokan logistik untuk makan malam menjadi tersendat. Meskipun begitu, perlu disyukuri bahwa di tempat tersebut sudah ada dapur umum untuk mengcover keperluan pengungsi.
Setelah selesai kami langsung pulang. Perjalanan pulang ini lebih serasa naik jet coaster. Handle rem tangan harus digunakan karena mesin sering mati kalau tidak di gas. Karena sudah mangkel duluan di Beran gara-gara ada plat B dan plat AA Magelang seenaknya, akhirnya perjalanan menjadi zig-zag patah yang membuat geol kanan geol kiri. Sampai di jombor bertemu plat AB Kulonprogo lebih kurangajar lagi. Ketika akan nyelip, saya ngedim dan nyalakan lampu sein, tidak diberi. Ketika saya menyelip, mobil itu ikut-ikutan kenceng. Akhirnya dengan segenap kedongkolan saya, saya beranikan ambil kiri, lalu tak selang lama mobil itu juga ikut ngegas. Tak ingin berkonfrontir lebih lama, saya banting stir saya ke kiri, sementara bagian bagasi saya masih ada di bagian bumper depan mobil yang saya selip itu. Mobil itu kelabakan dan alhasil ngerem ndadak dan menjadi kagol. Setelah itu mobil saya pacu kembali sampai 120 km/jam di ringroad dan tiba di posko kembali dengan super selamat, meskipun beberapa nyawanya 'kecer' di jalan.

SDN POGUNGREJO 18.00

Sore itu jalanan masuk ke komplek SD Pogungrejo masih basah dan berlumpur. Bisa dibilang banjir malahan. Kebanyakan orang yang melewati jalan itu harus menyingsingkan celananya dan berjalan sembari jinjit. Sepeda motor terparkir di depan ruang-ruang kelas yang kusam dan berdebu karena hujan abu beberapa waktu lalu. riuh rendah orang bercakap dan bercengkerama di tempat yang mini itu.
Itulah gambaran kecil ketika datang ke tempat pengungsian di SDN Pogungrejo. Tak ada yang spesial disana. Suasana sangat mencekam. Suram, tak seperti biasanya. Orang bercakap-cakap mengenai kekhawatiran terhadap kondisi rumah mereka. Kakek kakek renta berjalan di dekat kami membopong cucunya yang masih balita. Kelas-kelas yang tadinya cukup kondusif untuk belajar menjadi penuh sesak oleh para pengungsi. Setidaknya ada 1000 pengungsi di tempat ini. Sangat beruntung masyarakat sekitar merelakan diri untuk memenuhi sedikit kebutuhan pengungsi, terutama berkaitan dengan masalah perut.
Seribu manusia itu masih terus mengambang nasibnya. Tak tahu kapan bencana ini akan berakhir. Tak tahu kapan bisa kembali empuknya kasur di rumah, hangatnya kebersamaan keluarga di rumah, dan sensasi memelihara ternak dan mengolah kebun. Semuanya akan bimbang di tempat ini sampai saat untuk kembali diumumkan.

Jumat, 05 November 2010

IRONI MERAPI

Jumat hampir tengah malam, tepatnya pukul 21.45 saya turun dari bus yang mengantar saya dan segera bertemu dengan kedua orang tua saya yang menjemput saya. Kebetulan kakak saya masih sibuk di posko gereja.
Ada banyak cerita yang disajikan. Mulai dari cerita kemarin malam, sampai 5 jam sebelum kedatangan saya. Kemarin malam, saat Merapi kembali meletus, suara gemuruh itu benar-benar terdengar di rumah saya. Sangat keras katanya hingga memunculkan getaran yang membuat kaca dan pintu bergetar. Peristiwa ini kemudian diikuti hujan pasir dan diakhiri hujan abu. Cerita lain lagi dari Paroki Banyu Temumpang, Magelang yang berjarak hanya beberapa kilometer dari puncak Merapi. Menurut informasi, saat Merapi meletus terus-terusan, kaca jendela dan pintu gereja tak henti-hentinya bergetar.
Malam ini juga, di rumah saya, saya mendengar suara gemuruh seperti bebatuan besar menggelinding di sungai dan membentur batu-batu yang lainnya. Suasananya menjadi mencekam, semua warga kampung ada di luar rumah berjaga-jaga. Sayang, puncak merapi mendung malam ini, sehingga pijaran lava tidak nampak. Sungguh, ini merupakan hari-hari paling mencekam di jogja akibat letusan gunung Merapi.

LEGACY SUMBER KENCONO W 7395 UY

SUMBER KENCONO!!!!lagi-lagi Sumber Kencono. Kalau sudah masuk komplek Terminal Bungurasih -yang sudah dipercantik menjadi beberapa peron baru mirip bandara- selalu pertama kali ditentukan adalah tujuan dan kemudian diikuti armada yang akan digunakan. Kalau mau ke Ambulu atau Yosowilangun, biasanya naik AKAS ASRI. Kalau mau ke Probolinggo, Jember, atau Lumajang biasanya naik Patas MILA SEJAHTERA. Kalau mau ke Malang biasanya langsung cek ke Kalisari kalau gak RESTU. Kalau mau ke Semarang, biasanya yang recommended ya SINAR MANDIRI MULIAnya Mbah Lamong, kalau gak Nusantara yang Scania. Kalau ke Jogja, meskipun ada Patas EKA, tapi paling recomended tetep SUMBER KENCONO.
Ada Legacy di parkiran SK (julukan akrab Sumber Kencono). Keberangkatan pukul 13.05. daripada nunggu lama, akhirnya naik deh tuh Legacy. Sopirnya mirip Pak Susno Duadji, tapi lebih mirip bapak kosku. Bawaannya kalem, tapi geol kanan geol kiri. Cuma ada satu yang ngganjel. Mesin AK 8 cuma tarikan rada nyendat. Apa mungkin gara-gara AC. Gak pa pa lah. Penting dapet Kartu Langganan baru. Lumayan, diskon terjamin.
Stage pertama daerah Krian. Nyaris nabrak bus kota gara-gara angin rem habis, jadi remnya ngeblong. Stage kedua di daerah Mojokerto. Nyaris nabrak truk, gara-gara ada truk berhenti di depan ga pake sein, yg truk dibelakangnya belok kanan ga pake sein sekalian. Alhasil, SK harus ngepot-ngepot plus ngliat wajah sopir ma kenek udah pucet semua. Padahal aku masih enjoy. Hahahaha
Stage ketiga di Sragen. ada Banjir!!! Trauma banjir 2007 nih. Moga-moga aja bisa pulang. Sampe Jogja jam 21.45. Perjalanan melelahkan 8 jam 45 menit. Pake ngetem di Madiun sama Solo sih. Yang jelas boleh puas nonton dangdut koplo OM Serra, Dangdut romantis pasangan (sapa lupa namanya), sama RGS Jombang....Pengen ngekek rasane....

Selasa, 02 November 2010

AMDG : Anggur Merah Dan Garuda kacangku, Kenangan Masa Lalu


Kembali teringat masa-masa SMA bersama cangkeman yang heboh dengan teman-teman. Menjadi teringat karena melakukan chatting berjamaah bersama sahabat lama : Ringgo ndlogok dan Anggit 'Lele'. Kata-kata yang haram itu tiba-tiba menjadi halal lagi setelah sekian lama bersemedi di otak dan menimba kekuatan penuh untuk dikeluarkan lagi...
Sebuah momen yang menggembirakan. Membuat menangis darah karena tertawa saking terbahak-bahaknya dan kencing nanah karena tertawa terlalu keras. Chatting dengan bahasa-bahasa yang sangat tidak lazim dengan kedua kawan saya itu membuat fresh otak setelah suntuk membaca 73 halaman Handout Agama Katolik. Kata-kata baku yang telah dilegalkan dalam Kamus Pisuhan Yang Disempurnakan (gak usah dicari, gak bakalan ketemu). Kata-kata semacam asu, jancuk, jangkrik, bajigur, dan kosakata baru : jangkrik + seselam um menjadi jumangkrik dan jancuk + seselan um menjadi jumancuk menjadi legal dan halal dikeluarkan. Nyek-nyekan (Indo : ejek-ejekan) yang keras, yang mungkin kalau dibawa keluar, bahkan di kalangan orang Surabaya dengan gaya bicara yang keras pun, bisa membuat orang menangis tersedu-sedu. Namun, ini menjadi bahan gojeg bagi kami yang sangat renyah, lucu, menusuk, dan yang pasti membuat kangen...Belum lagi ketika gojeg merambah ke masalah substansi wajah dan masa lalu. Menjadi semakin meriah bin konyol binti lucu....
Seakan gojegan selama 30 menit berturut-turut tiada henti itu berjalan selama 1 jam, melemparkan memori euforia masa-masa SMA. Seakan sekolah hanya berisi pisuhan ra mutu plus gojegan atos membuat kejang menahun, namun tetap dengan nilai-nilai yang memuncak (bahkan menghantarkan kelas IPA menuju peringkat 9 se-DIY, tertinggi untuk semua SMA Swasta di Jogja). Kembali teringat masa lalu, mabuk-mabukan bersama teman sambil makan Kacang Garuda di depan pasturan dan di tempat sahabat : Edowedhus. Maka, slogan AMDG itu tak lagi menjadi Ad Maiorem Dei Gloriam atau Amrih Mulya Dalem Gusti. Tapi menjadi Anggur Merah Dan Garuda kacangku....
Tak terasa gojeg dan menggojegi ini harus diakhiri. Harus kembali belajar agama. Tapi yang teringat bukan mata kuliah agama yang kupelajari. Tapi justru Pak Puji, guru religiositas SMA lengkap dengan kertas 5 halaman folio bergaris dengan segenap conthongan-conthonganku yang membuahkan nilai 85 pada ujian semesterku......

SUMBER KENCONO ON SKETCH

SUMBER KENCONO ON SKETCH
Gambar body bus menggunakan COREL DRAW X4
Background gambar menggunakan ADOBE PHOTOSHOP CS 5
Watermark by TND 0892 (menggunakan ADOBE PHOTOSHOP CS 5)
Export to JPEG by COREL PHOTO PAINT X4
Model asli SAFARI PATAS AC SOLO-SEMARANG MERCEDES-BENZ OH 1525

Sebuah impian yang pernah terwujud dan mungkin kedepannya akan terwujud lagi. Sumber Kencono Patas AC. Dahulu pernah membuka trayek Patas AC Jogja-Surabaya PP dengan fasilitas seats 2-2, TV, servis makan 1 kali di RM DUTA Ngawi, dan menggunakan mesin Mitsubishi Rear Engine. Ditutup karena pangsa pasar sepi (saat itu ada AKAS, Mila Sejahtera, dan EKA) dan sering kecelakaan. Mesin Mitsubishi dipindah ke depan dan dijadikan bus ekonomi.
Saat ini kelas tertinggi adalah Ekonomi AC seat 2-3 fasilitas : AC, TV LCD. Karoseri menggunakan LAKSANA LEGACY dengan mesin HINO AK 235 (AK8) Front Engine.

Daripada nyketsa wajah cewek yg ga da juntrungannya, lebih baik nyketsa bis yang tetap setia meskipun dinaiki berkali-kali.